Pakar Hukum UII Sebut Putusan PN Jakarta Pusat Terkait Penundaan Tahapan Pemilu Cacat Logika

- 5 Maret 2023, 11:27 WIB
Ilustrasi pemilihan umum (pemilu)
Ilustrasi pemilihan umum (pemilu) /Freepik/

PORTAL JOGJA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk menunda pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Keputusan ini diambil setelah menerima gugatan dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terkait kesiapan penyelenggaraan Pemilu.

Keputusan penundaan ini memunculkan beberapa polemik. Beberapa pihak berpendapat bahwa penundaan ini akan mempengaruhi jalannya demokrasi dan dapat memunculkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Selain itu, keputusan ini juga dapat memicu ketidakpastian politik yang berdampak pada stabilitas negara.

Terkait putusan tersebut Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) mengatakan bahwa Putusan PN Jakpus hakikatnya merupakan sebuah cacat logika dan keliru dalam praktik penyelenggaraan hukum Indonesia.

Baca Juga: Diikuti 240 Peserta, Tour De Sleman 2023 Diharapkan Tarik Minat Wisatawan

"PN Jakpus tidak berwenang memutus penundaan tahapan Pemilu, karena tahapan Pemilu tidak hanya menyangkut kepentingan hukum para pihak yang berperkara dalam sengketa keperdataan, sehingga meskipun putusan PN Jakpus pada aspek tertentu dinilai memulihkan kerugian Partai Prima, tetapi dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu justru merugikan kepentingan hukum yang lebih luas, misalnya Partai Politik yang sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 serta rakyat selaku pemilih akan kehilangan hak pilih pada Pemilu yang seharusnya diselenggarakan setiap 5 tahun," kata pakar hukum UII Yuniar Riza Hakiki dalam siaran pers yang diterima portaljogja.com.

Menurut Yuniar tidak ada sama sekali mekanisme Penundaan Pemilu di Konstitusi dan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Menurut UU Pemilu, yang ada hanyalah penundaan pemungutan suara. Dan hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia atau secara nasional. Sehingga pelaksanaan Pemilu setiap 5 tahun harus tetap dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan pada Tahun 2024 nanti.

Problem yang ditimbulkan dari Putusan PN Jakarta Pusat mengindikasikan majelis hakim PN Jakpus keliru dalam menerapkan hukum saat memutus perkara.

"Oleh karena itu, kami memandang perlu Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung memeriksa majelis hakim PN Jakpus yang mengadili perkara tersebut, dan apabila terbukti melanggar kode etik dan hukum maka harus diberikan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya.

Yuniar menjelaskan tadap beberapa catatan tersebut, PSHK FH UII merekomendasikan agar KPU tidak perlu melaksanakan putusan PN Jakpus terkait penundaan tahapan Pemilu, dan dapat mengupayakan upaya hukum banding agar putusan tersebut dikoreksi Pengadilan Tinggi.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x