Kerusuhan Hingga Pembakaran Terjadi di Bristol Inggris, Massa Menolak RUU Polisi dan Kejahatan

22 Maret 2021, 08:05 WIB
Ilustrasi kerusuhan di Bristol, Inggris/Florian Olivo/Unsplash /

PORTAL JOGJA - Demonstrasi menentang RUU Polisi dan Kejahatan yang bermula Sabtu, 20 Maret 2021 di Bristol, Inggris berubah menjadi kerusuhan. Mobil polisi dibakar, kantor polisi diserbu, serta beberapa polisi cedera dalam demonstrasi itu.

Para pengunjuk awalnya berlangsung damai dengan membawa berbagai spanduk bertuliskan penolakan terhadap RUU Polisi dan Kejahatan. Pengunjuk rasa memperkenalkan istilah ‘Kill The Bill’ atau bunuh RUU yang akan membatasi hak masyarakat untuk melakukan protes dan memberikan hak lebih besar kepada polisi untuk menindak demonstrasi.

Pengunjuk rasa datang memakai masker dan semakin sore ribuan pendukung berdatangan.

Baca Juga: Mengenal Tata Cara Pernikahan Adat Jawa Ngayogyakarta dan Makna Simbolis di Dalamnya

Pihak kepolisian telah mendesak orang-orang untuk tidak menghadiri demonstrasi, salah satunya karena adanya Covid-19, memperingatkan bahwa tindakan penegakan hukum dapat diambil.

Namun massa yang meluas tidak menghiraukannya.

Akibatnya, kerusuhan pun tak terelakkan.

Awalnya pengunjuk rasa mencoretkan grafiti ke sejumlah kendaraan ambulan dan polisi, kemudian kerumunan mulai merangsak ke kantor polisi setempat. Para pengunjuk rasa memanjat atap kantor polisi dan melemparkan kembang api ke kerumunan.

Baca Juga: 6 Bulan Lalu Seorang Ibu di Paksitan Diperkosa di Depan Anak-Anaknya, Begini Nasib Pemerkosanya Saat ini

Tak lama, beberapa pengunjuk rasa memecahkan kaca-kaca kantor polisi dan bahkan membakar mobil polisi.

“Premanisme dan kekacauan oleh sekelompok kecil ini tidak akan pernah bisa ditoleransi. Petugas polisi kita membahayakan diri mereka sendiri untuk melindungi kita semua,” ujar Sekretaris Dalam Negeri Priti Patel.

“Adegan mengecewakan di Bristol oleh segerombolan ‘hewan’ yang melukai petugas polisi, anggota masyarakat dan merusak properti. Kami memiliki petugas dengan dugaan patah lengan dan tulang rusuk. Ini sangat salah,”cuit Andy Roebuck, Ketua Federasi Polisi di tempat terjadinya kerusuhan, Avon dan Somerset.

Baca Juga: MAX Blueberry Eyes, Weird Genius dan Ikatan Cinta Episode 211 di Jadwal Acara TV RCTI 22 Maret 2021

Polisi Avon dan Somerset mengatakan dua petugas polisi telah dibawa ke rumah sakit dengan lengan patah dan tulang rusuk patah.

Menurut pihak berwajib polisi telah menjadi sasaran pelecehan verbal dan kekerasan yang cukup besar.

“Semua yang terlibat dalam perilaku kriminal ini akan diidentifikasi dan diadili. Akan ada konsekuensi yang signifikan untuk perilaku seperti ini,” tegas Kepala Inspektur Polisi, Will White.

Demonstran memprotes Rancangan Undang-Undang (RUU) Polisi, Kejahatan, Hukuman dan Pengadilan yang disingkat menjadi The Police Bill.

RUU ini akanmemberikan polisi akses untuk menindak demonstrasi yang besar daripada sebelumnya, bahkan untuk protes yang dianggap terlalu berisik dan mengganggu.

Polisi akan dapat menentukan waktu demonstrasi, menetapkan aturan kebisingan dan ini dapat ditumpahkan pada satu orang saja, misalnya hanya kepada orang yang membawa spanduk protes.
Jika pengunjuk rasa menolak mengikuti arahan polisi tentang bagaimana mereka harus melakukan protes, mereka bisa didenda hingga 2.500 poundsterling atau hampir Rp50 juta.
Kementrian dan polisi merasa perlunya RUU ini akibat frustasi menghadapi demontrasi, salah satunya adalah kasus demonstrasi yang dilakukan kelompok Extinction Rebellion pada demontsrasi besar-besaran selama 11 hari di bulan April 2019.

RUU ini ditolak oleh Partai buruh yang menganggap pemerintah terlalu terburu-buru untuk memaksakan kontrol yang tidak proporsional pada kebebasan berekspresi dan hak untuk protes.

Amnesty International Inggris memprediksi bahwa jika tindakan tersebut menjadi undang-undang, akan ada lebih banyak adegan seperti yang ada di acara Clapham Common untuk Sarah Everard.

Sarah Everard adalah seorang perempuan yang diduga dibunuh oleh anggota kepolisian Inggris. Kematiannya membangkitkan kemarahan warga Inggris selama berhari-hari karena menganggap polisi tidak dapat melindungi warganya. Bahkan anggota polisi itu sendiri yang melakukan kekerasan.***

Editor: Andreas Desca Budi Gunawan

Sumber: independent.co.uk

Tags

Terkini

Terpopuler