Pakar UGM: Belum Ditemukan Antivirus Covid-19, Terapi Masih Gunakan Drug Repurposing, Apa Itu?

7 April 2021, 06:29 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19. Stok vaksin menipis sehingga pemerintah prioritaskan lansia. /Prasetyo bagus /Pixabay

PORTAL JOGJA - Upaya pencegahan terhadap penuluran virus covid-19 terus dilakukan. Berbagai riset dilakukan untuk menemukan obat antivirus Covid-19 oleh ilmuwan dan peneliti di berbagai belahan dunia.

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Apt., Djoko Wahyono, SU., menyampaikan bahwa hingga kini belum ada obat antivirus spesifik yang terbukti efektif dan secara resmi direkomendasikan untuk virus Covid-19.

Sebagian besar obat yang digunakan dalam uji klinik Covid-19 merupakan drug repurposing atau memakai obat yang sudah ada untuk indikasi lain sebagai terapi Covid-19.

Baca Juga: Samin Tan Buronan KPK Tertangkap Saat Minum Kopi di Jakarta, DPO Lainnya Masih Dikejar

Baca Juga: Wajib Tahu! Ternyata 6 Kebiasaan Berikut ini Tanpa Disadari Bisa Buat Anda Sakit Diabetes

“Lebih dari 600-an uji klinik di seluruh dunia saat ini dilakukan dengan berbagai obat yang sebagian besar adalah drug repurposing,” jelasnya dalam webinar Purna Tugas “Deteksi Molekuler Virus dan Pengembangan serta Uji Klinik Obat Antivirus Dalam Memutus Penyebaran Covid-19, Selasa 6 April 2021

Ia menyampaikan saat ini belum ada obat antivirus Covid-19 baru yang telah mendapat persetujuan dari badan otoritas obat negara, termasuk BPOM Indonesia. Obat yang digunakan dalam terapi Covid-19 menggunakan obat yang telah ada denga Emergency Use Authorization (EUA) mempertimbangkan kondisi darurat dan belum ada obat yang tersedia.

Baca Juga: BMKG Sebut Siklon Tropis Seroja Bergerak Menjauh, Cuaca Diprediksi Akan Segera Membaik

Baca Juga: Ini Dia 6 Alasan Kenapa Marah-Marah Itu Buruk dan Bisa Sebabkan Penyakit di Tubuh Anda

Beberapa obat yang telah ada sebelumnya dan digunakan dalam terapi Covid-19 antara lain chloroquine/hydroxychloroquine, lopinavir/ritonavir, ribavirin, oseltamivir, umifenovir, remdesivir, serta favipavir (avigan).

“Keuntungan pemakaian drug repurposing adalah mempercepat penemuan obat karena bisa langsung dilakukan uji klinik fase III karena aspek kemanan sudah diketahui,”urainya.

Uji klinik dikatakan Djoko menjadi tahap penting sebagai pembuktian manfaat pada manusia. Selain itu harus dilakukan sesuai dengan good clinical practice untuk menjamin bahwa data dan hasil yang dilaporkan akurat dan terpercaya. Selain itu juga memberi jaminan hak integritas dan kerahasiaan subjek uji klinis dilindungi.

Baca Juga: ‘Ratu Ganja’ Schapelle Corby Mantan Narapidana Kasus Narkoba di Bali Ini akan Tampil di Acara TV Australia

Sementara Pakar Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Apt. Kuswandi,SU., M.Phil., menyampaikan paparan terkait poetnsi tanaman sebagai sumber pengembangan sisntesis obat antivirus. Ia mengatakan jika Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang cukup berlimbah. Bahkan menjadi negara dengan biodiversitas terbesar kedua dunia setelah Brazil.

“Indonesia kaya raya akan kekayaan alam, ada 940 spesies tanaman obat di hutan kita,” jelasnya.

Meskipun memiliki banyak spesies tanaman obat, dikatakan Kuswandi hingga saat ini Indonesia masih mendatangkan bahan baku obat dengan impor dari negara lain. Sementara potensi yang dimiliki cukup besar sehingga peluang pengembangan obat dengan memkai bahan baku tanaman lokal sangat terbuka lebar.

Baca Juga: Dugaan Bias Rasial Ditujukan Terhadap Suku Maori di Selandia Baru Terkait Pelanggaran Pembatasan Covid-19

Dalam acara itu turut mengundang Epidemiolog UGM, dr. Riris Andono Ahmad, MD., MPH., Ph.D. Ia menyampaikan penularan Covid-19 terus terjadi karena populasi belum memiliki kekebalan. Selain itu mobilitas tinggi semakin meningkatkan penularan Covid-19.

Riris menyampaikan saat ini pemerintah menerapkan strategi pengendalian Covid-19 antara lain melalui penerapan 3 M, 3T, PSBB, serta vaksinasi. Terkait vaksinasi ini ia menyebutkan jika vaksin merupakan teknologi yang potensial untuk menurunkan angka penularan Covid-19.

“Vaksin ini tidak lantas menghentikan pandemi, tetapi vaksin sangat efektif untuk menurunkan jumlah kasus baru, angka kesakitan, dan angka kematian,” terangnya.***

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: Humas UGM

Tags

Terkini

Terpopuler