Nyadran, Tradisi Masyarakat Jawa di Bulan Ruwah yang Masih Lestari Hingga Kini

13 Maret 2022, 06:37 WIB
Ketan, kolak dan apem biasanya juga menjadi salah satu tradisi yang dilakukan saat bulan Ruwah. /Foto : Portal Jogja/Siti Baruni/

PORTAL JOGJA – Bulan sebelum Ramadhan yang dalam kalender Hijriah disebut Sya’ban. Namun dalam penanggalan atau kalender Jawa, bulan Sya’ban dikenal sebagai Sasi Ruwah yang bermakna sebagai Bulan Arwah.

Dilansir dari laman Desa Loano, pada bulan Ruwah, masyarakat Jawa biasanya melakukan penghormatan kepada para leluhur dengan melakukan ritual-ritual tradisi yang disebut nyadran atau ruwahan.

Tradisi Nyadran merupakan hasil penggabungan tradisi Hindu-Buddha dengan ajaran para Walisongo di tanah Jawa. Meski pelaksanaan tradisi nyadran di tiap daerah berbeda-beda, namun kebanyakan tradisi nyadran dilakukan dengan sebuah rangkaian kegiatan.

Baca Juga: Jadwal Voli Proliga : Surabaya Bhayangkara Samator vs Jakarta Pertamina, O Channel Minggu 13 Maret 2022

Diantaranya adalah pembersihan makam leluhur dan kenduri atau doa bersama. Biasanya, pembersihan makam dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Ritual membersihkan makam itu sering disebut dengan besik.

Tradisi lain dalam bulan Ruwah adalah ngapem. Ngapem adalah tradisi membuat kue tradisional apem, yang dilengkapi dengan ketan dan kolak. Bagi masyarakat yang melestarikan tradisi ngapem, biasanya akan membagikan ketan kolak apem tersebut kepada kerabat dan tetangga.

Ketan, kolak dan apem sendiri bukan tanpa makna. Ketan selain dimaknai sebagai singkatan dari kata ngraketke ikatan (mempererat hubungan), juga konon berawal dari kata khatam yang berarti tamat. Hal itu sebagai simbol umat Islam adalah umat nabi terahir yaitu Nabi Muhammad.

Baca Juga: Jadwal Liga 1 Persib Bandung vs Madura United dan Persikabo 1973 vs Persija, Indosiar Minggu 13 Maret 2022

Sementara kolak diyakini mengambil kata dalam Bahasa Arab yaitu ‘khalaqa’ atau Khaliq yang berarti Sang Pencipta. Sehingga dengan kolak, diharapkan umat selalu mengingat pada Tuhan.

Sedang apem, dipercaya berasal dari kata afwan dalam Bahasa Arab yang berarti meminta maaf. Sehingga apem juga diyakini sebagai simbol pembersihan hati sebelum bulan Ramadhan tiba dengan saling bermaafan antara sesame maupun mohon ampunan Tuhan.  

Sesudah makam dibersihkan dan masyarakat melakukan tradisi ngapem, barulah dilakukan nyadran berupa kenduri dengan membaca doa bersama-sama di kompleks makam.

Baca Juga: Jadwal Acara NET TV Minggu 13 Maret 2022: Drama Korea My Girlfriend Is Gumiho dan Oh My Venus

Biasanya, saat nyadran masyarakat akan menyiapkan ubo rampe berupa makanan dan sesaji untuk kenduri dan doa bersama di kompleks makam.

Hanya saja, saat pandemi Covid-19 terjadi dan masyarakat harus mematuhi protokol kesehatan dengan tidak membuat kerumunan, tradisi kenduri dilakukan secara terbatas.

Setelah tradisi nyadran dilakukan, masing-masing keluarga biasanya melakukan ziarah ke makam leluhur keluarga mereka. Dalam istilah Jawa, tradisi ini disebut ngintun atau ngirim yang maknanya adalah kirim atau berkirim doa untuk para leluhur.

Ada juga yang menyebut nyekar karena saat berziarah membawa bunga untuk ditabur di atas pusara para leluhur.

Baca Juga: Jadwal Acara RCTI Minggu 13 Maret 2022: Sule Ay Need You dan Master Chef Indonesia

Pada masa dahulu, ziarah ke makam biasanya disertai dengan tabur bunga dan membakar kemenyan. Namun saat ini, banyak masyarakat yang memilih tidak membakar kemenyan dan cukup menabur bunga saja.

Banyaknya masyarakat yang masih melestarikan tradisi nyekar, biasanya mendatangkan rezeki bagi para penjual bunga. Tak heran, saat bulan Ruwah, harga bunga tabur biasanya lebih mahal dari hari-hari biasa.***

Editor: Siti Baruni

Sumber: Desa Loano

Tags

Terkini

Terpopuler