Empat Keraton Penyangga Kejayaan Islam di Cirebon Sejak Abad Ke-15

24 Maret 2023, 05:31 WIB
Salah satu sudut bangunan yang terdapat di Keraton Kasepuhan Cirebon. /FB/@Keraton Kasepuhan Cirebon /

PORTAL JOGJA– Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat, memiliki empat situs budaya keraton yang saling berdampingan di satu kota. Meskipun tidak semegah keraton di Surakarta atau Yogyakarta. Namun, keberadaannya masih terjaga lestari hingga sekarang dan diakui sebagai saksi sejarah perjalanan Kota Cirebon sejak abad ke-15.

Keempat situs itu adalah Keraton Kasepuhan, Kanoman, Kaprabonan, dan Kacirebonan. Sebelumnya telah berdiri Keraton Pakungwati yang merupakan cikal bakal keempat keraton tersebut.

Keraton Kasepuhan yang terletak di pusat Kota Cirebon adalah penerus peninggalan Keraton Pakungwati. Sehingga menempati lokasi yang paling dekat tepatnya di sebelah barat situs keraton tertua. Sehingga tempat tersebut dikenal dengan sebutan Dalem Agung Pakungwati.

Baca Juga: Setelah Kota Mekkah Dipimpin Qushay Bin Kilab dari Tangan Kabilah Khuza’ah

Didirikan oleh Pangeran Cakrabuana pada masa perkembangan Islam sekitar 1529. Jika dilihat dilihat dari segi gaya arsitektur bangunan dan kelestariannya, Keraton Kasepuhan Cirebon menjadi yang termegah dan paling terawat di antara keraton lainnya di Cirebon.

Keraton Kanoman berada di Jalan Winaon dan didirikan sekitar 1678 oleh Pangeran Kertawijaya yang bergelar Sultan Anom I. Peninggalan-peninggalan bersejarah di keraton ini erat kaitannya dengan syair Agama Islam yang giat dilakukan oleh Sunan Gunung Djati salah satu wali penyebar Agama Islam di Pulau Jawa.

Keraton Kacirebonan berada di Jalan Pulasaren No 48 Kota Cirebon dan telah berdiri sejak 1808. Berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman.

Keempat keraton di Cirebon tersebut sebetulnya berasal dari dinasti yang sama, yaitu Kerajaan Cirebon yang dirintis oleh Pangeran Cakrabuana sekitar 1529. Kemudian dilanjutkan sebagai sebuah kesultanan pada 1552 oleh Sunan Gunung Djati.

Awal perpecahan kerajaan ini mulai terjadi setelah wafatnya Panembahan Ratu II di tengah pergolakan Kesultanan Mataram pada 1677.

Perpecahan pertama terjadi saat penentuan siapa dari tiga putra Panembahan Ratu II yang akan mengisi kekosongan tahta Kesultanan Cirebon.

Pada saat itu dua putra Panembahan Ratu II yaitu Pangeran Mertawijaya dan Pangeran Kertawijaya sedang berada di Mataram. Sedangkan putra satunya lagi, Pangeran Wangsakerta berada di Cirebon.

Selama dua pangeran tersebut berada di Mataram, Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten dengan bantuan pemberontak Trunojoyo, berhasil mengambil kesempatan untuk melakukan taktik agar Cirebon melemah dan tak lagi terlalu dekat dengan Mataram yang menjadi pesaingnya.

Baca Juga: MotoGP Portugal Jadi Seri Pembuka Musim 2023, Ini Jadwal Lengkapnya 

Sultan Banten kemudian mengangkat kedua pangeran tersebut sebagai Sultan Cirebon. Pangeran Mertawijaya ditetapkan sebagai Sultan Keraton Kasepuhan dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin (1677-1703). Sedangkan Pangeran Kertawijaya diangkat sebagai Sultan Keraton Kanoman dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677-1723). Sementara Pangeran Wangsakerta hanya diangkat sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin (1677-1713).

Pangeran Mertawijaya dan Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Cirebon, mempunyai wilayah dan kedaulatan penuh berikut rakyat dan istananya masing-masing. Sementara Pangeran Wangsakerta tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri. Namun berdiri sebagai Kaprabonan atau Paguron yaitu tempat menimba ilmu agama di kalangan intelektual Keraton Cirebon.

Perpecahan kedua terjadi pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803) ketika salah satu putranya berkehendak membangun kesultanan sendiri dengan nama Kacirebonan.

Peluang memecah belah ini diamini oleh VOC Belanda yang segera mengeluarkan surat besulit untuk menetapkannya sebagai Sultan Kacirebonan. Namun, dengan syarat bahwa putra dan para penggantinya tidak berhak atas gelar sultan tapi cukup dengan gelar pangeran saja.

Maka sejak saat itulah, Kesultanan Cirebon terbagi menjadi empat kekuasaan, yang masing-masing pangeran atau pemimpinnya memiliki keraton atau istana nya sendiri-sendiri.***

 

Editor: Chandra Adi N

Sumber: cirebonkota.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler