Upacara Nyadran Makam Sewu Pandak, Diawali Kirab Jodhang Menuju Makam Panembahan Bodo

- 16 Februari 2024, 12:00 WIB
Kirab mengarak gunungan dan jodhang dalam kegiatan nyadran Makam Sewu Pajangan Bantul.
Kirab mengarak gunungan dan jodhang dalam kegiatan nyadran Makam Sewu Pajangan Bantul. /dok. Kalurahan Wijirejo/Instagram/@kalurahanwijirejo

PORTAL JOGJA – Upacara nyadran adalah sebuah tradisi yang masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat Jawa, termasuk Yogyakarta. Tiap wilayah memiliki kekhasan tersendiri meskipun sama-sama berada di Yogyakarta.

Di Wijirejo Pandak Bantul misalnya, upacara nyadran biasanya dilakukan untuk menghormati para leluhur, terutama Panembahan Bodo yang dianggap sebagai cikal bakal warga setempat.

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Panembahan Bodo adalah bangsawan keturunan Majapahit, yaitu cicit Prabu Brawijaya V yang bernama Raden Trenggono. Ia adalah putra Raden Kusen (Adipati Terung).

Baca Juga: Prakiraan Cuaca DIY Hari Ini, Didominasi Cuaca Berawan

Raden Kusen sendiri adalah putra Raden Aryo Damar (putra Raja Majapahit Prabu Brawijaya V) dengan Dorowati, seroang putri Cina yang cantik jelita.

Pada suatu hari Raden Trenggono berjalan menyusuri sungai hingga sampailah pada sebuah hutan wijen dan bertemu dengan seorang yang gagah dan tampan. Raden Trenggono ingin berbicara dengannya.

Namun karena begitu saktinya, orang tersebut menyelinap dan menghilang dari pandangan Raden Trenggono.

Konon, sosok tersebut tak lain adalah Sunan Kalijaga. Karena Raden Trenggono berkeinginan mempunyai kesaktian dan ilmu seperti Sunan Kalijaga, maka ia mengabdi kepada Ki Ageng Gribig di Temanggung.

Baca Juga: Event Hari Ini di Yogyakarta, Jumat 16 Februari 2024

Di Temanggung Raden Trenggono mempelajari dan mendalami ilmu agama Islam. Akhirnya ia diambil menantu oleh Ki Ageng Gribig dan mendapat tugas untuk menyiarkan agama Islam.

Halaman:

Editor: Siti Baruni

Sumber: Dinas Kebudayaan DIY


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x