Supersemar: Sebuah Dokumen Bersejarah Yang Hingga Kini Masih Mengundang Perdebatan

11 Maret 2021, 06:31 WIB
Salah satu versi naskah Supersemar. /- Foto : tangkapan layar menpan.go.id/

PORTAL JOGJA – Hari ini 11 Maret 2021 merupakan tanggal untuk mengenang kembali salah satu peristiwa bersejarah di Indonesia yaitu Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret. Supersemar merupakan surat perintah yang  ditandangani oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno, pada tanggal 11 Maret 1966.

Hanya saja hingga berselang 55 tahun dari peristiwa tersebut, Supersemar masih mengundang beragam perdebatan. Termasuk keaslian dokumen bersejarah yang selama ini diyakini sebagai dokumen Supersemar.

Supersemar sendiri berisi perintah yang menginstruksikan kepada mantan presiden Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) saat itu, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi keamanan yang buruk tersebut.

Baca Juga: Tragis! 22 Orang Tewas Dalam Kecelakaan Bus Yang Terperosok Jurang di Sumedang

Baca Juga: Mendikbud Nadiem Makarim Tegaskan Tidak Pernah Punya Rencana Hilangkan Pelajaran Agama

Siswa sekolah di Indonesia selama ini mempelajari, lahirnya Supersemar tidak lepas dari kaitannya dengan Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI yang telah menyebabkan gugurnya sejumlah jenderal Angkatan Darat pada tahun 1965.

Buku-buku sejarah menyebutkan, mantan Presiden Soeharto yang pada waktu itu menjabat Pangkopkamtib menjadi ujung tombak pemberantasan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Awal lahirnya Supersemar terjadi ketika tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno sedang mengadakan Sidang Pelantikan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan yang dikenal dengan “Kabinet 100 Menteri”.

Saat sidang dimulai, Brigadir Jenderal Sabur sebagai Panglima Pasukan Pengawal Presiden Tjakrabirawa melaporkan bahwa ada banyak pasukan liar yang diketahui sebagai Pasukan Kostrad di bawah pimpinan Mayor Jenderal Kemal Indris.

Baca Juga: Ada 58 Daerah Tak Ajukan Formasi Guru PPPK 2021, Ini Alasannya Kata Nadiem

Baca Juga: Bioskop akan Kembali Beroperasi, GeNose C19 Disiapkan Bagi Penonton

Pasukan ini bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G30S, diantaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Setelah mendengarkan laporan tersebut, maka Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana Menteri I, Dr. Soebandrio, dan Wakil Perdana Menteri III, Caerul Saleh, langsung berangkat menuju Bogor menggunakan helikopter.

Sidang kabinet akhirnya sementara ditutup oleh Wakil Perdana Meneteri II, Dr. J. Leimena, yang kemudian ikut menyusul ke Bogor.

Letnan Jenderal Suharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima TNI Angkatan Darat menggantikan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G30S PKI dikabarkan mengutus tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat ke Istana Bogor untuk menemui Presiden Sukarno.

Baca Juga: Ketua KIPI Ingtkan Banyak Hoaks Soal Banyak Data Orang Meninggal Akibat Vaksin

Baca Juga: Tanggapi TP3 Yang Sebut Tewasnya Laskar FPI Pelanggaran HAM Berat, Mahfud MD Pertanyakan Bukti

Ketiga perwira tinggi tersebut adalah Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, Brigandir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Basuki Rachmat.

Setibanya di Istana Bogor, ketiga perwira tinggi Angkatan Darat tersebut menyampaikan situasi keamanan kepada Presiden Sukarno.

Ketiganya juga menyatakan bahwa Letnan Jenderal Suharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan stabilitas keamanan nasional apabila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil tindakan.

Akhirnya, Presiden Sukarno setuju terhadap usulan tersebut, sehingga dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Baca Juga: Mendikbud Nadiem Makarim Tegaskan Tidak Pernah Punya Rencana Hilangkan Pelajaran Agama

Baca Juga: Bioskop akan Kembali Beroperasi, GeNose C19 Disiapkan Bagi Penonton

Surat perintah tersebut ditujukan kepada Letnan Jenderal Suharto selaku Panglima TNI Angkatan Darat agar mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

Berdasarkan data Arsip Nasional RI, beberapa versi dokumen Supersemar diantaranya versi Pusat Penarangan TNI AD, versi Akademi Kebangsaan dan versi Sekretariat Negara. Namun dari dokumen tersebut tak satu pun yang merupakan dokumen asli. ***

Editor: Siti Baruni

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler