BPPTKG Siapkan 2 Skenario Jika Gunung Merapi Erupsi, Aktivitas Seismik Meningkat, Guguran 19 Kali

14 November 2020, 06:55 WIB
Aktivitas guguran kecil material Gunung Merapi terlihat di Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat 6 November 2020. Berdasarkan data laporan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) per enam jam pada pukul 06.00-12.00 WIB tercatat aktivitas kegempaan guguran sebanyak 10 dan amplitudo 6-30 mm dengan durasi 19,5-86,12 detik. /Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/pras./

PORTAL JOGJA - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) terus meakukan pemanttauan Gunung merapi yang saat ininaik status siaga dari waspada. Status Merapi naik siaga sejak hari Kamis tanggal 5 November 2020 pukul 12.00 WIB.

BPPTKG terus melakukan pemantauan melalui semua pos pengamatan maupun di kantor BPPTKG sebagai pengendali utama.

Aktivitas seismik yang terpantau saat ini sudah melampaui aktivitas menjelang munculnya kubah lava pada erupsi 2006, tetapi masih lebih rendah dibandingkan aktivitas seismik saat erupsi 2010.

Oleh karena itu BPPTKG menyusun dua skenario erupsi. Sebab indikator yang ditunjukkan saat ini sudah melampaui kondisi siaga pada 2006.

Baca Juga: Selangkah Lagi Joan Mir Akan Mencatatkan Sejarah Untuk Suzuki

Baca Juga: Takaaki Nakagami Catat Waktu Terbaik di FP1 MotoGP Seri Valencia

"Skenario terjadi ekstrusi magma dengan cepat dan skenario erupsi eksplosif," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida.

Ekstrusi magma lanjut dia, adalah proses letusan gunung api dimana magma dapat keluar dari dalam bumi diakibatkan adanya celah, retakan, atau lubang yang mengarah ke permukaan bumi.

Sedangkan erupsi eksplosif adalah letusan dimana proses keluarnya magma ke permukaan dengan ledakan akibat tekanan gas yang sangat kuat.

Menurut Kepala BPPTKG Hanik Humaida dengan aktivitas seismik yang sudah melampaui kondisi yang terukur saat erupsi 2006, maka jenis erupsi yang dimungkinkan terjadi akan bersifat eksplosif.

Namun demikian, lanjut dia, jika terjadi erupsi eksplosif maka tidak akan sebesar erupsi 2010, karena tidak terjadi tekanan berlebihan di dapur magma, migrasi magma berjalan pelan, peningkatan kegempaan dan erupsi menyerupai erupsi pada 2006 yang bersifat efusif, dan banyak terjadi hembusan yang menandakan pelepasan gas.

Baca Juga: 26 Pemain Timnas U-16 Ikuti TC. Bersiap Untuk Laga AFC U-16 Awal 2021

Baca Juga: Pelatih Timnas U-19 Panggil 38 Pemain Ikuti TC di Jakarta

Letusan efusif adalah letusan yang menghasilkan magma yang relatif encer, sedikit gas, dan dicirikan dengan pembentukan kubah lava di awal erupsi.

Berdasarkan pusat terjadinya kegempaan, maka saat ini magma berada dengan jarak sekitar 1,5 kilometer dari puncak. Pergerakan magma tersebut juga menjadi faktor penyebab terjadinya guguran material sisa letusan yang berada di puncak gunung.

Seperti dikutip dari ANTARA, Kamis (12/11/2020) hingga saat ini, guguran lebih banyak terjadi di sisi barat dan barat laut.

"Namun bukan berarti letusan akan mengarah ke sana. Pada 2006 saja, terjadi perubahan morfologi di sisi barat tetapi awan panas meluncur ke selatan," katanya yang menyebut hingga saat ini belum muncul kubah lava baru.

Berdasarkan laporan BPPTKG mencatat sebanyak 19 kali gempa guguran yang terjadi hari Jumat 13 November 2020.

Baca Juga: Pemerintah Perpanjang BST Hingga 2021. Klik Website DTKS Untuk Cek Nama Anda

Gempa guguran terjadi pada dinihari. Status Gunung Merapi masih siaga (level III). Selain itu, puncak Merapi dari pos pengamatan teramati intensitas sedang hingga tebal dan tinggi 75 meter .

Laporan resmi BPPTKG hari ini, Jumat 13 November 2020 dari pukul 00.00-06.00 WIB melalui keterangan resminya di Yogyakarta mengatakan 19 gempa guguran itu memiliki amplitudo 5-80 mm dan berlangsung selama 13.6-62.2 detik.

***

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler