Salah satu kasus paling terkenal dari digunakannya Facebook sebagai platform untuk menebar kebencian adalah penyiaran langsung penembakan massal di tempat ibadah Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 50 orang pada Maret 2019.
Menurut data Komisi Eropa 2019, raksasa internet, seperti Facebook, memiliki kecepatan lebih dari dua kali lipat dalam menanggapi ujaran kebencian secara online. Kegagalan untuk menindak ancaman pembenci lebih cepat dari yang telah dilakukan menimbulkan pertanyaan.
Akhirnya pada Juli 2020 Facebook menerbitkan hasil audit hak-hak sipil untuk memeriksa ujaran kebencian di jejaring sosial, termasuk bias dan kekerasan yang ditujukan pada Muslim.
“Para pendukung hak sipil telah menyatakan kekhawatirannya, bahwa Muslim merasa dikepung di Facebook,” ujar salah satu auditor luar tersebut.***