Surga Kolang-Kaling di Lereng Gunung Menoreh Magelang

- 4 April 2023, 04:24 WIB
 Perajin kolang-kaling di Dusun Sigabug, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Perajin kolang-kaling di Dusun Sigabug, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. /magelangkab.go.id /

PORTAL JOGJA- Kolang-kaling identik dengan kolak, minuman manis campuran gula dan santan yang biasa dikonsumsi saat berbuka di bulan Ramadan.

Surga penghasil kolang-kaling di Kabupaten Magelang berada di wilayah Lereng Gunung Menoreh, tepatnya di Dusun Sigabug, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, atau berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo DIY.

Untuk mencapai wilayah ini harus dengan perjuangan yang cukup berat karena berada di ketinggian hampir 900 mdpl. Jalanan menanjak dan cukup terjal, bahkan di beberapa bagian harus melewati jalanan berbatu.

Di sini, ada sekitar 11 dari 25 kepala keluarga yang menjadi perajin kolang kaling. Selain banyak pohonnya, perajin juga mengambil bahan dasarnya dari Kulonprogo dengan cara 'menebas'.

Baca Juga: Pesantren Sidogiri: Pondok Pesantren Tertua di Indonesia 

Mereka mencarinya di wilayah Kecamatan Samigaluh Kulonprogo. Salah satunya Widiasmoro. Ia sudah puluhan tahun menjadi perajin kolang kaling. Hasil olahannya ia jual ke Pasar Dekso Kalibawang Kulonprogo. Namun, ada juga juga pedagang dari Borobudur yang mengambil dan dijual lagi di pasar tersebut.

Rata-rata, mengolah kolang-kaling dilakukan bersama dengan keluarga atau bisa dikatakan menjadi industri rumah tangga (home industry). Biasanya yang laki-laki mencari kolang-kaling kemudian memotong-motong dari batangnya, kemudian istri dan anak-anaknya membantu merebus, mengupas hingga merendam sampai layak untuk dijual.

Perajin lainnya, Trimakno juga mengolah kolang-kaling di rumahnya bersama dengan istri. Ia mengaku dalam satu hari bisa memproduksi sekitar 10 kg kolang kaling bersih. Usaha ini juga sudah ditekuni sejak lama. Permintaan pernah menurun ketika Ramadan di tengah pandemi Covid-19 tahun lalu.

“Biasanya sudah banyak yang memesan, namun puasa kali ini agak berkurang," katanya.

Meski demikian, ia tetap tidak berputus asa. Memanfaatkan gadget, ia menawarkan kolang-kaling secara online melalui grup-grup Whatsapp. Para pemesan biasanya berasal dari Borobudur, Godean Sleman dan Gunungkidul. Sekali pesan ada yang sampai 20-50 kg.

"Cukup terbantu dengan penjualan secara online," ujarnya.

 Di bulan puasa ini, harga jual juga mengalami kenaikan dibanding hari biasa. Saat ini per kilogram dijual mencapai Rp10 ribu/kg. Sedangkan di hari biasa hanya Rp5.000 sampai Rp6.000 saja.

Baca Juga: Baru 32 Tahun, Ini Profil Menpora Dito Ariotedjo

Untuk memproses menjadi kolang-kaling, dibutuhkan waktu cukup lama. Setelah kolang-kaling dipetik dari pohon, kemudian dipangkai dari batang. Lalu dibiarkan dahulu selama satu hari atau lebih untuk menghilangkan getahnya. Sebab getah ini bila terkena kulit anggota badan bisa menyebabkan gatal.

Setelah itu baru direbus bersama dengan kulitnya selama 1 jam. Kemudian ditiriskan dan dikupas satu per satu. Untuk mengupas harus menggunakan pisau yang tajam. Satu buahnya bisa berisi dua sampai tiga kolang kaling.

Hasil kupasan kemudian direndam dengan air bersih sekaligus untuk menghilangkan mata yang ada di kolang kaling. Proses ini dilakukan hingga berkali-kali sampai menjadi kolang-kaling yang bersih dan siap untuk dijual.***

Editor: Chandra Adi N

Sumber: Magelangkab.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x