Tradisi Supitan Keraton Yogyakarta: Prosesi Penanda Kedewasaan

28 Februari 2023, 05:31 WIB
Pakaian berkhitan remaja Kasultanan Yogyakarta /FB/@Sejarah Jogyakarta/

PORTAL JOGJA- Sebuah tradisi agung warisan leluhur sudah selayaknya tetap dipertahankan. Salah satunya upacara supitan yaitu sebuah seremoni supitan yang merupakan bagian dari tradisi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Upacara supitan yang dilaksanakan dalam tradisi Keraton Yogyakarta mengandung banyak filosofi dan keunikan yang patut untuk dipelajari dan dilestarikan.

Supitan atau khitan dalam tradisi keraton adalah kewajiban bagi seorang putra kerajaan dan umat muslim. Perintah ini terkandung dalam hadis riwayat Abu Hurairah bahwa khitan juga sudah dilaksanakan sejak zaman Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga: Tagar GGMU Jadi Trending di Twitter, Ini Sejarah dan Lirik Lagunya

Dalam upacara supitan ini terdiri dari lima upacara yang harus dilaksanakan oleh sang putra dan keluarga pemangku hajat. Rangkaian upacara tersebut di antaranya adalah majang, tarub, siraman, ngabekten, dan gres.

Ketika menggelar upacara ini, diperlukan beberapa peralatan pendukung diantaranya krobongan yaitu ruangan berbentuk segi empat ditutup dengan kain sutra putih yang di dalamnya ada sebuah kursi dan sesaji.

Selanjutanya kepala dengan songkok atau disebut pututhan, baju bludiran tanpa lengan, buro, gelang kono, karset rantai bros, elebut, kalung sungsun, ode kollonye, saputangan, unjuan, cengkal perak, dan kain prada yang biasanya motif yang dipakai adalah nyamping parang kusuma.

Upacara-upacara yang termasuk dalam rangkaian upacara supitan ini memiliki arti dan tujuan yang sakral. Di antaranya majang berasal dari Bahasa Jawa yang artinya menghias.

Alat-alat yang diperlukan untuk majang adalah bleketepe, yaitu daun kelapa muda yang sudah dianyam. Bleketepe artinya wis tumplek blek ukete atau keluarga yang rukun saling membantu dan selalu berhubungan erat.

Tarub adalah memasang tambahan eyub-eyub atau tempat berteduh. Selanjutnya tarub ini dihiasi janur kuning yang sudah disobek kecil-kecil atau dihilangkan lidinya. Tarub dihiasi dengan tumbuh-tumbuhan dan dilengkapi seperangkat makanan. Mengandung arti kemakmuran tanaman atau harapan kemakmuran bagi si anak di kemudian hari.

Kemudian anak tersebut mengikuti upacara siraman air kembang dengan harapan anak tersebut bersih dari segala noda baik lahir dan batin. Dengan didampingi oleh para bendara putri termasuk ibu dari putri raja, saudara perempuan, dan putri-putri kerabat keraton yang dipimpin oleh bendara putri yang lebih muda sampai seterusnya.

Baca Juga: Mengenal Upacara Melasti Sebelum Perayaan Nyepi Umat Hindu di Bali

Usai siraman dilakukan upacara ngabekten yaitu sungkeman atau menghaturkan sembah kepada orang tua. Hal ini melambangkan pernyataan terima kasih kepada orang tua atas segala asuhan dan bimbingannya sampai saat ia dikhitan, bahkan ia telah dewasa serta memohon doa restu agar sukses dan bahagia dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.

Sebagai puncak dari seluruh rangkaian acara adalah digelar upacara gres yakni saat pemotongan kulit kepala kemaluan si anak laki-laki. Didampingi oleh penganthi atau para pangeran pemangku dan seorang pangeran yang bertugas mengantar ke krobongan hingga kembali ke Kasatriyan.

Jika pelaksanaan khitanan telah paripurna semua. Maka raja memeritahkan bubar pisowanan. Sultan kembali ke Bangsal Kencono dan putra sultan yang sudah dikhitan diperintahkan kembali ke Kasatriyan dengan diantar oleh para pengampil untuk beristirahat.***

Editor: Chandra Adi N

Sumber: kebudayaan.jogjakota.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler