“Bisa terbentuk pandangan, akan dihargai kalau punya sesuatu. Ini kan jadi pemahaman yang berbahaya sementara aspek lainnya akan diabaikan,”ucapnya.
Perilaku flexing ini juga akan berdampak buruk ke arah impulsif buying. Seseorang akan menjadi sangat impulsif untuk membeli barang-barang branded hanya untuk flexing. Apabila flexing ditujukan untuk mengatasi self esteem rendah, maka hal tersebut hanya bersifat semu dan tidak berujung serta bersifat adiktif. Flexing justru menghalangi seseorang untuk mengatasi self esteem secara efektif.
“Kalau flexing dilakukan sebagai awal pemantik perhatian dan selanjutnya menunjukkan sesuatu yang lebih esensial seperti kompetensi, personaliti yang baik itu tidak masalah. Akan jada masalah jika flexing ini jadi satu-satunya cara untuk manajemen impresi, jadi toksik atau racun bagi diri sendiri,”urainya.
Baca Juga: Ide Perjalanan untuk Jelajah Liburan di Bali dalam 3 Hari
Lu’luatul Chizanah mengatakan tindakan tidak mengkomparasikan diri dengan orang lain yang berada di atas dirinya bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah seseorang agar tidak terjebak pada perilaku flexing.
“Coba untuk melihat ke bawah, jangan ke atas terus karena akan ada dorongan untuk flexing jika melihat ke atas. Kalau melihat ke bawah justru akan muncul rasa syukur,” katanya. ***