Meski begitu, Buya Yahya menekankan jika mazhab Abu Hanifa hanya boleh digunakan pada waktu darurat. Ia mencontohkan ketika seseorang masih terjaga pada malam hari maka ia wajib membaca niat (puasa) malam itu. Tidak diperbolehkan membaca niat besok pagi dengan alasan mengikuti mazhab Abu Hanifa.
Adapun bacaan niat puasa adalah sebagai berikut,
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Latin: “Nawaitu shauma ghodin 'an adaa'i fardhi syahri romadhoona hadihis-sanati lillahi ta'aalaa,”
Artinya: “Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala.”
Baca Juga: Astra Honda Motor (AHM) Hadirkan Pilihan Warna Baru New Honda Vario 125, Ini Pilihan Warnanya
Menurut mazhab Maliki, karena bacaan niat puasa sama setiap harinya, sebenarnya tidak ada Fariq (titik perbedaan) antara niat sebulan berpuasa di awal Ramadhan dan hari berikutnya.
Puasa Ramadhan adalah satu jenis ibadah yang dilakukan sepanjang hari bulan Ramadhan sehingga seperti sebuah satu kesatuan.
Adapun Syekh Muhammad bin Yusuf al-Ghurnathi, salah seorang pakar fiqih mazhab Malikiyah menegaskan: