Erdogan Berbela Sungkawa Atas Kematian Banyak Warga Armenia Saat Perang Dunia I, Tapi Biden Sebut Itu Genosida

25 April 2021, 15:17 WIB
Peringatan 106 tahun pembantaian etnis Armenia di tugu memorial, Yerevan, Armenia, 24 April 2021 /Instagram TheUSArmenians /

PORTAL JOGJA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari Sabtu, 24 April 2021 menyampaikan belasungkawa kepada Patriark Sahak Maşalyan dari komunitas Armenia Turki atas pendudukan Armenia oleh Kekaisaran Ottoman selama Perang Dunia I.

“Saya memperingati dengan hormat orang-orang Armenia Ottoman yang telah kehilangan nyawa mereka dalam kondisi sulit Perang Dunia I, dan saya menyampaikan belasungkawa kepada cucu mereka,” ujar Erdogan.

Pernyataan ini muncul tak lama sebelum Presiden AS Joe Biden menggambarkan peristiwa tewasnya 1,5 juta etnis Armenia pada 1915 sebagai genosida yang dilakukan kekaisaran Ottoman, juga pada 24 April 2021 sebagai peringatan 106 tahun pembantaian tersebut.

Baca Juga: Kerajaan Ottoman Disebut Melakukan Genosida Terhadap Etnis Armenia Tahun 1915, Turki Meradang

Pernyataan presiden AS ke 46 ini mendapat kritik keras dari Ankara yang menyebut pernyataan tersebut tidak adil dan bias.

Erdogan menambahkan, politisasi isu terhadap Turki yang perlu diteliti oleh para sejarawan itu tidak menguntungkan siapa pun.

Dia menekankan bahwa penduduk Turki dan Armenia telah hidup dalam persatuan di Anatolia selama berabad-abad.

Baca Juga: Orang Super Kaya di India Ramai-Ramai Kabur ke Luar Negeri Hindari Momok Covid-19

"Kita semua adalah anggota keluarga manusia, tanpa memandang asal-usul etnis, keyakinan agama, bahasa dan warna kulit kita. Kita telah hidup bersama, damai, di tanah ini selama berabad-abad,” ujar Erdogan.

“Kami tidak dapat membiarkan budaya hidup berdampingan secara damai antara orang Turki dan Armenia, yang berlangsung selama berabad-abad dan menjadi contoh bagi seluruh umat manusia, dilupakan,” ujar Erdogan.

Sebelumnya pada hari Jumat, 23 april 2021, Pendeta tertinggi Gereja Ortodoks Armenia, Maşalyan merilis pernyataan yang mengutuk penggunaan rasa sakit komunitas Armenia untuk tujuan politik.

Peristiwa pembantaian etnis Armenia terjadi pada tahun 1915 tepatnya tanggal 24 April atau 106 tahun lalu ketika beberapa politisi Armenia, intelektual dan beberapa orang lainnya ditangkap akibat dituduh melakukan gerakan separatis yang mendukung Rusia yang ketika itu menjadi musuh kekaisaran Ottoman pada perang dunia I.

Pembantaian terhadap etnis Armenia sendiri terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun ketika Perang Dunia I dan disebut sekitar 1,5 juta orang menjadi korban dari kekaisaran Ottoman yang saat itu di bawah kuasa Turki Muda atau dikenal juga sebagai 3 Pasha.

Etnis Armenia digiring menuju padang pasir sebagai dampak dari perang tersebut. Dalam perjalanan, mereka menemui ajal.

Turki keberatan dengan penyebutan insiden tersebut sebagai genosida dan menggambarkan peristiwa 1915 sebagai tragedi di mana kedua belah pihak, etnis Armenia dan kekaisaran Ottoman sama-sama memiliki korban jiwa.

“Alasan perlunya deportasi (orang-orang Armenia), dan kebutuhan serta pertimbangan keamanan nasional yang muncul ketika itu, harus ditafsirkan terutama dalam konteks kondisi gelap dan berdarah Perang Dunia I,” ujar Devlet Bahçeli di Twitter.

Presiden Erdogan sendiri menegaskan kini warga Armenia di Turki adalah warga negara Turki yang setara, bebas, dan terhormat, seperti warga negara Turki lainnya.

“Sebagai orang Turki dan Armenia, kami akhirnya harus menunjukkan bahwa kami telah mencapai jenis kedewasaan untuk mengatasi semua rintangan bersama-sama,” lanjut pernyataan Erdogan tersebut.

“Jelas bahwa pernyataan tersebut tidak memiliki dasar keilmuan dan hukum, juga tidak didukung oleh bukti apapun. Sehubungan dengan peristiwa tahun 1915, tidak ada persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan istilah 'genosida' yang didefinisikan secara tegas dalam hukum internasional yang terpenuhi,” ujar Kementerian Luar Negeri Turki menanggapi pernyataan Biden mengenai genosida etnis Armenia oleh kekaisaran Ottoman.

“Dalam hal ini, pernyataan yang dibuat oleh Presiden AS, yang tidak memiliki kewenangan hukum maupun moral untuk menilai masalah sejarah, tidak memiliki nilai,” lanjut Kementerian Luar Negeri Turki.

Sikap resmi pemerintah Turki juga meminta AS untuk memperbaiki kesalahan dari pernyataan genosida terhadap etnis Armenia untuk menghindari adanya pihak-pihak tertentu yang mencoba memunculkan kerenggangan antara dua pihak, AS dan Turki akibat masalah ini.

Duta Besar AS untuk Ankara David Satterfield dipanggil ke Kementerian Luar Negeri Turki atas pernyataan tersebut.

Akibatnya, Kedutaan Besar AS di Ankara dikabarkan akan tutup selama dua hari untuk mengantisipasi protes yang mungkin terjadi pada Senin dan Selasa.

"Kami mengundang presiden AS untuk mengoreksi pernyataan yang tidak menguntungkan ini yang akan membuka luka mendalam dalam hubungan Turki-AS dan sebaliknya menunjukkan sikap yang adil dan akan melayani perdamaian regional,” ujar Ibrahim Kalin, juru bicara kepresidenan Erdogan.***

 

 

Editor: Andreas Desca Budi Gunawan

Sumber: Daily Sabah

Tags

Terkini

Terpopuler