Ancaman Resesi Ekonomi Indonesia 2023, Peluang dan Tantangan

- 8 Desember 2022, 11:51 WIB
Ilustrasi resesi.
Ilustrasi resesi. /Pixabay/geralt/

PORTAL JOGJA - Isu ekonomi strategis nasional maupun global yang sedang melemah sejak pandemi Covid-19 tahun 2020, menimbulkan kekhawatiran akankah Indonesia akan mengalami resesi ekonomi di tahun 2023.

Hal ini yang melatarbelakangi diselenggarakannya seminar tentang Outlook Ekonomi Indonesia 2023 yang digelar di Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia Rabu 7 Desember 2022. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam keynote speech-nya mengatakan bahwa Indonesia harus tetap optimis terhadap kekuatan fundamental ekonomi yang mulai pulih dari pandemi covid-19. Hal ini didukung oleh sektor konsumsi yang kuat, pemulihan investasi, keberhasilann program hilirisasi dan pembangunan infrastruktur.

Yang perlu diperhatikan menurut Pery adalah perlunya waspada terhadap gejolak pelemahan ekonomi global, yang dipicu oleh gejolak geopolitik, melemahnya pertumbuhan ekonomi, inflasi yang tinggi, dan potensi capital outflow yang meningkat.

Baca Juga: 138 Rumah Rusak Akibat Angin Puting Beliung yang Menerjang Desa Selopamioro Bantul

Perry menambahkan yang perlu perhatian lagi adalah perlunya memperkuat sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan, yaitu pada pelaku usaha, akademisi dan pemangku kebijakan, baik di tingkat nasional dan daerah.

Dari perspektif ekonomi daerah, Sekretaris ISEI DIY Dr. Y Sri Susilo, yang juga dosen FBE Universitas Atma Jaya Yogyakarta menjelaskan, ekonomi DIY hingga Oktober 2022 menunjukkan masih adanya pertumbuhan mulai meningkat sejak TW-ll 2021 (2,31%) hingga TW-Ill 2022 (6,82 %).

Menurut Sri Susilo kekuatan ekonomi DIY ini ditopang oleh 5 motor penggerak ekonomi, yaitu pariwisata yang masih bisa bertahan, konstruksi yang meningkat, kontribusi ekspor yang masih tumbuh meski menurun, konsumsi masyarakat yang meningkat dan peran UMKM dan sektor pendidikan.

Assistant Deputi Bank Indonosia KP Yogyakarta Rifal Pasha, mengatakan bahwa ekonomi DIY telah pulih lebih cepat dibandingkan provinsi lain di Jawa. Terkendalinya kasus Covid-19 dan pelonggaran mobilitas mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi DIY Triwulan II 2022.

Menurut Rifal pertumbuhan ekonomi DIY ditopang oleh membaiknya kinerja komponen konsumsi rumah tangga dan net ekspor. Lapangan usaha sektor pariwisata telah tumbuh ditopang oleh sektor transportasi dan pergudangan, pertanian, serta akomodasi dan makan minum menjadi penopang pertumbuhan ekonomi DIY.

Sedangkan yang menjadi tantangan di DIY adalah tingginya inflasi yang tercatat lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi nasional. Inflasi November 2022 terutama disumbang oleh bensin, bahan bakar rumah tangga, angkutan udara, beras, dan akademi atau perguruan tinggi.

Dari sisi pengusaha wakil Kadin DIY Robby Kusumaharta, mengajak melakukan perubahan mindset untuk mengubah tantangan resesi global menjadi peluang.

Menurut Robby Indonesia memiliki nilai-nilai luhur gotong royong dan kebinekaan, yang dapat dimanfaatkan untuk menggali potensi ekonomi, seperti potensi jumlah penduduk, letak geogratif, SDA dan SDM serta adanya trust dunia terhadap Indonesia seperti presedensi G20 dan kekuatan ASEAN.

Sementara itu akademisi FBE UII Prof Agus Widarjono PhD melihat tingginya peluang ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah dalam membantu pemulihan ekonomi Indonesia 2023.

Baca Juga: Tiga Cara Mudah Bantu Pemerintah Perkuat Nilai Tukar Rupiah

Menurut Agus meskipun pangsa pasar perbankan syariah secara nasional masih kecil (dengan aset sekitara 703 trilyun pada Juni 2022), namun industri ini menunjukkan pertumbuhan yang positif dan berkelanjutan. Perbankan syariah juga menunjukkan kinerja keuangan yang sehat dengan ditopang pembiayaan sektor modal kerja dan investasi sekitar 56% dan 36% dari UMKM.

Agus mengatakan perbankan syariah menawarkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (musyarakah & mudharabah) yang lebih tahan terhadap krisis ekonomi. Porsi pembiayaan bagi hasil ini sekitar 38% dan ada kecenderungan terus meningkat.

Transformasi menuju sistem keuangan bagi hasil ini menurut Agus perlu didorong agar perekonomian Indonesia lebih tahan terhadap krisis. Meskipun demikian, tantangan pengembangan perbankan syariah perlu diperhatikan, yaitu perlunya peningkatan skala ekonomi dan efisiensi.***

 

Editor: Chandra Adi N


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x