Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah Usulkan 3 Skenario untuk Akhiri Ketidakpastian Hukum di Indonesia

- 24 Februari 2021, 12:14 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah.*
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah.* // instagram.com/ @fahrihamzah

PORTAL JOGJA - Soal rencana revisi UU ITE masih menjadi pembicaraan hangat perpolitikan di Indonesia. Berbagai tokoh banyak mengomentari dan memberikan soal soal rencana revisi UU ITE.

Menkopolhukam bersama Kominfo dan Kemenkumham telah membantuk tim untuk mengkaji perlu tidaknya UU ITE direvisi.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengusulkan tiga skenario untuk mengakhiri ketidakpastian hukum di Indonesia yang bisa berakibat kepada penilaian jatuhnya indeks demokrasi seperti yang terjadi tahun lalu.

Baca Juga: Disindir Netizen Kantornya Terendam Banjir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Beri Jawaban Menohok

Baca Juga: Refly Harun: Kalau Mau Gugat Banjir Tak Hanya Anies Baswedan Saja Tapi Ridwan Kamil dan Ganjar Karena Hal Sama

Fahri mengatakan ketiga skenario itu adalah revisi UU nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) terkait UU ITE, dan pengesahan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Skenario pertama adalah merevisi UU yang bermasalah, seperti UU ITE dan pasal-pasal direvisi. Kedua, Presiden membuat Perppu UU ITE sehingga secara otomatis pasal bermasalah dihilangkan agar segera ada kepastian hukum," kata Fahri Hamzah melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu 24 Februari 2021.

Menurutnya inisiatif Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit untuk menerbitkan Surat Edaran tentang penerapan UU ITE merupakan langkah sangat baik untuk mengakhiri ketidakkpastian yang dilakukan Kepolisian.

Baca Juga: Jennie Blackpink dan G-Dragon Big Bang Berkencan. Benarkah? Ini Tanggapan YG Entertainment

Namun menurut dia, sebaiknya Polri dibekali dengan UU permanen yang bersumber pada Perppu atau revisi UU lebih permanen, termasuk juga pengesahan KUHP.

"Kepolisian bukan pembuat UU karena itu dalam jangka panjang dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru," kata Fahri dikutip dari Antara.

Dia menjelaskan, DPR periode 2014-2019 sebenarnya telah membahas pengesahan RUU KUHP pada tingkat pertama di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Baca Juga: Catat! 6 Kebiasaan Ini Diklaim Dapat Mempercepat Penuaan. Salah Satunya Merokok dan Pakai Skincare

Namun menurut Fahri, pada pembahasan tingkat dua di Rapat Paripurna DPR, pengambilan keputusan tidak dilanjutkan, karena dianggap pembahasan belum selesai, disebabkan masih ada pasal-pasal krusial yang belum disepakati.

Karena itu dia mengatakan, skenario ketiga adalah mendesak pemerintah dan DPR untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU KUHP.

"Sebagai criminal constitution atau criminal code satu untuk seterusnya dan selamanya, sehingga ini akan memberikan kepastian hukum yang lebih luas kepada seluruh UU yang mungkin bernuansa penuh ketidakpastian hukum tersebut," katanya.

Baca Juga: Lirik Lagu 'Seperti Kisah' - Rizky Febian

Ia berharap usulan tersebut dapat dipertimbangkan Presiden dan DPR selaku pembuat UU atau produk hukum.

Dia menilai tinggal perlu penyelesaian dan pengesahan pada tingkat kedua yang dapat dipercepat menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3).

"Itu dapat dipercepat apabila pada periode lalu sebuah RUU telah menyelesaikan pembahasan pada tingkat pertama. Dan itu sudah terjad terjadi pada akhir periode DPR 2012-2019," katanya.

Pernyataan serupa juga diungkapkan mantan anggota DPR RI asal Yogyakarta, Roy Suryo. Ia juga menyatakan Presiden Jokowi sebenarnya bisa menerbitkan Perppu UU ITE bila memang serius.

Baca Juga: 8 Tips Membuat Anak Tumbuh Bahagia dan Sehat, Kuncinya Ada pada Orang Tua

"Kalau Pak Jokowi mau merevisi ini, nggak usah susah-susah. Pemerintah bisa membuat Perppu kalau dikatakan kondisi ini sudah genting dan mendesak," kata KRMT Roy Suryo.

Sebelum terjun ke dunia politik, waktu itu Roy Suryo turut mengamati kelahiran UU ITE tersebut. Sebelumnya Indonesia hanya punya UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, padahal saat itu masalah telekomunikasi sudah semakin canggih.

Baca Juga: 7 Manfaat Bawang Bombay, Untuk Penderita Diabetes Hingga Menyehatkan Rambut

Roy Suryo menyebut jika inti permasalahan bukan UU ITE, namun pada implementasi pelaksanaan. Roy Suryo mengatakan Undang-Undang tersebut sudah ada sejak tahun 2008 permasalahannya bukan pada Undang-undang tersebut.

Hal itu diungkapkan Roy Suryo melalui akun Twitternya @KRMTRoySuryo2 pada Rabu 17 Februari 2021 lalu.***

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x