Kisah Soeharto Makan Soto Saat Serangan Umum 1 Maret 1949

1 Maret 2023, 20:37 WIB
Monumen Serangan 1 Maret di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. /- Foto : Portal Jogja/Chandra Adi/Chandra Adi

 

PORTAL JOGJA - Selama Orde Baru berkuasa lebih dari tiga dasawarsa. Peranan Soeharto dalam sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 selalu disebut sebagai tokoh penting yang sangat berperan dalam serangan umum tersebut.

Mulai dari buku pelajaran sekolah hingga film berjudul Janur Kuning (1979) yang disutradarai Alam Rengga Surawidjaja. Semuanya menempatkan Soeharto sebagai tokoh sentral.

Andil Soeharto dalam film Janur Kuning dikisahkan dengan sangat berbeda di film yang telah dirilis pada era sebelum ia menjadi presiden, yakni film berjudul Enam Djam di Jogja karya Usmar Ismail.

Namun, fakta sejarah yang sebenarnya telah terungkap dari pengakuan dan kesaksian Kapten Abdul Latief dalam bukunya berjudul “Pledoi Kol. A. Latief: Soeharto Terlibat G30S” yang terbit pada tahun 2000.

Baca Juga: 42 Tahun Sepak Terjang Perjalanan UMY, Berkomitmen Wujudkan Kampus Unggul Terbaik

Latief menceritakan bahwa pada 1 Maret 1949 dengan prajurit yang tersisa. Dengan masih berlumuran darah dan nafas terengah-engah. Berhasil meloloskan diri dari kepungan tentara Belanda. Mereka mundur menuju ke markas gerilya di daerah Kuncen, sisi barat Kota Yogyakarta, yang juga menjadi tempat tinggal sementara Latief dan kawan-kawan selama perang.

Tiba di markas, Latief dan pasukannya yang berjumlah tidak lebih dari 10 orang, berjumpa dengan Soeharto yang justru sedang duduk santai sambil menyantap soto babat.

“Kira kira pada jam 12.00 siang hari, bertemulah saya dengan Komandan Wehrkreise III Letkol Soeharto di markas, rumah yang saya tempati sebagai markas gerilya. Waktu itu Soeharto sedang menikmati makan soto babat bersama pengawal dan ajudannya,” ujar Latief.

Alih-alih menawarkan makan soto babat bersama, atau setidaknya minum dan istirahat sejenak, Soeharto justru memerintahkan Latief dan anak buahnya untuk kembali berperang. Mereka diminta menggempur tentara Belanda yang masih ada di sekitar wilayah itu.

“Kami segera melaporkan tugas kewajiban saya. Kemudian Soeharto masih memerintahkan lagi supaya menggempur pasukan Belanda yang sedang berada di kuburan Kuncen Yogyakarta, dan letaknya hanya beberapa ratus meter dari markas gerilya saya itu, akhirnya beliau segera kembali ke markas besarnya,” jelas Latief.

Tidak hanya Latief, Marsoedi yang menjadi anak buah Soeharto kala itu, mengungkapkan telah terjadi pertemuan antara Soeharto dengan Sultan HB IX pada 14 Februari 1949.

Marsoedi bahkan mengaku, gagasan serangan umum datang dari Sultan HB IX untuk dilaksanakan oleh Soeharto. Namun, di kemudian hari, Soeharto membantah dan menyebut pertemuan itu baru dilakukan setelah Serangan Umum 1 Maret 1949.

Keyakinan serupa juga diungkapkan anak buah Soeharto lainnya, yakni Soekotjo yang pernah menanyakan langsung perihal ini kepada Soeharto pada 6 Maret 1999, beberapa bulan setelah mantan komandannya itu lengser dari kursi kepresidenan.***

“Saya tanya siapa sebenarnya inisiator serangan umum itu. Pak Harto hanya tersenyum dan tak menjawab sepatah kata pun,” kata Soekotjo.

Dalam buku biografi mantan KSAD Mayjen TNI Bambang Soegeng (1952-1955) berjudul “Panglima Bambang Soegeng: Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu Kota Djogja Kembali 1949 dan Seorang Diplomat” yang disusun oleh Edi Hartanto dan diterbitkan pada 2010.

Disebutkan bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan inisiatif dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan panglima yang mengendalikan pertempuran tersebut adalah Kolonel Bambang Soegeng.

Kolonel Bambang Soegeng merupakan atasan Soeharto saat pecah pertempuran 1 Maret 1949. Letkol Soeharto sebagai Komandan Brigade X Komando Wilayah Pertahanan (Wehrkreise) III. Menerima perintah serangan itu dari Kolonel Bambang Soegeng yang saat itu menjabat Panglima Divisi III sekaligus Gubernur Militer III yang membawahi wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Namun, di sekolah-sekolah, selama Soeharto berkuasa memimpin Indonesia. Tokoh yang dielu-elukan dalam serangan umum tersebut hanya Letkol Soeharto. Karena dalam buku pelajaran sejarah ditulis bahwa inisiator sekaligus pemimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah Letkol Soeharto.

Baca Juga: Gelar Patroli Kawal Hak Pilih, Pastikan Tak Ada Lagi Pemilih Yang Tak Masuk Daftar Pemilih

Padahal jika dirunut melalui pengakuan dan kesaksian tokoh-tokoh pelaku sejarah dalam buku-bukunya tersebut. Dapat dikatakan bahwa Soeharto tidak berperan penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

Presiden Jokowi pada 24 Februari 2022 mengeluarkan Keppres Nomor 2 Tahun 2022. Menetapkan bahwa tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Dalam Keppres tersebut tidak mencantumkan nama Soeharto yang dianggap memiliki peran penting dalam peristiwa 1 Maret 1949 di Yogyakarta itu. Hanya tertulis nama Soekarno, Mohammad Hatta, Jenderal Soedirman, dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang dianggap berperan menggagas Serangan Umum 1 Maret 1949.***

 

Editor: Chandra Adi N

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler