Kekeringan dan badai pasir yang menghancurkan panen benar-benar menyebabkan anak-anak yang berusia di bawah lima tahun terancam mengalami malnutrisi yang mengkhawatirkan.
“Mereka berada di ambang kelaparan. Ini adalah gambar yang sudah lama tidak saya lihat di seluruh dunia,” ujar Daoudi yang berada di Antananarivo, ibukota Madagaskar.
“Kelaparan membayangi Madagaskar selatan karena masyarakat menyaksikan hampir hilangnya sumber makanan secara total yang telah menciptakan keadaan darurat nutrisi yang parah,” kata Daoudi.
Madagaskar adalah salah satu negara termiskin di Afrika. Kurangnya layanan dasar, mulai dari kesehatan dan pendidikan hingga kesempatan kerja, serta kemiskinan dan perubahan iklim, telah menyebabkan masa depan 26 juta penduduknya terancam. Apalagi setelah bencana alam melanda.
Menurut WFP dalam lima tahun terakhir angka panen yang di harapkan hanya dapat terpenuhi 40 persen
WFP mengatakan panen diharapkan hanya mencapai 40 persen, di bawah rata-rata panen selama lima tahun belakangan.
Malnutrisi pada balita meningkat hampir dua kali lipat menjadi 16 persen, dari sembilan persen dalam empat bulan, dari Desember 2020 hingga Maret 2021.
Selama lima tahun belakangan Madagaskar yang lebih memiliki kedekatan dengan masyarakat di benua Asia daripada benua Afrika ini dilanda kekeringan.
Hujan yang datang terlambat ditambah badai pasir yang menerjang membuat kondisi negara ini semakin susah.
Beberapa daerah melaporkan bahwa satu dari empat balita menderita kekurangan gizi akut.