Panjat Tebing: Olahraga Mental Melawan Rasa Takut

8 Maret 2023, 11:17 WIB
Ilustrasi - Olahraga Panjat Tebing /Chandra Adi N/@portaljogja.com/

PORTAL JOGJA - Tantangan yang diberikan alam membuat manusia berusaha mengalahkannya untuk bertahan hidup. Perjalanan yang dilakukan oleh manusia melintasi gunung dan bukit untuk mempertahankan hidupnya adalah awal dari olahraga mountaineering atau pendakian gunung.

Sejarah mencatat perjalanan pasukan perang zaman dulu, seperti Hannibal, panglima perang Kerajaan Carthage yang melintasi Pegunungan Alpen sekitar abad kelima. Petualangan Genghis Khan, panglima tentara Mongol yang terkenal itu, ketika melintasi Pegunungan Karakoram dan Kaukasus untuk menaklukkan Asia Tengah, tak bisa dilepaskan dari munculnya kegiatan menaklukkan gunung ini.

Ketika Dr. Michel Gabriel Paccard dan Jacques Balmat berhasil menaklukkan Puncak Mont Blanc setinggi 4087 meter di Prancis pada Agustus 1786, minat orang terhadap olahraga ini semakin besar. Sejak itu, semakin sering para penggemar olahraga ini mencoba untuk menundukkan puncak-puncak ternama di dunia, seperti Alpen dan Everest.

Baca Juga: Ada Zona Kuliner Ramadhan dan Ngaji Bersama Gus Miftah di eL Hotel Royale Yogyakarta  

Dalam perkembangan selanjutnya, para pendaki berusaha mencari kegiatan yang lebih menantang. Maka lahirlah olahraga rock climbing atau panjat tebing yang merupakan salah satu bagian dari mendaki gunung. Sebuah pertarungan untuk mengalahkan rasa takut sambil terus bisa menyatu dengan alam.

Panjat tebing sebuah olahraga yang menarik minat karena tantangan yang diberikan cukup besar, disamping faktor petualangan dengan alam yang cukup dominan di dalamnya.

Olahraga panjat tebing lebih banyak dijadikan sebagai hobi oleh para mahasiswa hingga para pekerja kantoran di sela-sela waktu luangnya. Panjat tebing juga menjadi sarana untuk melatih otot-otot dan mental. Jadi, selain bermanfaat untuk fisik, panjat tebing juga berguna untuk kesehatan mental yakni melawan rasa takut.

Pada umumnya, olahraga panjat tebing merupakan jenis olahraga yang didominasi oleh para kaum pria. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, olahraga ini pun sudah diminati oleh para kaum wanita.

Tentu masih ingat jika Srikandi Panjat Tebing Indonesia pada perhelatan Asian Games beberapa waktu yang lalu merajai perolehan medali emas. Tak sampai disitu saja, pada kejuaraan panjat tebing dunia pun Tim Putri Indonesia kembali mendominasi medali emas pada saat itu.

Olahraga panjat tebing di Indonesia baru dikenal sekitar 1960-an. Kelompok pecinta alam yang gemar mendaki gunung dari Universitas Indonesia dan Wanadri menjadi pelopor olahraga panjat tebing saat itu. Panjat tebing kemudian berdiri sendiri sekitar 1975-an.

Harry Suliztiarto, Agus Resmonohadi, Heri Hermanu dan Deddy Hikmat adalah orang-orang yang berjasa dalam mempopulerkan olahraga ini di Indonesia.

Untuk mengembangkan olahraga ini secara profesional, maka pada 1988 Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI menjalin kerja sama dengan Pusat Kebudayaan Prancis (CCF) dengan mengundang 3 pemanjat tebing profesional Prancis. Mereka adalah Patrick Berhault, Jean Baptiste Tribout dan Corrine Lebrune.

Federasi Panjat Tebing Gunung Indonesia (FPTGI) akhirnya resmi didirikan pada 1989. Peresmian tersebut menjadi tonggak kepopuleran panjat tebing di tanah air. Pada 1992 FPTGI kembali mengubah namanya agar menjadi lebih spesifik pada olahraga panjat tebing yaitu Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI). FPTI pada 1994 secara resmi diakui sebagai induk olahraga panjat tebing oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia.

Meskipun menjadi olahraga di alam bebas dan bisa dinikmati oleh siapa saja, panjat tebing seperti juga olahraga yang lain, memiliki etika dan aturan tertentu. Hal ini tentu untuk tetap mempertahankan tantangan yang ditawarkan oleh medan panjat tersebut. Tantangan seperti itu menyebabkan olahraga ini memiliki risiko yang cukup tinggi. Faktor risiko inilah yang membuat seorang pemanjat tebing harus memiliki beberapa peralatan untuk meminimalkan kecelakaan.

Peralatan standar yang dibutuhkan adalah helm pelindung kepala, tali karmantel. Untuk menahan tali saat pemanjatan agar pemanjat tidak jatuh, dibutuhkan belay device. Beberapa jenis belay yang umum dikenal adalah ATC, Figure 8, dan Grigiri.

Baca Juga: Jokowi Soal Kebakaran Plumpang : Harus Diaudit Soal Tempat Berbahaya

Sebuah alat fenomenal yang ditemukan oleh Ray Jardine pada 1973 membuat para pemanjat tebing cukup terbantu. Spring Loaded Camming Device, biasa disebut cam, adalah alat yang dapat mengecil ketika ditarik, sehingga mudah dimasukkan ke celah tebing. Setelah dilepas kembali, akan mengambang mengikuti besar celah tebing. Selain itu, dibutuhkan juga bor tebing paku tebing. Meskipun menggunakan alat bantu, bukan berarti panjat tebing bebas risiko.

Keselamatan adalah hal yang tak bisa diabaikan oleh para pemanjat. Perlu persiapan fisik dan mental yang baik. Rasa gugup dan panik harus dibuang jauh-jauh ketika melakukan olahraga ini. Jika abai maka jangan berharap bisa berolahraga sambil menikmati sebuah pertarungan menaklukkan rasa takut untuk terus survive di tengah tantangan yang ditawarkan alam.***

Editor: Chandra Adi N

Sumber: Kemenpora.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler