Menelisik Pondok Pesantren Tertua di Sebelah Barat Panggung Krapyak Yogyakarta

- 27 Maret 2023, 03:19 WIB
Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta di tahun 70-an.
Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta di tahun 70-an. /almunawwir.com /

PORTAL JOGJA- Sepulang belajar di Mekkah selama 21 tahun, KH. Munawwir yang tinggal di Kampung Kauman atau di belakang Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, pada 1910 membuka pengajian umum di rumahnya.

Kian hari santri terus bertambah dan tak mampu lagi menampung. Maka dipindahkannya tempat pengajian itu ke Pedukuhan Krapyak Kulon. Akhirnya berkembang menjadi sebuah pesantren yang dinamakan Pondok Pesantren Krapyak.

Daerah Krapyak sebelum menjadi pedukuhan dikenal dengan daerah yang cukup rawan. Daerah belantara yang penuh dengan semak-semak dan hewan buas. Sehingga tak heran terdapat bangunan tinggi yang dikenal dengan nama Panggung Krapyak sebagai tempat Sultan Yogyakarta berburu hewan.

Baca Juga: Timnas Indonesia Sukses Tekuk Burundi 3-1 di FIFA MatchDay

Selain itu, masyarakatnya juga masih sedikit yang memeluk dan melaksanakan Agama Islam atau kebanyakan mereka adalah kaum abangan.

Namun, dengan berdirinya pesantren dan terdengarnya suara alunan ayat- ayat suci al-Qur’an setiap hari, seakan mengajak orang-orang disekitarnya untuk menuju ke arah jalan yang terang dan lurus.

Oleh karena itu, KH Muhammad Munawwir terus berusaha mengembangkan lembaga pendidikan pesantren yang tengah dirintisnya.

Pada 1976 nama Pondok Pesantren Krapyak ditambah Al-Munawwir, sehingga lengkapnya adalah Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Penambahan nama ini bertujuan untuk mengenang pendirinya yaitu KH. Muhammad Munawwir.

Awal dibukanya pesantren pada 15 November 1911 ini menekankan pengajaran al-Quran, baik secara binnadhor dengan membaca langsung, bil ghoib, hafalan. Kemudian dari pelajaran bilghoib ini dilanjutkan dengan pelajaran qiraat sab'ah atau tujuh macam bacaan al-Qur’an.

KH. Muhammad Munawwir bin Abdullah Rosyad adalah seorang figur yang ahli al- Qur'an pada saat itu. Maka sesuai dengan keahliannya, pondoknya tersebut bercirikan al-Qur'an, dikarenakan pendidikan dan pengajarannya difokuskan pada al-Qur'an. Sehingga lembaga pendidikan keagamaan Islam inipun dikenal dengan Ribathul Qur’an.

Melengkapi pelajaran al-Qur'an, diberikan pula pelajaran berbagai kitab fiqh, tafsir, dan kitab-kitab agama lainnya.

Materi dan metode pendidikan dan pengajaran al-Quran pada masa itu, langsung diasuh oleh KH Muhammad Munawwir. Materi yang disampaikan kepada santri ada dua jenis, yaitu santri yang mengaji Al-Quran dengan cara membaca mushaf disebut bin nadzor dan santri yang mengaji dengan menghafalkan mushaf disebut bil ghoib.

Dalam pengajarannya, KH Muhammad Munawwir memakai metode mushafahah, yaitu santri membaca al-Quran satu persatu di hadapan beliau, dan jika terjadi kesalahan membaca beliau langsung membenarkannya, kemudian santri langsung mengikuti. Jadi, diantara keduanya saling menyaksikan secara langsung.

Setelah KH. Muhammad Munawwir wafat pada 6 Juli 1942, kepemimpinan pesantren dipegang oleh Tiga Serangkai, yaitu KH. Abdullah Affandi, KH. Abdul Qadir (keduanya putra KH. Munawwir) dan KH. Ali Ma’shum (menantu KH. Munawwir, putra KH. Maksum Lasem, Rembang).

Tiga serangkai inilah yang kemudian mengembangkan Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta dengan pembagian tugas, yaitu KH. Abdullah Affandi sebagai ketua Umum, KH. Abdul Qadir penanggung jawab pengajian al-Qur’an dan KH. Ali Maksum penanggung jawab pengajian kitab-kitab.

Pengajian al-Qur’an yang diberikan yaitu berbentuk sorogan, bandongan, wetonan, muhadhoroh/pembahasan kitab, dan lain-lain.

Pelajaran ekstra dan keterampilan yang diberikan antara lain latihan berorganisasi dan kepemimpinan, khitobah (latihan berpidato), praktek ibadah, memimpin tahlil, seni baca al-Qur'an, olah raga, bakti masyarakat dan kecakapan berbahasa Arab.

Kemudian disusul berdirinya sebuah madrasah yakni Taman Kanak-kanak, Madrasah Diniyah Tsanawiyah, Aliyah, dan Madrasatul Banat.

Melihat perkembangan pondok yang semakin pesat, maka pada 1955 para santri yang menghafal al-Qur'an dikelompokan menjadi satu wadah yang kemudian dinamakan Madrasah Huffadz yang dipelopori oleh KH. R. Abdul Qodir Munawwir. Pada 2 Februari 1961 berhasil meluluskan para hafidz al-Quran.

Sepeninggal KH. R. Abdul Qodir Munawwir dan 7 tahun kemudian tepatnya 10 Januari 1968 KH. R. Abdullah Affandi Munawwir juga wafat. Maka atas kesepakatan keluarga kepemimpinan pondok dipegang oleh KH. Ali Maksum.

Setelah pesantren dipimpin oleh Tiga Serangkai selama 29 tahun yang semakin nyata wujud perkembangannya. Maka dibukalah perguruan tinggi ilmu salaf yang merupakan jenjang pendidikan klasikal teratas di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta dengan masa kuliah 4 tahun atau 8 semester.

Baca Juga: Warisan Kesusastraan Islam di Keraton Yogyakarta 

Perintisan dan pendirian lembaga pendidikan Ma'had Aly ini setelah menyadari akan perlunya suatu lembaga pendidikan tinggi yang bersifat pendalaman (Ta'ammuq Fi Ad-Din) untuk masyarakat dan para alumni yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah atas.

Setelah diadakan studi banding ke Jakarta yang dipimpin oleh KH. Drs. Muh. Hasbullah A. Syakur dan atas restu dari KH. Zainal Abidin Munawwir, KH. Warsun Munawwir, dan keluarga besar Al-Munawwir. Maka pada 1993 secara resmi dibuka dengan menerima mahasiswa dan mahasiswi angkatan pertama sebanyak 30 orang.

Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta berada di Jalan KH. Ali Maksum, Pedukuhan Krapyak Kulon, Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta 55002.***

 

Editor: Chandra Adi N

Sumber: Almunawwir.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah