1 Bulan Afghanistan Dikuasai Taliban, Ancaman Kriris Ekonomi, Kelaparan dan Kemausiaan

17 September 2021, 07:17 WIB
PBB mendesak para negara pendonor untuk warga Afghanistan mengubah janji menjadi kontribusi tunai secepat mungkin. /Pixabay/padrinan.

PORTAL JOGJA - Satu bulan setelah Afghanistan jatuh ke tangan Taliban, kriris ekonomi dan kemanusian menghantui negara itu.

Masyarakat internasional melalui lembaga donor mendesak agar jangan sampai terjadi krisis kemanusiaan yang lebih besar.

Hal itu dungkapkan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi.

"Situasi kemanusiaan di Afghanistan masih menyedihkan," kata Grandi dalam sebuah pernyataan setelah kunjungan tiga hari ke negara Asia Selatan itu.

"Jika layanan publik dan ekonomi runtuh, kita akan melihat penderitaan yang lebih besar, ketidakstabilan, dan perpindahan baik di dalam maupun di luar negeri," ujar dia dalam pernyataan yang dilansir Reuters.

Baca Juga: Taliban Bantah Wakil Perdana Menteri Mullah Baradar Tewas, Berikut Fakta dan Penjelasannya

Grandi menyerukan masyarakat internasional untuk terlibat dengan Afghanistan untuk mencegah krisis kemanusiaan yang jauh lebih besar. Tidak hanya memiliki implikasi regional tetapi juga global.

Menurut Grandi sebulan fghanista jatuh ke Taliban, lebih dari 18 juta warga Afghanistan atau sekitar setengah dari populasinya, membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Lebih dari 3,5 juta warga Afghanistan sudah mengungsi di negara lain. Kemiskinan dan kelaparan telah meningkat sejak Afghanistan jatuh ke Taliban.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada konferensi bantuan internasional pekan ini bahwa warga Afghanistan menghadapi "mungkin saat yang paling berbahaya".

Para donor pada konferensi tersebut menjanjikan lebih dari 1,1 miliar dolar AS (sekitar Rp15,7 triliun) untuk membantu Afghanistan.

Kekeringan dan kelaparan mendorong ribuan orang dari pedesaan ke kota-kota, dan Program Pangan Dunia PBB (WFP) khawatir persediaan pangan bisa habis pada akhir September, yang dapat mendorong hingga 14 juta orang mengalami kelaparan.

Baca Juga: Orang Minang Sumatera Barat Merantau, Ini Penjelasannya

Sementara bagi banyak warga Afghanistan, prioritas utamanya adalah kelangsungan hidup yang sederhana.

"Setiap warga Afghanistan, anak-anak, mereka semua lapar, mereka tidak punya sekantong tepung atau minyak goreng," kata seorang penduduk Kabul bernama Abdullah.

Antrean panjang masih terbentuk di luar bank-bank, di mana batas penarikan mingguan sebesar 200 dolar AS (sekitar Rp2,85 juta) telah diberlakukan untuk melindungi cadangan uang negara yang semakin menipis.

Pasar-pasar dadakan di mana para warga menjual barang-barang rumah tangga untuk mendapatkan uang tunai bermunculan di seluruh Kabul, meskipun pembeli kekurangan pasokan.

Lapangan pekerjaan langka dan banyak pekerja pemerintah tidak dibayar setidaknya sejak Juli.

"Keamanan cukup baik saat ini tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa," kata seorang tukang daging dari daerah Bibi Mahro di Kabul, yang menolak menyebutkan namanya.

"Setiap hari, keadaan menjadi lebih buruk bagi kami, lebih pahit. Ini adalah situasi yang sangat buruk," ujarnya.

Para pejabat mengatakan pemerintah sedang bekerja untuk membuat berbagai layanan dibuka dan berjalan kembali serta jalan-jalan kembali aman.

Baca Juga: Tips Praktis Gunakan Tisu Pembersih Wajah Berikut Penjelasan Keuntungan dan Kerugiannya

"Sebuah 'badai besar' akan datang akibat kemarau panjang, konflik, pelemahan ekonomi, yang diperparah oleh Covid," kata David Beasley, direktur pelaksana Badan Pangan Dunia PBB (WFP), di Doha, Qatar.

Beasley menyerukan komunitas internasional untuk menyumbang 200 juta dolar dalam bentuk bantuan makanan.

"Jumlah orang yang terancam kelaparan telah meningkat pesat menjadi 14 juta."

Uni Eropa mengatakan mereka berencana menambah bantuan hingga empat kali lipat bagi Afghanistan dan tengah menjajaki kerja sama dengan PBB dalam pengiriman dan pengawalan bantuan. ***

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler