Zakat Fitrah di Bulan Ramadhan, Ini Pendapat 7 Ulama Mulai dari Gus Baha, Quraish Shihab, hingga Adi Hidayat

2 Mei 2021, 10:31 WIB
Ilustrasi pemberian zakat fitrah berupa beras kepada umat Islam lainnya yang membutuhkan di daerah pedalaman Indonesia /Instagram Abdul Somad Official/

PORTAL JOGJA - Salah satu amalan wajib dalam bulan Ramadhan selain berpuasa adalah membayar zakat fitrah. Ada beberapa perbedaan dalam hal pembayaran zakat fitrah menurut beberapa ulama.

Tujuh ulama kenamaan di Indonesia, mulai dari Gus Baha, Quraish Shihab, hingga Adi Hidayat masing-masing memiliki dasar hadis yang shahih.

Secara garis besar, kesemua ulama menyetujui bahwa untuk zakat fitrah menggunakan takaran satu sha’ dan dikeluarkan berdasarkan makanan pokok tiap daerah.

Baca Juga: Ustad Adi Hidayat Beri Petunjuk 3 Amalan Utama Bulan Ramadhan, Nomor 3 Amalan Penentu

Satu sha’ sama dengan empat mud. Pada zaman Rasulullah, satu mud diartikan sebagai volume atau isi dari makanan pokok tersebut dalam kedua telapak tangan yang disatukan.

Para zaman Rasulullah SAW, zakat fitrah yang dikeluarkan berupa kurma, gandum, keju, dan anggur. Di Indonesia, sesuai dengan kesepakatan jumhur ulama, makanan pokok yang dikeluarkan untuk zakat fitrah berupa beras.

1. Gus Baha

Ulama asal Rembang, Jawa Timur ini memilih untuk membayar zakat fitrah menggunakan uang yang setara dengan lima kilogram beras.

Baca Juga: 5 Amalan di 10 Malam Terakhir Bulan Ramadhan Menurut Khalid Basalamah, Nomor 3 Terhalang Pandemi Covid-19

Gus Baha menjelaskan bagi mazhab Syafi’i, zakat fitrah yang dikeluarkan harus berupa beras. Namun menurut mazhab Hanafi dari Abu Hanifah, diperbolehkan zakat menggunakan dinar.

“Abu Hanifah mengalami pergantian zaman. Sekarang orang kalau mau kasih beras, lha ini terus yang untuk belanja mana? Inginnya belanja kok dikasih beras,” ujar ulama yang dikenal sebagai ahli tafsir dan diakui ulama lainnya sebagai orang yang memiliki pemahaman mendalam tentang Al Quran.

“Saya zakat selalu tiga kg, tidak pernah 2,5 kg. 2,5 kg itu pas-pasan. Makanya saya zakat pertama itu 3 kg, sekarang 5 kg tapi dalam bentuk uang,” ujarnya dalam salah satu ceramah sambil menekankan bahwa orang lebih butuh belanja daripada beras karena saat ini mereka sudah memiliki beras.

2. Quraish Shihab

Mantan Menteri agama ini menekankan bahwa semua yang lahir di dunia telah memiliki fitrah. Meskipun dia baru dilahirkan satu detik setelah adzan magrib berbuka puasa pada hari terakhir bulan Ramadhan.

“Setiap yang lahir, dilahirkan atas dasar fitrah. maka setiap yang lahir hendaknya dizakati dan berzakat,” ujar ulama lulusan Universitas Al Azhar ini.

Kewajiban ini datang bagi setiap manusia, meskipun bayi, anak, hingga orang dewasa. Bagi bayi dan anak-anak, yang wajib menzakati adalah tanggung jawab orang tua.

Seseorang juga menanggung zakat fitrah mereka yang bekerja padanya dan sehari-hari diberi makan olehnya. Zakat fitrah dapat diberikan hingga menjelang shalat Idul Fitri pada tanggal 1 bulan Syawal.

3. Abdul Somad

Ustad yang baru menikah ini menyatakan bila dirinya condong pada penggunaan berat zakat fitrah sebesar 3 kilogram beras.

“1 sha’ sama dengan empat mud. Satu mud sama dengan tujuh ons setengah. Maka 1 sha’ itu 3 kg,” ujarnya memberi alasan.

“Tapi saya tidak menyalahkan yang mengikuti ketentuan kemenag (Kementerian Agama) yang 2,5 kg. Yang 2,5 kg itu ijtihad ulama juga,” ujar ustad yang kondang dikenal sebagai UAS.

Dia memilih untuk menimbang sendiri zakat fitrah yang harus dikeluarkan berupa beras. Bila ternyata berlebih, kelebihannya itu ternilai sedekah.

“Saya pribadi dari dulu bayar 3 kg. Bungkus plastik, kasihkan, ini zakat fitrah saya,” ujarnya dalam salah satu ceramah.

4. Khalid Basalamah

Ustad kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan ini dengan tegas menolak membayar zakat fitrah menggunakan uang.

“Makanan pokok, jangan ganti dengan duit. Kecuali duit itu dikasih ke masjid, ke lembaga agar nanti dibelikan beras, makanan pokok, lalu dibagikan,” ujarnya.

“Karena fitrah itu jelas makanan pokok. Antum(anda) mau kasih uang, sedekah saja. Lain, fitrah itu makanan pokok, jadi jangan diganti,” ujarnya sambil menjelaskan batasan pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan selama bulan Ramadhan hingga sesaat sebelum shalat Idul Fitri pada 1 Syawal.

5. Syafiq Riza Basalamah

Penceramah bermarga Basalamah ini menjelaskan bahwa ada kekeliruan mengenai penimbangan zakat fitrah karena zakat fitrah sebenarnya bukan diukur melalui berat(kilogram), namun lebih kepada ukuran volume (liter).

“Di Indonesia ini 2,5 kg. Sejatinya sha itu bukan ukuran timbangan tapi ukuran liter. Dan ternyata MUI Jatim(Jawa Timur) sudah mengeluarkan fatwa, jadi anjuran ketika mengeluarkan zakatul fitr itu 3 kg yang harus diberikan kepada masyarakat,” ujar ustad yang memilih membayar zakat fitrah dengan makanan pokok.

6. Firanda Andirja

Penceramah yang pernah menjadi penceramah di Masjid Nabawi Madinah ini menekankan ukuran untuk pembayaran zakat fitrah adalah empat mud yang setara dengan satu sha’.

Ini merupakan ukuran volume atau isi dari ketika kedua telapak tangan disatukan, dan bahan makanan pokok memenuhi kedua telapak tangan tersebut.

“Ketika dikonversikan antara volume menjadi berat(kg), ini menjadi berubah berbeda-beda. Beda empat beginian (sambit meraupkan dua telapak tangan, mud) kismis, anggur yang sudah kering, beda dengan empat ginian beras, kurma dan gandum,” ujarnya menjelaskan mengapa volume dan isi makanan pokok dapat berbeda berat sesuai dengan jenis makanannya.

“Intinya, kalau antum mau hati-hati, bayar tiga kilogram. Karena ada rentang, ada yang bilang 2,4 kg, 2,8 kg, jadi supaya berhati-hati, ente bayar 3 kg saja, jadi aman,” ujarnya.

Ustad yang merupakan jebolan Universitas Madinah ini pun menjelaskan ada tiga mazhab yang menyatakan tidak sah membayar zakat fitrah menggunakan uang. Yaitu mazhab Syafi’i, Maliki dan Hambali.

“Harus dengan bahan makanan pokok yang ada di negeri tersebut. Apakah dengan kurma, gandum, jagung, beras, sesuai dengan bahan makanan pokok yang ada. Intinya merupakan bahan makanan yang bisa disimpan,” ujar Firanda Andirja.

Namun bagi mazhab Hanafi oleh Abu Hanifah, zakat fitrah boleh dikeluarkan menggunakan uang.

“Kalau ada yang berpendapat boleh dengan uang, tidak mengapa karena ini masalah khilafiyah. Karena misalnya sekarang orang butuh uang, bukan butuh beras,” ujarnya sambil mencontohkan bila sebuah kampung telah memiliki beras namun tidak punya lauk, maka zakat fitrah boleh diberikan dalam bentuk uang yang tujuannya memberikan makanan bagi mereka.

“Zakat fitrah diberikan untuk memberi makan orang tersebut, sehingga pada waktu lebaran mereka tidak kelaparan,” ujarnya.

Namun Firanda Andirja lebih condong pada kesepakatan jumhur ulama yang menyatakan tidak boleh membayar zakat fitrah selain dengan makanan pokok.

“Yang di maksud tidak boleh membayar zakat fitrah dengan uang adalah memberi langsung kepada fakir miskin dengan uang. Ini pendapat tiga mazhab, tidak sah,” ujarnya

Namun bila membayar zakat fitrah dengan uang melalui amil zakat atau badan zakat dengan tujuan mereka yang akan membelikan makanan pokok, tetap boleh dilakukan.

“Tetapi kalau kita bayar kepada amil zakat atau badan zakat dengan uang dengan tujuan mereka akan berikan zakat, ini tidak masalah dan ini tidak masalah karena fungsi mereka sebagai wakil. Untuk membelikan beras untuk kita pada hari H-nya,” ujar ustad berkaca mata ini.

7. Adi Hidayat

Ustad Adi Hidayat yang kerap dipanggil dengan UAH ini menegaskan untuk konversi makanan pokok sebagai zakat fitrah dapat dilakukan dengan beras. Tidak harus sama persis dengan Nabi Muhammad SAW yang menggunakan gandum, kurma, dan sebagainya.

“Nabi tidak pernah zakat pakai beras. Lalu apakah anda katakan yang zakat dengan beras adalah bid’ah? Tidak. Ini metodenya qiyas, karena nabi zakatnya pakai kurma atau gandum. Kurma dan gandum ini makanan pokok,” ujar UAH.

Bagi UAH, selama menggunakan makanan pokok yang dimiliki penduduk di suatu daerah, maka diperbolehkan.

“Jadi kalau satu penduduk, makanan pokoknya bukan kurma atau gandung, dia boleh berzakat menggunakan itu,” ujarnya.

Bagi ustad yang juga aktif menulis buku keislaman ini, zakat fitrah yang dikeluarkan seberat 2,5 kilogram atau 3,5 liter beras.

Jadi, manapun yang anda pilih, mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk beras atau uang atau menitipkan ke lembaga zakat, masing-masing ada pendapat ulama terdahulu yang telah diakui kesahihannya berdasarkan hadis. ***

Editor: Andreas Desca Budi Gunawan

Sumber: Youtube

Tags

Terkini

Terpopuler