MUI Sebut Haramkan Salam Lintas Agama, Begini Tanggapan Sejumlah Pihak

- 1 Juni 2024, 20:08 WIB
Ijtima Ulama Keluarkan Putusan tentang Salam Lintas Agama
Ijtima Ulama Keluarkan Putusan tentang Salam Lintas Agama /Foto : MUI

PORTAL JOGJA - Salam lintas agama yang sudah jamak diperdengarkan dalam acara pemerintahan maupun non pemerintahan kembali disorot. Kali ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa ucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.

"Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," ucap Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan di Jakarta pada Kamis, 30 Mei 2024 sebagaimana dikutip dari ANTARA.

Penggunaan salam ini menjadi salah satu pembahasan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII di Provinsi Bangka Belitung pada 28 sampai 31 Mei 2024. Salam lintas agama ini dipermasalahkan, karena menurut MUI pengucapan salam itu dalam Islam merupakan doa yang bersifat ubudiah (bersifat peribadatan).

"Karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain," ujarnya.

Baca Juga: Tokoh Agama Kristiani dan MUI Bicara Toleransi pada Momen Kenaikan Yesus Kristus

Niam menyebut pengucapan salam, dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan atau moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.

Namun majelis yang menjadi musyawarah para ulama di Indonesia ini, juga menyampaikan solusi dari salam pengucapan tersebut. Dalam acara yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu’alaikum, salam nasional, atau salam lainnya, yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.

Ketua MUI Bidang Fatwa ini juga menerangkan bahwasannya Islam menghormati pemeluk agama lain dan menjamin kebebasan umat beragama dalam menjalankan ajaran agama, sesuai dengan keyakinannya. Namun prinsip toleransi sesuai dengan tuntunan Al-Quran pada ayat “lakum dinukum wa liyadin” (untukmu agamamu dan untukku agamaku).

"Dalam masalah muamalah, perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk terus menjalin kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara harmonis, rukun, dan damai," ujarnya kembali.

Halaman:

Editor: Siti Baruni

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah