Putin Bakal Ganti Mata Uang Penjualan Gas dengan Rubel Buntut Sanksi Ekonomi pada Negara Tak Bersahabat Moskow

- 24 Maret 2022, 07:21 WIB
Presiden Rusia, Vladimir Putin dikritik karena mengenakan mantel seharga Rp198 juta.
Presiden Rusia, Vladimir Putin dikritik karena mengenakan mantel seharga Rp198 juta. /Kremlin.ru

PORTAL JOGJA - Buntut dari invasi Rusia ke Ukraina yang telah memasuki lebih dari tiga pekan ini belum ada tanda-tanda bakal mereda.

Sebaliknya ketegangan antara Rusia dengan negara Barat terutama Eropa bersama Amerika Serikat (AS) semakin meningkat.

Negara Barat tela menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sementara itu Moskow diketahui merupakan pengekspor terbesar energi baik minyak dan gas di Eropa.

Rusia berencana mengganti mata uang yang digunakan dalam penjualan gas ke negara-negara "tak bersahabat" dengan rubel, kata Presiden Vladimir Putin, Rabu (23/3).

Pernyataan itu dikeluarkan Putin untuk merespons pembekuan aset Rusia oleh negara-negara lain sebagai sanksi atas agresi militernya di Ukraina.

Baca Juga: 78 Pesawat Rusia Airbus dan Boeing Disita di Luar Negeri Akibat Sanksi Barat Atas Invasi Moskow ke Ukraina

Putin menyebut pembekuan itu telah menghancurkan kepercayaan Moskow.

Ketergantungan negara-negara Eropa pada gas dan komoditi lainnya dari Rusia telah menjadi sorotan masyarakat internasional.

"Rusia akan terus, tentu saja, memasok gas alam sesuai volume dan harga… yang ditetapkan dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," kata Putin dalam rapat kabinet yang disiarkan televisi.

"Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diganti dengan rubel Rusia," katanya.

Putin mengatakan pemerintah dan bank sentral punya waktu sepekan untuk mencari solusi bagaimana mengalihkan pembayaran ke mata uang Rusia.

Baca Juga: Kotak Htam Pesawat China Eastern Airlines Saat Ditemukan, Begini Kondisinya Rusak Parah!

Gazprom, raksasa gas Rusia, juga akan diminta untuk membuat perubahan terkait dalam kontrak-kontrak gas yang dimilikinya.

Menurut Gazprom, 58 persen penjualan gas alam ke Eropa dan negara-negara lain hingga 27 Januari dilakukan dalam mata uang euro. Dolar AS menyumbang sekitar 39 persen penjualan kotor dan paun sekitar 3 persen.

Sekitar 40 persen dari total konsumsi gas Eropa dipasok oleh Rusia.

"Prosedur pembayaran yang dapat dipahami dan transparan harus dibuat untuk (semua pembeli asing), termasuk menggunakan rubel Rusia di pasar mata uang domestik kita," kata Putin.

Rusia telah membuat daftar negara "tak bersahabat", merujuk pada mereka yang menjatuhkan sanksi.

Baca Juga: Weton Kamis Wage 24 Maret 2022, Pantangan Jodoh Neptu Ini, Watak Mudah Iba Tapi Ceroboh

Transaksi dengan perusahaan dan individu dari negara-negara itu harus mendapat persetujuan dari sebuah komisi pemerintah.

Sebelumnya diketahui bahwa cadangan gas Ukraina mencapai 9,5 miliar meter kubik (bcm) dan produksinya terus berlanjut di seluruh fasilitas kecuali di kilang-kilang yang ada di sejumlah daerah pertempuran, kata Perdana Menteri Ukraina Denys Shmygal.

Impor terus dilakukan dari Hongaria, Slovakia, dan Polandia, kata Shymgal dalam pidatonya melalui video.

Sebelum invasi Rusia, Ukraina mengonsumsi sekitar 30 bcm gas per tahun, memproduksi 20 bcm dan mengimpor sisanya dari Eropa.

Baca Juga: Kode Redeem FF 24 Maret 2022, Update Lengkap Garena Free Fire, Segera Klaim Dapatkan Diamond

Dulu, Ukraina mengimpor gas dari Rusia tetapi kemudian beralih ke Eropa pada November 2015 setelah Rusia mencaplok semenanjung Krimea dari Ukraina pada 2014 dan pecahnya perang di Ukraina timur.

Secara terpisah, Shmygal mengatakan 50,8 miliar hryvnia (sekitar Rp24,9 triliun) telah dialokasikan ke dana cadangan anggaran dari program-program yang tidak dapat dilaksanakan selama perang.

“Keputusan (alokasi) itu mencukupi kebutuhan operasional sektor keamanan dan pertahanan,” katanya.***

 

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: Reuters Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x