Memaknai Falsafah Jawa ‘Memayu Hayuning Bawono’ di Desa Bendosari Sukoharjo

14 Maret 2023, 05:19 WIB
Daun dan buah pohon bendo. /Foto: alamendah.org /

PORTAL JOGJA - Desa Bendosari di waktu senja masih memancarkan hamparan permadani hijau yang menyejukan pandangan. Desa Bendosari salah satu desa di wilayah Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Kendati nama desa dan kecamatan sama, tapi lokasi kantor kecamatannya terletak di Desa Mulur.

Nama Bendosari dipakai nama oleh tiga wilayah vertikal sekaligus, kampung. desa dan kecamatan. Apakah dulu kantor kecamatan berada di Desa Bendosari? Apabila tidak tapi mengapa mengambil nama Bendosari?

Faktor toponimi dan afirmasi namalah yang menjadikan Bendosari dipakai nama kecamatan. Bendosari berakar dua kata, bendo dan sari. Bendo merupakan nama tumbuhan kerabat dari pohon nangka yang bersuku moraceae. Pohon bendo bisa mencapai tinggi 45 meter dengan diameter 90 cm.

Baca Juga: Film Everything Everywhere All at Once, Film Terbaik Oscar 2023 

Tumbuhan bendo dikenal sebagai tumbuhan obat. Bijinya bisa dijadikan minyak rambut. Kulit kayunya bisa sebagai kontrasepsi untuk wanita dan jika direbus dapat mengobati sakit perut dan disentri.

Sementara daun mudanya dapat dimanfaatkan untuk pengobatan tuberkulosis. Hal tersebut dikarenakan mengandung flavonoid yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antiradang, antivirus, dan antikanker.

Sementara kata sari sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti utama atau hal penting. Menunjukkan Bendosari bermakna pohon bendo sebagai hal utama. Dimaknai lebih luas lagi bahwa keberadaan pohon tersebut menjadi hal utama dalam kehidupan. Pohon memang menjadi sahabat manusia. Bagian dari harmoni kehidupan, tapi sayang banyak manusia yang tidak bersahabat dengan pohon.

Tuhan menciptakan alam dengan segala keseimbangannya. Dalan konsep vibrasi dikenal sebagai keseimbangan semesta. Bila satu saja tidak seimbang akan menimbulkan mudharat atau jika diakumulasi akan menjadi sebuah bencana.

Maka manusia harus menjaga keseimbangan alam dengan tidak boleh egois merusak alam hanya untuk kepentingan apalagi keserakahan. Pasti alam akan marah dengan berbagai amukan bencana yang disebabkan oleh alam.

Menjaga keseimbangan alam, tidak hanya perintah Tuhan, tapi juga bagian pesan bijak dari memayu hayuning bawono yang artinya memperindah keindahan dunia. Falsafah Jawa tersebut tidak hanya ruang lingkungan tetapi juga ruang budaya dan sekaligus spiritual.

Baca Juga: Teater ‘Tapak Tilas Tanah Basah’ Upaya Menyuarakan Kerusakan Lingkungan di Rancaekek

Budaya orang Jawa itu ramah lingkungan dan menjaga harmoni alam. Para nenek moyang Jawa dahulu kerap melekatkan sakralisasi untuk menjaga alam yang merupakan bagian dari budaya maupun harmoni alam. Memayu hayuning bawono juga mengandung ruang spiritual agar manusia selalu mengedepankan kepribadian luhur.

Idiom memayu hayuning bawono kerap disambung dengan ambrasta dur hangkara. Arti dan makna keseluruhan adalah manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan, dan memberangus sifat angkara murka dari serakah dan tamak.

Dari Desa Bendosari dapat dipetik sebuah pelajaran berharga bahwa memayu hayuning bawono tidak hanya semata menjaga keindahan alam. Tetapi juga menghadirkan budaya luhur yang adiluhung terwujud pada perilaku mulia dan tidak lupa menjaga sisi spiritualisme manusia.

Manusia adalah makhlukNya yang senantiasa memahami dan melaksanakan apa perintahNya. Maka dengan sendirinya kehidupan akan berjalan harmonis tata titi tentrem kerta raharja.***

 

Editor: Chandra Adi N

Sumber: uns.ac.id

Tags

Terkini

Terpopuler