Meskipun telah 15 tahun berlalu, penyebab semburan lumpur tersebut masih menjadi topik perdebatan di masyarakat dan kalangan akademisi.
Ada yang menyebutkan bahwa semburan lumpur tersebut dipicu oleh gempa berkekuatan 6,3 skala Richter yang terjadi di Yogyakarta, sekitar 300km dari Sidoarjo, dua hari sebelumnya.
Namun masyarakat meyakini bahwa keluarnya aliran lumpur deras terjadi akibat pengeboran gas alam yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas milik konglomerat Aburizal Bakrie.
Menurut ahli gunung api dari Center of Earth Evolution and Dynamics (CEED) Universitas Oslo, Adriano Mazzini, aliran lumpur tersebut berkaitan dengan gunung api aktif Arjuno-Welirang yang berlokasi sekitar 20km dari Lapindo.
Mazzini yang telah bolak balik meneliti semburan ini menyatakan dari sampel yang diambil dari Lumpur Lapindo dan gunung api aktif Arjuno-Welirang memiliki gas dan air yang sama.
Untuk memastikan bahwa semburan lumpur tidak terus-menerus meluap dan membanjiri lingkungan setempat, tanggul dan pipa telah dibangun untuk mengalirkan lumpur ke sungai Porong.
"Kami hanya takut pada musim hujan karena tanggul kami adalah bendungan dari tanah. Dibangun secara terburu-buru saat itu. Bagi kami orang teknis, tanggul teknis seharusnya tidak boleh seperti itu,” ujar Jefry.
Meskipun saat ini tinggi tanggul adalah 11 meter, dikhawatirkan terus meluapnya lumpur akan menjadi masalah.
“Kemungkinan besar tanggul tidak bisa lebih tinggi dari itu. Kami khawatir jika lebih tinggi akan runtuh karena daya dukungnya tidak kuat,” ujar Jeffry.