Tips Beli Rumah dari Developer Biar Tidak Tertipu

20 Agustus 2020, 14:11 WIB
Perumahan di Yogyakarta yang dijual di situs-situs online /

PORTAL JOGJA - Punya sebuah rumah sendiri adalah impian semua orang terutama yang sudah berkeluarga. Rumah adalah kebutuhan utama bagi sebuah keluarga.

Saat ini ada lebih dari 12 juta orang Indonesia yang butuh rumah. Sebagian besar pembeli rumah dengan cara kedit atau mencicil

Bila hendak menncari rumah baru atau bekas/second lewat developer saat ini memang cara paling lazim dilakukan masyarakat perkotaan.

Baca Juga: Tips Beli Rumah yang Nyaman

Namun hal itu harus hati–hati supaya tidak tertipu. Tt ini ips membeli rumah dari developer perumahan. Ada beberapa hal yang perlu dipahami, jika ingin KPR. Teruatama bagaimana cara memilih developer perumahan terpercaya, bukan developer abala-abal.

Cara yang paling lazim adalah membeli di perumahan yang dibangun pengembang atau developer perumahan.

Ini cara yang menguntungkan karena paling mudah. Anda tidak perlu repot mencari tanah, dan tidak harus membangun sendiri. Rumah sudah dibangun oleh developer. Anda tinggal mencari yang cocok dengan lokasi dan harga.

Saat ini di situs jual beli rumah mudah dicari dimanapun lokasinya. Bila cocok tinggal menghubungi developeratau marketingnya.

Baca Juga: Tarif Jalan Tol Sawangan Mulai Berlaku Hari Ini

Untuk menghindari hal-hal buruk terjadi, sebaiknya pahami dengan baik proses dan ketentuan dalam membeli rumah lewat developer.

 Berikut ini tips jual beli rumah yang bisa dijadikan panduan termasuk membeli rumah KPR.

1. Reputasi Developer

Reputasi developer sangat amat penting. Karena rumahnya belum jadi sementara Anda sudah harus membayar lunas (meskipun itu dengan kredit). Jadi tidaknya rumah tergantung pada developer.

Selain itu pengurusan sertifikat juga sangat tergantung pada pengembang. Pengembang yang tidak professional menyebabkan pengurusan surat dan sertifikat akan terhambat.

Salah satu cara mengukur reputasi adalah melihat kelengkapan izin developer, antara lain :

Ijin Peruntukan Tanah: Izin Lokasi, Aspek Penata-gunaan lahan, Site Plan yang telah disahkan, SIPPT (Surat Ijin Penunjukkan Penggunaan Tanah), nomor sertifikat tanah, surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Sertifikat tanah minimal SHGB atau HGB Induk atas nama developer. Selanjutnya sarana dan prasarana yabng sudah tersedia.

Baca Juga: Mengaduk Rasa, Cuplikan Janji Perkawinan Glen & Ayu Dalam Video Klip Itu Saja. Ini Liriknya

2. Sertifikat masih atas nama developer

Saat awal pembelian rumah, sertifikat masih atas nama developer. Ada sejumlah proses yang harus dilalui sampai sertifikat menjadi atas nama pembeli.

Selama sertifikat masih atas nama developer, implikasinya adalah Take over kredit ke bank lain sulit dilakukan. Umumnya, bank tidak akan bersedia menerima take over jika status sertifikat belum SHM atas nama pemilik.

Penjualan rumah sulit dilakukan karena calon pembeli tidak akan bisa mendapatkan SHM. Sementara, SHM itu penting buat pembeli sebagai jaminan legalitas kepemilikan tanah dan bangunan.
Oleh karena, penting sekali memastikan ke pengembang, kapan sertifikat beralih menjadi atas nama Anda.

Baca Juga: Itu Saja : Single duet Mutia Ayu dan Glenn Fredly Tandai 1 Tahun Pernikahan

Di dalam perjanjian jual beli biasanya sudah dicantumkan target penyelesaian sertifikat. Yang jadi masalah, apakah target tersebut ditepati atau tidak.

3. Jangan Bayar DP ke developer Sebelum KPR Disetujui

Yang perlu diingat adalah tidak ada jaminan bahwa bank pasti menyetujui pengajuan KPR meskipun pengembang sudah bekerjasama dengan bank. Karena bank tidak hanya melihat pengembang, tetapi juga mengevaluasi kemampuan keuangan pembeli untuk melunasi cicilan.

Oleh sebab itu, sebaiknya pembayaran DP dilakukan setelah ada keputusan persetujuan KPR.

Jika belum ada keputusan, sebaiknya tidak dibayar DP karena jika nanti ternyata KPR tidak disetujui, Anda harus meminta kembali DP dan itu biasanya tidak mudah dan sulit. Bila bisa pasti selalu ada potongan.

4. Sertfikat tidak bisa take over KPR jika belum balik nama

Status sertifikat yang masih atas nama developer dan belum balik atas nama pembeli menyebabkan take over kredit ke bank lain sulit dilakukan.

Baca Juga: Bayern Munchen ke Final Liga Champions Usai Tekuk Lyon 3-0

Pihak bank yang akan mengambil alih kredit (take over) akan meminta sertifikat atas nama pihak yang mengajukan kredit. Karena bank ingin secara hukum bisa mengikat rumah yang di KPR itu sebagai jaminan.

Oleh karena itu, jika Anda berpikir melakukan take over kredit, misalnya, karena alasan cicilan yang memberatkan dan bunga yang tinggi, pastikan dahulu status sertifikat rumah. Sudah atas nama Anda atau belum.

5. Risiko rumah tidak jadi tepat waktu atau molor

Untuk menghindarinya, pilih developer yang reputasinya baik.
Rumah jadi terlambat, tidak sesuai dengan target waktu yang dijanjikan dalam pejanjian. Ini risiko yang paling sering terjadi.

Pastikan terdapat klausul dalam perjanjian yang mengatur denda jika developer terlambat menyerahkan rumah.

Rumah jadi dengan spesifikasi yang tidak sesuai standar atau buruk. Developer biasanya memberikan masa retensi selama 3 bulan setelah serah terima dilakukan.

Baca Juga: Game Strategi yang Bisa Dimainkan Secara Offline di PC

Selama masa retensi ini apabila ada kerusakan mengenai bangunan dan kondisi rumah masih menjadi tanggung jawab pihak developer. Pastikan Baca Juga: Didi Riyadi : Menikah Itu Butuh Energi Sangat Besarsemuanya tertulis di perjanjian.

6. Apa kewajiban developer jika wanprestasi

Mengingat sejumlah risiko tersebut, pembeli perlu mempelajari dengan seksama kewajiban pengembang jika terjadi wanprestasi.

Kewajiban developer biasanya diatur secara jelas dalam perjanjian jual beli.

Baca perjanjjian dengan teliti supaya ketika muncul masalah bisa dengan cepat mengambil langkah yang diperlukan. Sebelum menandatangani berita acara serah terima rumah, periksa dengan teliti bahwa rumah yang akan Anda terima sesuai dengan apa yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).

7. Segera AJB jika rumah sudah jadi

Anda harus mengalihkan status dari PPJB menjadi AJB sesegara mungkin.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Game Perang FPS yang Bisa Dimainkan Secara Offline di PC

AJB dengan pengembang adalah bukti legal bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih ke pembeli. Jika belum melakukannya, hak atas tanah dan bangunan masih di developer.
8. Segera Urus Status SHM

Setelah AJB selesai, pembeli mendapatkan sertifikat SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dari pengembang.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa developer sebagai badan hukum yang tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status Hak Milik (SHM). Developer hanya bisa memiliki tanah serta bangunan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).

9. IMB Perumahan

Undang-Undang 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, mensyaratkan bahwa untuk mendirikan bangunan gedung di Indonesia diwajibkan untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Tidak memiliki IMB maka bangunan bisa disegel oleh pihak berwenang, bangunan tidak bisa di diajukan kredit ke bank dan tidak bisa mengurus peningkatan status SHM.

Baca Juga: Didi Riyadi : Menikah Itu Butuh Energi Sangat Besar

10. Jangan lakukan transaksi jual beli rumah bawah tangan

Apabila rumah yang akan dibeli masih dalam status dijaminkan di bank, lakukanlah pengalihan kredit pada bank yang bersangkutan dan dibuat akte jual beli di hadapan notaris.

Jangan sekali-kali melakukan transaksi pengalihan kredit 'di bawah tangan', artinya atas dasar kepercayaan saja dan tanda buktinya hanya berupa kwitansi biasa, karena bank tidak mengakui transaksi yang seperti ini. *

Editor: Bagus Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler