Kasus Konsultasi KDRT di Jepang Ketika Pandemi Covid-19 Memecahkan Rekor Tertinggi Dalam 19 Tahun Terakhir

6 Maret 2021, 07:10 WIB
ilustrasi korban KDRT. /Sidney Sims/Unsplash /

PORTAL JOGJA - Jumlah konsultasi kekerasan dalam rumah tangga(KDRT) di Jepang ketika masa pandemi Covid-19 berjalan, selama tahun 2020 mencapai angka tertinggi. Ada 82.643 laporan konsultasi KDRT, meningkat 436 kasus dari tahun 2019 yang berjumlah 82.207 laporan.

Pihak kepolisian melaporkan pada Kamis, 4 Maret 2021 bahwa ini adalah angka tertinggi dalam hal laporan KDRT sejak adanya undang-undang yang melarang kekerasan kepada pasangan yang berlaku tahun 2001, 19 tahun lalu.

Di antara total jumlah konsultasi KDRT 82.643 kasus, sekitar 76,4 persen adalah korban adalah perempuan.

Berdasarkan data Badan Kepolisian Nasional Jepang, bila dilihat berdasarkan usia, ada 23,4 persen korban berusia sekitar 20 tahun, 27 persen korban berusia sekitar 30 tahunan serta 22,9 persen lainnya berusia 40 tahunan.

Baca Juga: SBY Sebut KLB Partai Demokrat di Deli Serdang Sumut Abal-Abal dan Tidak Sah

Sekitar 75,9 persen penyerang yang berjenis kelamin laki-laki, 26,3 persen berusia 30 tahunan dan 23,9 persen berusia 40 tahunan.

Dari jumlah laporan konsultasi KDRT yang masuk, hanya sekitar 10 persen atau 8.778 kasus yang benar-benar diselidiki. 5.183 kasus KDRT melibatkan penyerangan secara fisik dan 2.626 kasus mengakibatkan kasus cedera pada tubuh.

Meskipun tidak ada kasus pembunuhan yang benar terjadi setelah laporan konsultasi KDRT tersebut, namun terdapat 110 kasus percobaan pembunuhan yang terjadi, menurut laporan Badan Kepolisian Nasional Jepang.

Ada satu kasus cedera yang mengakibatkan kematian, di mana seorang pria berusia 80 tahunan ditangkap oleh polisi Fukuoka pada Juli 2020 karena penyerangan fatal terhadap istrinya yang berusia 70 tahunan.

Menurut seorang pejabat di Kantor Kabinet, jumlah kasus kekerasan meningkat karena orang menghabiskan waktu lebih lama di rumah dan menjadi lebih stres dan khawatir tentang kehidupan.

Baca Juga: Penjelasan Menteri Perdagangan M. Lutfi Soal Pernyataan Presiden Jokowi untuk Benci Produk Asing

Selain KDRT yang terjadi pada pasangan yang tinggal serumah. Kasus penguntitan juga mendapatkan perhatian penuh.

Pemerintah berencana untuk memberlakukan RUU untuk merevisi undang-undang yang melarang penguntitan. Hal ini dilakukan pada sesi parlemen saat ini hingga Juni 2021, salah satunya untuk melarang penyalahgunaan GPS yang digunakan untuk memantau korban.

Data Badan Kepolisian Nasional Jepang juga menyatakan bahwa jumlah konsultasi mengenai penguntitan mencapai 20.189 pada tahun 2020. Jumlah ini menurun 723 kasus dari tahun 2019. Kemungkinan karena adanya pembatasan jam malam yang diberlakukan di berbagai daerah di Jepang. Namun, tetap saja angka tersebut tetap tergolong tinggi.

Jumlah pelaporan konsultasi akibat penguntitan selalu berada di atas angka 20.000 per tahun, sejak 2013.

87,6 persen korban penguntitan adalah perempuan. Mereka yang berusia sekitar 20 tahunan menjadi sasaran penguntitan sebanyak 34,7 persen, dan mereka yang berusia 30 tahunan sebanyak 23,6 persen.

Baca Juga: Partai Demokrat versi KLB Siap Gandeng AHY dan Penentang Lainnya, Moeldoko Ketua Umum 2021-2025

Penguntit yang biasanya laki-laki mendominasi pelaku sebanyak 80,7 persen. Penguntit terbesar adalah laki-laki berusia 40 tahunan sebanyak 19,4 persen.

Penguntit yang berusia 20 tahunan dan 30 tahunan sama-sama menempati angka 18 persen sebagai pelaku. Sisanya adalah pelaku yang berusia 50 tahunan, 60 tahun, dan bahkan lebih.

40,8 persen pelaku penguntitan adalah mereka yang pernah menjalin hubungan pribadi dengan korban. Pernah menjadi suami istri atau pernah berpacaran.

Ada sekitar 7,8 persen penguntitan yang melibatkan orang asing yang tidak dikenal sama sekali.

Pihak kepolisian hanya menyelidiki sekitar 12 persen atau 2.503 kasus penguntitan pada tahun 2020. dari jumlah tersebut 1.518 kasus berakibat pada penganiayaan dan penyiksaan fisik sedangkan 985 kasus sisanya adalah pelanggaran undang-undang anti-penguntitan.

Seorang perempuan berusia 45 tahun yang bekerja di sebuah toko swalayan di Utsunomiya, Prefektur Tochigi, ditikam oleh seorang pria berusia 41 tahun pada bulan Agustus 2020 lalu. Pria tersebut lalu melakukan bunuh diri setelah menikam korban.

"Kami perlu terus mencermati situasi dan memperkuat langkah-langkah setelah pemerintah mengumumkan keadaan darurat kedua terkait virus corona,” ujar Seiko Hashimoto, Menteri Kesetaraan Gender terkait tingginya data pelaporan konsultasi KDRT di Jepang pada masa pandemi Covid-19.***

Editor: Andreas Desca Budi Gunawan

Sumber: Japan Today

Tags

Terkini

Terpopuler