Kenapa Banyak Orang Suka Flexing? Ini Analisis Pakar UGM

- 8 Maret 2023, 05:38 WIB
Ilustrasi -  Flexing atau pamer
Ilustrasi - Flexing atau pamer /andrea piacquadio/pexels

PORTAL JOGJA – Belakangan ini banyak fenomena flexing (pamer) yang dilakukan oleh orang dengan latar belakang keluarga yang berkecukupan secara materi. Yang terbaru adalah yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio, anak pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, yang kerap memamerkan berbagai bawang mewah di media sosial menarik perhatian masyarakat luas.

Pengamat psikologi sosial UGM, Lu’luatul Chizanah, S.Psi., M.A., mengatakan perilaku Mario Dandy yang gemar membagi konten tentang barang-barang mewah yang dimiliki merupakan tindakan flexing. Tindakan ini sengaja dilakukan untuk menunjukkan kepemilikan material maupun properti yang dianggap bernilai bagi kebanyakan orang.

“Flexing menjadi fenomena yang mencuat seiring dengan perkembangan media sosial. Kehadiran media sosial memberi kesempatan bagi orang-orang untuk lebih menunjukkan diri atas kepemilikan material atau properti yang dianggap memiliki nilai bagi kebanyakan orang,” katanya.

Baca Juga: Tinjau Pelaksanaan Sisir Adminduk Bupati Sleman Ajak Masyarakat Tertib Administrasi

Dosen Fakultas Psikologi UGM ini menyebutkan orang yang melakukan flexing di media sosial salah satunya ditujukan untuk mendapatkan pengakuan dalam kelompok. Dalam konteks pembentukan relasi atau pertemanan, membutuhkan pengakuan agar bisa diterima di lingkungan tertentu.

“Teknik manajemen impresi dengan memamerkan barang-barang mewah dilakukan untuk membuktikan jika ia layak masuk dalam komunitas tertentu. Harapannya dengan memamerkan tas branded maka orang lain akan menilai saya layak masuk kalangan elite,” paparnya.

Orang Flexing = Harga Diri Lemah

Orang yang menunjukkan perilaku flexing di media sosial disampaikan Lu’luatul Chizanah mengindikasikan self esteem atau harga diri yang lemah. Tanpa disadari orang yang kerap melakukan flexing sebenarnya tidak mempunyai kepercayaan terhadap nilai dirinya. Flexing dilakukan sebagai upaya untuk menutupi kekurangan harga diri dengan membuat orang lain terkesan.

“Dengan memposting sesuatu yang dinilai berharga bagi kebanyakan orang dan di-like ini seperti divalidasi, merasa hebat dan berharga karena orang-orang menjadi kagum pada dirinya,”terangnya.

Lu’luatul Chizanah menyampaikan perilaku flexing bisa menimbulkan pandangan yang tidak tepat di masyarakat terkait kepemilikan material. Sebab apa yang diunggah oleh pelaku flexing bisa dipercayai oleh pengguna media sosial akan pentingnya kepemilikan material.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N

Sumber: UGM


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x