Berikut ini 5 Faktor Utama yang Menyebabkan Mata Uang Rupiah Indonesia Melemah

8 April 2021, 06:27 WIB
Ilustrasi uang rupiah. /- Foto : Portal Jogja/Siti Baruni/

PORTAL JOGJA - Mata uang Indonesia yakni rupiah dikabarkan menempati posisi 4 dalam daftar mata uang terendah di dunia. Padahal semua lembaga ekonomi dan keuangan negara sudah mencoba semua langkah untuk memperkuat mata uang Indonesia ini.

Namun usaha beberapa tahun terakhir dalam membuat program dan kebijakan menguatkan rupiah belum menunjukkan hasil yang signifikan. Nilai tukar 1 USD menyentuh Rp14.055 ribu.

Dilansir Portal Jogja dari laman Paramadina Public Policy Institute, berikut beberapa faktor yang sebabkan mata uang suatu negara melemah :

1. Stabilitas Politik dan Kinerja Lembaga Ekonomi

Investor asing pasti mencari negara yang stabil dengan kinerja ekonomi yangvuntuk menanamkan modalnya. Sebuah negara dengan situasi seperti itu akan menarik dana investasi negara-negara lain yang dianggap memiliki resiko politik dan ekonomi.

Baca Juga: 14 Jenis Usaha Berikut ini Harus Bayar Royalti Jika Memutar Musik, Simak Selengkapnya

Baca Juga: Aturan Baru di Indonesia, Mall atau Cafe dan Beberapa Layanan Komersil yang Putar Musik Harus Membayar Royalti

Kekacauan politik, misalnya, dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap mata uang dan modal akan beralih pada mata uang negara-negara yang lebih stabil.

2. Perbedaan Angka Inflasi

Secara umum, sebuah negara dengan tingkat inflasi yan rendah menunjukkan peningkatan nilai mata uang. Negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi biasanya akan mengalami penyusutan pada mata uang mereka jika dibandingkan dengan mata uang mitra dagang mereka.

3. Kebijakan Perdagangan

Jika harga ekspor suatu negara meningkat dengan tingkat yang lebih besar daripada impornya, berarti kebijakan perdagangannya baik dan menguntungkan. Peningkatan kebijakan perdagangan ini menunjukkan permintaan yang lebih besar untuk ekspor negara itu.

Hal ini akan menyebabkan meningkatnya pendapatan dari ekspor, yang menyediakan peningkatan permintaan untuk mata uang negara (dan meningkatkan nilai mata uang). Jika harga ekspor naik dan lebih kecil daripada impornya, nilai mata uang akan menurun.

Baca Juga: Info Terbaru! Kemenag: Biaya haji 2021 Belum Ditetapkan dan Masih Dibahas Panja

Baca Juga: Pemerintah Jaminkan Bantuan untuk Perbaikan Rumah Terdampak Banjir Bandang, Ini Besarannya

4. Perbedaan Suku Bunga

Suku bunga, inflasi dan nilai tukar sangat berhubungan satu sama lain. Dengan memanipulasi suku bunga, bank sentral, dalam hal ini Bank Indonesia, akan mempengaruhi inflasi dan nilai tukar sehingga akan merubah inflasi dan nilai mata uang tersebut.

Suku bunga yang lebih tinggi menawarkan keuntungan lebih bagi kreditur (pemberi pinjaman). Oleh karena itu, suku bunga yang lebih tinggi menarik modal asing dan menyebabkan nilai tukar naik.

Ini juga berlaku sebaliknya, yakni suku bunga yang lebih rendah cenderung menurunkan nilai tukar. Namun, dampak baik dari suku bunga yang tinggi ini tidak berarti, jika inflasi di dalam negeri jauh lebih tinggi daripada negara lain.

Baca Juga: Kepala BNPB Doni Monardo Sebut Huntara Tidak Dibangun di NTT, Ini Alasannya

Baca Juga: Menhub Budi Karya Sumadi: Bila Tak Dilarang, 81 Juta Orang Bakal Mudik Lebaran Menuju Daerah Ini

5. Defisit Pada Transaksi Berjalan

Transaksi berjalan adalah perdagangan antara negara dan mitra seperti semua pembayaran antar negara untuk barang, jasa, bunga dan dividen.

Jika terjadi defisit berati negara ini menghabiskan lebih banyak dana pada perdagangan luar negeri daripada pendapatannya, dan karena itu harus meminjam modal dari sumber asing untuk menutupi kekurangannya.

Dengan kata lain, negara membutuhkan lebih mata uang asing dari yang diterimanya melalui penjualan ekspor, dan memasok lebih dari mata uang sendiri. Kelebihan permintaan untuk mata uang asing menurunkan nilai tukar mata uang dalam negeri.

Penurunan ini akan terjadi terus sampai barang dan jasa domestik sudah dianggap cukup murah untuk orang asing, dan aset asing terlalu mahal untuk dijual demi kepentingan dalam negeri.***

 

Editor: Siti Baruni

Sumber: Paramadina Public Policy Institute

Tags

Terkini

Terpopuler