Konflik Rusia dan Ukraina Gagal Dihentikan, Ini Penyebabnya, Tak Ada Kesepakatan Bersama

29 Maret 2022, 19:20 WIB
Ilustrasi. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengonfirmasi, akan ada pertemuan Rusia-Ukraina di Istanbul, 29 Maret 2022. /Pixabay/Mediamodifier/

PORTAL JOGJA - Setelah invasi Rusia ke Ukraina berlangsung satu bulan serangkaian pembicaraan damai kedua belah pihak telah dilakukan beberapa putaran.

Dilansir portaljogja.com dari Al Jazeera.com pada perkembangannya tidak ada kesepakatan bersama kedua belah pihak mendasar tentang keberpihakan Kyiv dengan Barat dan pendudukan Rusia atas wilayah Ukraina.

Dari sinilah sehingga akhirnya gagal menghentikan pertempuran antara kedua negara yang sedang bersengketa. Disisi lain, jumlah korban sipil dan serangan Rusia yang terus meningkat akhir-akhir ini.

Hal tersebut tidak hanya warga sipil yang menjadi korban, tetapi sebagian besar pemukiman penduduk terkena dampaknya hancur rata dengan tanah.

Baca Juga: Vladimir Putin Dianggap Punya Kesalahan Besar Invasi Rusia ke Ukraina Hingga Jadi Bencana

Kondisi ini mempengaruhi upaya perdamaian diplomatik kedua negara. Perundingan damai terus dilakukan dan upaya diplomatik yang bertujuan untuk menengahi gencatan senjata telah meningkat.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, setelah panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Minggu, setuju untuk menjadi tuan rumah putaran pembicaraan berikutnya.

Erdogan mengatakan Turki akan terus memberikan segala macam dukungan untuk penyelesaian konflik di Ukraina, dan menekankan perlunya gencatan senjata segera dan perbaikan situasi kemanusiaan di wilayah tersebut, menurut kantornya.

Vladimir Putin telah menghindari tujuan invasinya yang tepat, hanya menyatakan bahwa dia ingin “demiliterisasi dan denazifikasi” tetapi tidak menduduki Ukraina.

Namun dalam perundingan tersebut ada harapan baru dan kejelasan yang tepat. Karena, selama ini tidak ada kejelasan, maka perlu kesepatan dan kejelasan sehingga perang dapat berakhir.

Baca Juga: SNMPTN 2022 Diumumkan, UGM Terima 2.690 Calon Mahasiswa Baru, Soshum 843 dan Saintek 1.847 Peserta

Zachary Paikin, peneliti di Pusat Studi Kebijakan Eropa menyebut kedua pihak perlu menyesuaikan bahasa masing-masing agar perundingan damai tercapai.

Zachary Paikin, peneliti di Pusat Studi Kebijakan Eropa, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa “mendorong” untuk melihat “kedua belah pihak menyesuaikan bahasa mereka sedikit lebih hati-hati”.

Dalam gagasan pertemuan kedua belah pihak mengarah bukan perubahan rezim di Kyiv, melainkan cara mempertahan wilayah Donbass.

Menguasai Donbass menjadi salah satu cara memperpanjang invasi ke Ukraina yang tadinya berminggu-minggu bisa jadi berbulan-bulan dengan berbagai alasan.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Capricorn, Aquarius, dan Pisces 30 Maret 2022: Hati-hati, Hindari Mengambil Keputusan Besar

Bahkan kini terlihat pasukan Rusia berkumpul kembali dan memperbaiki masalah taktis dan logistik yang serius di militer Rusiar. Perbaiki logisik dan tastik militer Rusia kemungkinan sedang menyusun rencana baru dan strategi perang.

Menurut Kepala intelijen Ukraina Kyrylo Budanov mengatakan Putin masih bisa bertujuan untuk membagi negara dengan cara seperti Korea.

Hal tersebut dilakukan untuk memaksakan garis pemisah antara wilayah yang diduduki dan tidak diduduki pada kawasan Ukraina

Kepala intelijen Ukraina Kyrylo Budanov kondisi itu memaksa mereka melakukannya pasca gagal merebut Kyiv dan Mariupol beberapa waktu yang lalu. Maka strategi sekarang lebih fokus selatan dan timur Ukraina

“Setelah gagal merebut Kyiv dan menyingkirkan pemerintah Ukraina, Putin mengubah arah operasional utamanya. Ini selatan dan timur,” tulisnya di Facebook.***

Editor: Bagus Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler