Pengakuan Edhy Prabowo Soal Ancaman Hukuman Mati Hingga Pinjam Kartu Kredit untuk Belanja di Luar Negeri

23 Februari 2021, 12:46 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 3 Februari 2021. Edhy Prabowo diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.* /ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso /Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalan//ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

PORTAL JOGJA - Tersangka kasus suap izin ekspor benih lobster, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) memberikan pengakuan siap bertanggungjawab dan dihukum mati jika terbukti bersalah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini masih menyelesaikan berkas pemeriksaan kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan tersangka Edhy Prabowo.

Baca Juga: 10 Manfaat Teh Melati, dari Melawan Baketri Hingga Mencegah Kanker

"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya. Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan," katanya di Gedung KPK, Jakarta, Senin 22 Februari 2021.

Ia mengatakan setiap kebijakan yang diambilnya salah satunya soal perizinan ekspor benur semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat.

Baca Juga: Cara Mudah Daftar dan Isi Formulir Pendaftaran Vaksin Bagi Lansia Beserta Linknya, Cek Disini!

"Saya tidak bicara lebih baik atau tidak. Saya ingin menyempurnakan, intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat akhirnya saya di penjara itu sudah risiko bagi saya," kata Edhy.

Edhy pun lantas mencontohkan soal kebijakan yang dikeluarkannya terkait perizinan kapal.

"Anda liat izin kapal yang saya kekuarkan ada 4 ribu izin dalam waktu 1 tahun saya menjabat. Bandingkan yang sebelum yang tadinya izin sampai 14 hari saya bikin hanya 1 jam, banyak izin-izin lain," kata Edhy.

Baca Juga: 10 Manfaat Buah Kelengkeng Yang Luar Biasa untuk Tubuh Manusia

Dalam pemeriksaan oleh KPK, Edhy Prabowo mengakui meminjam kartu kredit Plt Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Zaini Hanafi untuk berbelanja barang mewah bersama istrinya, yakni Iis Rosita Dewi di Hawaii, AS.

"Pada saat di sana, ATM itu kan tidak bisa dipakai. Jadi saya pinjam dong, memang salah? itu pun tidak memaksa. Dia sendiri waktu saya pinjem kan ATM-nya tidak bisa, besoknya baru bisa, ditawarkan. Ok saya pinjam, terus kenapa?," kata Edhy.

Edhy pun mengaku masih memiliki utang kepada Zaini Hanafi atas barang-barang yang telah dibelinya tersebut.

Baca Juga: Waspada! Daerah Kebumen dan Purworejo Berpotensi Hujan Lebat Disertai Petir dan Angin Kencang

"Kan belum ditagih, ada juga yang sudah bayar dan saya akan cicil. Tetap akan saya bayar, namanya utang kan saya di sini bagaimana keluar saja tidak bisa, telepon saja tidak bisa, bagaimana? saya dengar berita saja dari anda," katanya.

Perlu diketahui soal pinjam kartu kredit oleh Edhy tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (17/2).

"Keesokan paginya Bu Iis dan Pak Edhy pinjam kartu kredit untuk membeli tas Hermes seingat saya harganya 2.600 dolar AS, parfum Hermes 300 dolar AS, syal dan bros Hermes harganya seingat saya 2.200 dolar AS, kemudian sepatu Channel 9.100 dolar AS," kata Zaini Hanafi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/2).

Baca Juga: Biden Hormati 500 Ribu Warga AS Yang Meningal Karena Covid-19 Dalam Momen Hening

Zaini menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy.

Saat itu, Zaini Hanafi melakukan perjalanan dinas ke Amerika Serikat pada 17-24 November 2020 bersama dengan Edhy, Iis Rosita, dan rombongan lainnya.

Baca Juga: Di Segmen Megathrust Enggano, BMKG Bengkulu Catat Ada 95 Kali Gempa Selama 2021

KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Sedangkan tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.***

 

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler