Warga Kyusu Jepang Tolak Rencana Pembukaan Lahan Pemakaman bagi Umat Muslim

30 November 2020, 19:27 WIB
FOTO ilustrasi lahan pemakaman.* /DOK. ZONAPRIANGAN.COM/

PORTAL JOGJA - Komunitas Muslim Beppu yang rencananya akan membuka lahan pemakaman baru di wilayah Kyushu, Jepang, mendapat tentangan keras dari penduduk setempat.

Penduduk setempat melakukan penolakan lantaran mereka takut akan terjadi pencemaran air dan tanah jika dibuka lahan pemakaman baru.

Hal ini pun menimbulkan polekmik, pasalnya hukum agama Islam dengan tegas melarang kremasi dan mewajibkan jenazah Muslim untuk dimakamkan dengan tradisi Islam.

Baca Juga: Masih Pandemi Covid-19, HAS 2020 Diperingati Dengan Seminar Virtual

Padahal di Negara Jepang, sebagian besar orang yang meninggal akan dikremasi.

Disana hanya terdapat sejumlah lokasi kecil yang menawarkan tempat pemakaman yang layak bagi populasi Muslim yang terus bertambah.

Seperti dilansir dari Japan Times, saat ini warga Muslim Jepang banyak yang berdomisili di Hokkaido dan wilayah Kanto, sedangkann pemakaman tidak ada di Kyushu.

Baca Juga: Hari Ini 4.617 Kasus Baru Covid 19. Jawa Tengah Giliran Sembuh Terbanyak

Komunitas Muslim Beppu di Prefektur Oita adalah satu-satunya yang menerima pemakaman Muslim di Kyushu, tetapi saat ini telah kehabisan lahan makam.

Karena di wilayah Kyushu akan kehabisan ruang untuk pemakaman di masa depan, komunitas muslim pun mulai mencari tanah kosong di dekatnya lebih dari 10 tahun yang lalu.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-rakyat.com dalam artikel Khawatir Cemari Air dan Tanah, Pemakaman Warga Muslim di Jepang Ditentang Keras Penduduk Setempat , Pemakaman jenazah muslim ini dikhawatirkan cemari air dan tanah.

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling Lengkap Kabupaten Bantul untuk Bulan Desember 2020

Di bulan Agustus lalu, sekitar 100 penduduk di dua distrik lokal mengajukan petisi kepada walikota dan majelis kota yang menentang rencana pembangunan pemakaman muslim.

Penduduk setempat mengklaim bahwa tradisi Muslim menguburkan tubuh, bukan kremasi, menimbulkan ancaman bagi kesehatan masyarakat karena kontaminasi akan masuk ke dalam tanah serta sumber air yang digunakan untuk irigasi tanaman dan air minum.

“Kami tidak tahu apa dampaknya bagi kehidupan kami,” kata seorang peternak berusia 61 tahun yang mengandalkan waduk sebagai sumber air minum untuk ternaknya.

Baca Juga: Kronologi Lengkap Kecelakaan Maut di Tol Cipali Hari ini Menurut Pihak Kepolisian

“Saya juga khawatir dengan penurunan harga sapi karena rusaknya reputasi," kata dia menambahkan.

Hirofumi Tanada, profesor emeritus di Universitas Waseda dan pakar Muslim yang tinggal di Jepang, mengatakan bahwa pada akhir tahun lalu diperkirakan 230.000 Muslim tinggal di Jepang, di antaranya sekitar 15.000 tinggal di Kyushu dan Prefektur Okinawa.

Muhammad Tahir Abbas Khan, (53) yang menjabat sebagai kepala Komunitas Muslim Beppu dan seorang profesor di Ritsumeikan Asia Pacific University, mengatakan semakin banyak Muslim yang datang ke Jepang sebagai mahasiswa asing menjadi penduduk tetap setelah lulus.

Baca Juga: Hadapi Piala Asia U-16, Timnas Indonesia Gelar TC di Sleman

"Ini adalah masalah urgensi untuk membangun pemakaman yang dapat digunakan dengan mudah oleh orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda,” katanya.

Akiko Komura selaku antropolog agama dan dosen di Universitas Rikkyo, mengatakan warga setempat cenderung cemas tentang agama yang tidak dikenal.

"Warga cenderung merasa cemas tentang agama yang tidak dikenal, karena mereka tidak tahu bagaimana menghadapinya,” kata Akiko.

"Karena ini melibatkan penggunaan khusus tanah untuk pemakaman, kedua belah pihak perlu membicarakan hal-hal sampai mereka mencapai kesepakatan, misalnya, dengan mengajak Muslim Jepang bergabung dalam diskusi," ujarnya menambahkan.*** ( Pikiran-rakyat.com /Julkifli Sinuhaji)

 

Editor: Andreas Desca Budi Gunawan

Sumber: Japan Times Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler