Tradisi Nyadran, Warisan Budaya Masyarakat Jawa yang Masih Lestari

- 15 Februari 2024, 15:28 WIB
Ilustrasi ruwahan.
Ilustrasi ruwahan. /dok Kalurahan Purwosari/Instagram @kalurahan_purwosari.kp

PORTAL JOGJA – Menjelang bulan Ramadhan, masyakarat Jawa sering melaksanakan nyadran. Biasanya nyadran dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam dan mendoakan para leluhur maupun keluarga dan kerabat yang telah meninggal dunia.

Dikutip dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, nyadran berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha”yang artinya keyakinan.

Nyadran dikenal juga dengan nama Ruwahan, karena dilakukan pada bulan Ruwah (nama bulan dalam kalender Jawa sebelum Pasa atau bulan Ramadhan).

Baca Juga: Prakiraan Cuaca DIY Hari Ini, Akan Berawan dan Cerah Berawan

Tradisi Nyadran biasanya berupa rangkaian dari beberapa kegiatan, yaitu :

  • Besik. Besik merupakan kegiatan reresik atau pembersihan makam, baik makam keluarga maupun makam desa. Biasanya, kegiatan ini dilakukan bersama-sama atau gotong royong antara ahli waris yang dimakamkan di makam tersebut bersama warga setempat.
  • Kenduri. Proses kenduri nyadran sendiri berbeda-beda di tiap wilayah. Ada yang didahului dengan arak-arakan peserta nyadran dengan membawa uborampe (kelengkapan) nyadran berupa makanan, dilanjutkan dengan berdoa bersama.
  • Umbul doa, biasanya dipimpin oleh pemangku adat atau sering juga disebut kaum, untuk mendoakan roh para leluhur atau keluarga yang sudah meninggal.

Baca Juga: Komeng Melesat! Hingga Pagi ini Kantongi 180.817 Suara, Jihan Fahira 77.312 Suara

  • Kembul bujono atau makan bersama. Pada awalnya uborampe dalam nyadran berupa makanan yang terdiri dari ingkung ayam, sambal goreng ati dan lauk pauk lainnya. Di sebagian masyarakat, kembul bujono ini dilakukan dengan cara tukar menukar makanan yang dibawa dengan warga yang lain.

Pada perkembangannya, tradisi nyadran mengalami beberapa pergeseran. Uborampe berupa makanan tidak harus dibawa oleh masing-masing keluarga atau ahli waris, namun disiapkan secara kolektif dan dibagi secara merata.

Setelah rangkaian acara nyadran bersama-sama, biasa tiap-tiap keluarga akan melanjutkan dengan kegiatan nyekar atau ziarah ke makam keluarga atau kerabat dengan tabur bunga (nyekar).

Baca Juga: Sinopsis Film Eraser, Kisah Agen Rahasisa Melindungi Saksi Penting

Tradisi Nyadran saat ini sudah menjadi salah satu warisan budaya takbenda Indonesia yang telah di tetapkan tahun 2013, dan masuk dalam domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-perayaan jika mengacu pada konvensi UNESCO Tahun 2003 Convention for the safeguarding of Intangible Cultural Heritage, yang telah disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007. ***

Editor: Siti Baruni

Sumber: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x