Cerita Warga Jogja Menghindari Cegatan Plombir Biar Lolos Razia

- 30 Juni 2020, 14:28 WIB
Plombir sepeda, pajak sepeda zaman dahulu.
Plombir sepeda, pajak sepeda zaman dahulu. /- Foto: Portal Jogja/Bagus Kurniawan

PORTAL JOGJA - Ada banyak cerita dari warga Jogjakarta saat ada cegatan plombir. Mereka berusaha menghindari agar tak bayar pajak. Sebab sebagian besar sepeda tak ada plombirnya.

Plombir adalah pajak sepeda yang harus dibayarkan oleh tiap pemilik sepeda.Tiap tahun satu sepeda harus membayar pajak. Bila satu keluarga punya lebih dari satu sepeda, maka semuanya harus bayar pajak.

Plombir/plembir atau peneng ini ditarik oleh pemerintah kabupaten/kota melalui kecamatan. Sepeda yang sudah membayar plombir diberikan stiker yang tiap tahun bentuk dan warnanya berbeda.

Baca Juga: Shalatkan Orang Hidup jadi Program Unggulan Masjid Jogokariyan

Biasanya warga kemudian memasang stiker plombir di kerangka sepeda entah di bagian depan atas fork, tiang di bawah sadel ataupun slebor. Ada pula stier tidak ditempel namun dimasukkan ke dalam lampu sepeda di belakang kaca.

Besaran pajak sepeda yang harus dibayarkan setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Besaran pajak tiap daerah juga berbeda-beda. Hampir sebagian besar sepeda yang dimiliki masyarakat waktu itu tidak ada plombirnya alias tak bayar pajak.

Cegatan plombir biasanya dilakukan awal tahun sekitar bulan Januari-Februari yang dilakukan petugas HansipMkecamatan. Di Jogjakarta ada banyak tempat untuk melakukan cegatan/razia. Biasanya dilakukan di batas-batas kota terutama Kota Jogja dengan Bantul dan Sleman.

Baca Juga: Daun Ini Bermanfaat Atasi Sakit Gigi dan Obati Gangguan Pencernaan

Sebutan pajak sepeda juga bermacam-macam, tiap daerah baik di Jogjakarta maupun Jawa Tengah juga berbeda. Ada yang meyebut plombir, plembir dan peneng. Bahkan sebelum atau kertas atau plastik stiker peneng tanda pajak sepeda menggunakan aluminium seperti yang dilakukan pemerintah Kota Praja Semarang tahu 1950-an.

"Kalau ditempat saya bukan plombir tapi peneng," ungkap Singgih Bayuaji (48) warga Purworejo.

Cerita soal menghindari adanya cegatan plombir oleh Singgih. Cegatan atau razia dilakukan di sebuah jalanan menurun sehingga warga tidak bisa menghindar.

"Petugase leh nyegat neng dalan turunan. Mau balik arah melarikan diri ya ngos-ngosan jalan menanjak," ungkap dia.

Baca Juga: Wabah Virus Corona, Capaian Peserta KB Baru di DIY Turun 10 Persen

Hal serupa juga diungkapkan oleh Arif Nurcahyo, warga Keparakan, Kecamatan Mergangsan Kota Jogjakarta.

Ia bercerita sewaktu masih duduk di bangku SD ada cegatan tidak jauh dari rumahnya di Jalan Ireda dekat Museum Perjuangan di Jalan Sugiono. Ia melihat bagaimana orang-orang berusaha menghindari razia.

"Aku jaman SD tau nunggoni cegatan plombir neng jalan Ireda tikungan lor museum. Jian unik tenan ndelok carane endho (menghindar)," ungkap Arif.

Ada seorang ibu yang sudah tua dengan raut muka memelas dan mengeluh hendak ke pasar, belum punya duit dan akan dibayar pakai sayuran.

Baca Juga: Objek Wisata Kulon Progo Simulasi Pembukaan, Apa Syarat-syaratnya?

"Ada simbok-simbok tua, mimbik-mimbik adol welas (jual belas kasihan) dan mengeluh baru akan ke pasar jual sayuran. Belum punya duit dan akan dibayar dengan sayuran yang dibawanya," lanjut dia.

Ada lagi cerita lanjut Arif, seorang bapak dengan gaya hendak turun dari sepeda dan dikayuh pelan-pelan. Namun tak tahunya malah kabur.

"Gayane mau turun dari sepeda dan ppedal dikayu pelan, jebule mung pindah pedal njur nyangklak lagi dan kabur," kenang Arif.

Baca Juga: Bersepeda itu Bukan Ajang Viral, tapi Olahraga Turunkan Berat Badan

MBah Ngatidjo (75) pemilik bengkel sepeda di Jalan Wates, Onggobaya, Ngestiharjo, Kasihan Bantul menceritakan cegatan plombir biasanya dilakukan di Kadipiro perbatasan Wironrajan Kota Jogjakarta. Petugas berjaga-jaga di pinggir jalan. Bila ada cegatan plombir sesama pesepeda akan saling memberitahukan.

"Basanya saling kasih tahu sehingga bisa menghindar lewat jalan lain yang tidak dijaga," katanya.

Beberapa warga juga mengingat di Koya Jogja cegatan plombir banyak dilakukan di jalan seperti Jalan Bantul, Jalan Parangtritis, kawasan Tungkak Mergangsan, Jembatan Sayidan Gondomanan, Jalan Diponegoro Jetis, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Wates dan sebagainya. (*)

Editor: Bagus Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah