Sejarah Islam: Mengenal Sistem Kekhalifahan Pada Masa Dinasti Abbasiyah

17 Juni 2021, 15:28 WIB
Pemandangan madrasah Tsanawiyah peninggalan dinasti Abbasiyah /Bagus Kurniawan/slideplayer.info

PORTAL JOGJA - Dinasti Abbasiyah, salah satu dinasti terlama yang disebut mampu bertahan 5 abad 750-1258 M, dan mancapai puncak kejayaan dizamannya.

Bagaimana sistem pemerintahan di masa Abbasiyah selama 5 abad dan berikut ulasan dan informasi selengkapnya.

Sistem pemerintahannya tidak jauh banyak berbeda dimasa Dinasti Umayyah, karena sejak awal berdiri Abbasiyah senantiasa berhadapan, bersaing hingga muncul dinasti baru ke tahta pemerintahan.

Dimasa itu pola pemerintahan disebut lebih merata, dan inovasi, yang belum ada pada masa Umayyah.

Tidak lama kemudian mengalami kemajuan baik aspek ilmu pengetahun, hingga ketatanegaraan.

Baca Juga: Haji 2021, Arab Saudi Batasi 60 Ribu Jemaah, Syarat Usia 18-65 Tahun dan Sudah Vaksin

Selain berbeda dengan sistem pemerintahan Umayyah, model pemerintahan Khilafah Abbasiyah disebut asimilasi berbagai unsur.

Hal ini terlihat jelas adanya periodesasi atau tahapan pemerintahan Abbasiyyah.

Sejak itulah dinasti tersebut mencapai kejayaan dan memimpin peradapan dunia di era khalifah Al-Makmun.

Cara Abbasiyah memperluas wilayah dengan mengangkat gubernur atau Amir untuk memimpin suatu wilayah.

Cara lain agar sistem pemerintahan berjalan efektif, yaitu: khalifah membentuk sistem birokrasi.

Birokrasi tersebut dilakukan pada era awal kekuasaan Abbasiyah, yaitu mengadakan jabatan baru yang disebut Wazir.

Wazir yang dikenal sebagai penasehat khalifah juga, sebagai kepala pemerintahan tampaknya jabatan yang baru ada di saat Dinasti Abbasiyah berdiri.

Pemerintahan Abbasiyah dibagi sejumlah departemen (diwan). Diwan ini membawahi beberapa kegiatan.

Kegiatan yang melibatkan mulai dari militer, adminitrasi, dokumentasi, hingga bendahara.

Jumlah diwan terus berkembang, karena kompleksnya pemerintahan, dan luasnya wilayah kekuasaan.

Qadli atau hakim memiliki peranan penting dalam pemerintahan, maka khalifah menunjuk haklm agung.

Baca Juga: Alasan Mengapa Umat Islam Mencium Hajar Aswad, Salah Satunya Sunnah

Hakim agung tersebut berasal dari kalangan ulama terkemuka. Hakim agung selanjutnya menunjuk dan mengirim hakim ke provinsi.

Para hakim provinsi mengangkat perangkat personalia peradilannya masing-masing.

Pada zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyah, dibentuk sebuah lembaga yang, disebut: Mazalim.

Mazalim, yaitu: lembaga ekstrayudisal, tempat para khalifah atau gubernur mendengar keluhan, laporan langsung dari rakyat.

Sentralisasi Anggaran Negara

Anggaran negara di zaman Abbasiyah mempunyai peran penting dalam pemerintahan. Oleh karena itu, pemerintah Abbasiyah menyediakan anggaran khusus.

Anggaran ini disebut berasal dari pajak dan sumber pajak itu terbagi menjadi 3, yaitu: Pertama, sumber pajak yang dinamakan pajak Kharaj.

Pajak Kharaj, yaitu pajak atas tanah dan hasil pertanian. Anggaran kedua disebut berasal dari Iizyah, atau pajak

Pajak yang dipungut dari rakyat non Muslim. Jizyah yang disebut kompensasi, karena mereka dibebaskannya dari kewajiban militer.

Sumber anggaran Ketiga, yang disebut berasal dari zakat, kemudian zakat yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam.

Sistem Sentralisasi Kekuasaan

Sistem Sentralisasi Kekuasaan, yang berkaitan masalah adminitrasi keuangan dan perpajakan.

Inilah salah satu ciri khas Abbasiyah menonjol, yang membedakan dari kekuasaan Dinasti Umayyah.

Dimasa itu bentuk adminitrasi dan perpajakan lebih sempurna, semenjak Kelompok Baramikah menjadi pelaksana pemerintahan pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Dari sentralisasi tersebut, setiap provinsi dipastikan memberi sumbangan yang memadai mendukung pemerintahan pusat.

Anggaran dari program Sistem Sentralisasi Kekuasaan oleh sejumlah khalifah dibelanjakan mengembangkan dan memperluas yang dinamakan Sawafi.

Sawafi atau tanah negara disebut sebagai sumber penting bagi keuangan negara dan berdampak positif terhadap pembangunan negara.

Terbukti, sepeninggal khalifah Al-Manshur, dan Harun Ar-Rasyid, negara telah memiliki sumber keuangan yang cukup.

Khilafah periode Dinasti Abbasiyah 750- 1258 M sebagaimana dilansir portaljogja.pikiran-rakyat.com dari buku karya Nourouzzaman Shiddiqie berjudul, "Pengantar Sejarah Muslim," tahun 1981 hal 74-75.

Nourouzzaman Shiddiqie menyebutkan sistem pemerintahan Abbasiyah. Memiliki ciri umum sama seperti ciri umum Dinasti Umayyah yaitu:

1) Berhak menduduki jabatan khilafah, adalah: anak keturunan Al-Abbas, paman Nabi, dan juga paman Ali bin Abi Thalib.

2) Penunjukan khalifah, bukan berdasar hasil rapat keluarga, tetapi penunjukan langsung dari khalifah yang sedang berkuasa.

Dan sebagian besar pendukungnya berasal dari orang-orang Persia, mengingat revolusi yang digerakan Abbasiyah dimulai dari Persia.

Ciri khusus yang membedakan Dinasti Abbasiyah dengan dinasti-dinasti lain, khususnya Dinasti Umayyah:

1) Unsur pengikat bangsa,adalah: agama.
2)Jabatan kekhalifahan, adalah:satu jabatan agama yang tidak bisa dipisahkan dari negara.

3) Kepala pemerintahan eksekutif dijabat oleh seorang wazir.
4) Khalifah jauh dari rakyat; terkurung dalam istana gading.

5) Kebijakan pemerintahan negara banyak ditekankan pada konsolidasi dan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi.

Kedudukan Muslim Arab dan Muslim non-Arab

Kedudukan Muslim Arab dan Muslim non-Arab di masa khilafah Abbasiyah, adalah: sama, bersifat universal. Mawalia atau orang non-Arab memiliki kedudukan tinggi.

Pada mulanya Persia, kemudian disusul Turki, dan dikisahkan, Al- Mutawakkil hendak mengembalikan kedudukan orang-orang Arab pemeran utama panggung sejarah Abbasiyah, akhirnya gagal.

Sistem pemerintahan

Khilafah Abbasiyah banyak mencontoh model Persia. Orang-orang Persia disebut mempunyai peranan penting sebagai aparatur negara. yang diawali oleh keluarga Barmaki.

Bidang militer tak luput dari perhatian, yang dilengkapi dasar kepemimpinan, strategi perang hingga peralatan ketentaraan yang canggih. ***

Editor: Bagus Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler