Seputar Dissenting Opinion Tiga Hakim Konstitusi yang Minta Pemungutan Suara Ulang di Beberapa Daerah

23 April 2024, 13:08 WIB
Hakim Konstitusi Saldi Isra bertanya kepada empat menteri saat sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos untuk melakukan pendalaman lebih jauh oleh hakim konstitusi dalam sidang PHPU Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc. /GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO

PORTAL JOGJA - Dalam sidang pembacaan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 terdapat tiga hakim konstitusi mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan tersebut. Mereka berbeda pendapat dengan lima hakim konstitusi lainnya yang memutuskan menolak seluruh permohonan pemohon.

Adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat yang juga menyatakan bahwa setelah mencermati keterangan para pihak, fakta yang terungkap di persidangan, dan alat bukti maka seharusnya Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah.

"Demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah,” ucap Saldi Isra membacakan dissenting opinion di Gedung I MK RI, Jakarta pada Senin 23 April 2024, sebagaimana dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Seluruh Permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Saldi menyebut bahwa Pemohon beralasan menurut hukum sepanjang mengenai politisasi bantuan sosial (bansos) dan mobilisasi aparat, aparatur negara, atau penyelenggara negara. Disebutnya terdapat masalah dalam netralitas penjabat (Pj.) kepala daerah dan pengerahan kepala desa pada enam daerah.

Enam daerah yang dimaksud adalah Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Sehingga perlu dilaksanakan PSU di daerah-daerah tersebut.

Sementara itu, Enny Nurbaningsih menyatakan ada empat daerah yang terindikasi kuat ketidaknetralan pada Pj. kepala daerah, termasuk di dalamnya ketidaknetralan pejabat dan aparat negara yang belum ditindaklanjuti dengan optimal oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pihak berwenang, yakni Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.

Selanjutnya, Arief Hidayat menyoroti terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), politisasi penyaluran perlindungan sosial (perlinsos) dan bansos, serta pengarahan aparat pemerintahan dalam penyelenggaraan Pilpres 2024 di sejumlah daerah.

Baca Juga: Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ucapkan Selamat kepada Prabowo-Gibran

Seharusnya Mahkamah memerintahkan KPU RI untuk melaksanakan PSU di daerah pemilihan yang terindikasi kecurangan tersebut. Daerah yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

“Sehingga hal ini telah mencederai konstitusionalitas dan prinsip keadilan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,” demikian bunyi salah satu bagian dissenting opinion Arief seperti dikutip ANTARA dari salinan putusan yang diunduh dari laman resmi MK RI.

Mahfud Md: Dissenting Opinion ini, Pertama Kali dalam Sejarah Sengketa Pemilu

Calon Wakil Presiden RI nomor urut 3 Mahfud Md. /Narda Margaretha Sinambela

Mahfud Md yang merupakam calon wakil presiden nomor urut 3 yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa sepanjang sejarah sengketa pemilu 2004 hingga 20 di Indonesia, baru kali ini ada pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim konstitusi

“Dalam sepanjang sejarah, baru yang hari ini ada dissenting opinion,” kata Mahfud ditemui usai sidang pembacaan putusan PHPU Pilpres 2024 di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jakarta pada Senin 22 April 2024.

Baca Juga: 96 Juta Suara Pemilih Prabowo-Gibran akan Jadi Pertimbangan Hakim MK Putuskan Perkara PHPU Pilpres 2024

Mantan Menkopolhukam ini menyatakan dalam kode etik hakim mengatur apabila perkara yang menyangkut jabatan orang agar tidak sampai memunculkan dissenting opinion atau pendapat beda. Tujuannnya supaya terlihat kekompakan antar para hakim sekaligus menampilkan bahwa tak terjadi masalah.

Jadi apabila ada yang tidak setuju, maka harus dikompakkkan terlebih dahulu. Namun ia menilai untuk sengketa Pemilu kali ini ini pendapat ketiga hakim Mahkamah itu tak dapat disatukan dengan pedapat lima hakim lainnya. Dan hal ini tak masalah.

"Kalau ada yang tidak setuju, itu dikompakkan dulu. Tapi rupanya ini tidak bisa disatukan, sehingga terpaksa dissenting opinion," ucap mantan Ketua MK periode 2008-2013.

TKN Prabowo-Gibran Hormati Pendapat Berbeda Tiga Hakim Mahkamah

Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid

Terkait adanya pendapat berbeda dari Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat dalam sidang pembacaan putusan perkara PHPU Pilpres 2024, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menyatakan menghormati hal tersebut.

Baca Juga: Pasangan Prabowo Gibran akan Hadiri Penetapan Pemenang Pilpres 2024 di KPU

"Dissenting opinion itu adalah hak yang melekat dalam diri hakim konstitusi. Jadi kita hormati," kata ekretaris TKN Nusron wahid dalam konferensi pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran di Kartanegara VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin kemarin.

Menurutnya, pendapat berbeda ini merupakan opini atau sudut pandang hakim. Opini tersebut juga takakan bisa mengubah putusan utama MK yang menolak semua permohonan pihak pasangan 01 dan 03. Selain itu, hal tersebut tak bisa ditindaklanjuti sebagai norma yang menjadi dasar untuk membuat sebuah keputusan baru ataupun undang-undang.

"Jadi dissenting opinion tidak mungkin kita tindak lanjuti menjadi sebuah keputusan norma," ucap Nusron.

Baca Juga: Jelang Putusan PHPU Pilpres 2024, Hasil Survei Tunjukkan Kepercayaan Publik terhadap MK Mulai Pulih

Yang terpenting, adalah Mahkamah Konstitusi telah berkeputusan yang berkekuatan hukum bahwa tidak terdapat pelanggaran yang dilakukan Prabowo-Gibran dalam kontestasi Pilpres 2024.***

Editor: Siti Baruni

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler