Yogyakarta Memiliki Tokoh Dwi Tunggal yang Kaya Keteladanan

- 22 Maret 2023, 21:09 WIB
 Sri Paduka Paku Alam VIII (kanan) bersama Presiden Soekarno (tengah) dan Sultan Hamengku Buwono IX di masa revolusi fisik 1945-1949.
Sri Paduka Paku Alam VIII (kanan) bersama Presiden Soekarno (tengah) dan Sultan Hamengku Buwono IX di masa revolusi fisik 1945-1949. /anri.sikn.go.id /

PORTAL JOGJA- Salah satu bukti yang meneguhkan Yogyakarta sebagai Kota Perjuangan adalah adanya penghargaan negara atas perjuangan para tokoh dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Terdapat tujuh tokoh asal Provinsi DIY yang dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional pada 2022. Dua diantaranya adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan raja kesembilan Kasultanan Yogyakarta (1940-1988) yang juga menjabat sebagai Gubernur Yogyakarta (1945-1988).

Sementara, KGPAA Paku Alam VIII merupakan Adipati Kadipaten Pakualaman yang paling lama menjabat (1937-1998) sekaligus juga menjadi yang terlama menjabat sebagai Penjabat Gubernur DIY (1988-1998).

Baca Juga: Ternyata Mobil Pertama di Dunia Ada di Indonesia 

Sri Sultan HB IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII merupakan tokoh Dwi Tunggal Yogyakarta yang menyelaraskan ritme kepemimpinan di dua wilayah penerus Mataram Islam.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki andil yang besar khususnya dalam mendukung berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya 5 September 1945, HB IX bersama KGPAA Paku Alam VIII, menyatakan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman merupakan bagian dari NKRI. Peristiwa ini selanjutnya dikenal dengan sebutan Amanat 5 September.

Dalam masa pemerintahannya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menghilangkan jabatan Pepatih Dalem, karena dinilai cenderung mendukung pemerintahan kolonial. Di samping itu, HB IX juga banyak mendulang keberhasilan dalam berdiplomasi dengan Jepang, salah satu wujudnya adalah berhasil dibangunnya Selokan Mataram untuk menyelamatkan rakyat Yogyakarta dari kerja paksa Romusha.

Keberhasilan pembangunan Selokan Mataram itu menjadi tonggak sejarah kemandirian dan kemakmuran warga yang mayoritas bekerja sebagai petani.

Pemilik nama timur Gusti Raden Mas Dorodjatun ini juga pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI (1973-1978) dan sebelumnya juga diberikan kepercayaan untuk menjadi menteri di beberapa kabinet. Salah satunya yaitu sebagai Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri RI (1968-1973).

Ngarso Dalem HB IX juga merupakan inisiator perjuangan tentara dan rakyat dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Bersama Panglima Besar Jenderal Sudirman, ia menjalankan komando untuk menyerang kedudukan Belanda dan merebut kembali Kota Yogyakarta.

Ayah dari Sri Sultan Hamengku Buwono X ini juga terlibat aktif dan memberikan perhatian besar pada kegiatan kepanduan sejak masa kanak-kanak. Tak heran jika ia dijuluki sebagai Bapak Pramuka Indonesia.

Jasa HB IX dalam bidang Pramuka Indonesia tersohor hingga mancanegara. Sehingga pada 1973 ia dianugerahi Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM). Penghargaan ini merupakan penghargaan tertinggi bagi sosok yang dinilai berkontribusi besar dalam pengembangan pramuka.

Sementara, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada KGPAA Paku Alam VIII, dilakukan pada Senin 7 November 2022 di Jakarta. Keputusan pemberian gelar tersebut termaktub dalam SK Presiden RI Nomor 96/TK/2022 tanggal 3 November 2022.

 Baca Juga: Panggilan Untuk Orang Bali Yang Harus Kamu Ketahui Saat Liburan Ke Bali

Seremonial penyerahan gelar dilakukan Presiden Jokowi kepada KGPAA Paku Alam X selaku perwakilan keluarga dan merupakan Adipati ke-10 Kadipaten Pakualaman.

KGPAA Paku Alam VIII yang terlahir dengan nama Bendara Raden Mas Harya Sularso Kunto Suratno. Semasa hidupnya banyak memberikan sumbangsih terhadap NKRI. Ia banyak terlibat dalam perjuangan Bangsa Indonesia sejak masa pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan hingga reformasi, termasuk mengembangkan seni olahraga di Provinsi DIY.

Tak hanya sebagai Raja Pakualaman dan Pejabat Gubernur, Sri Paduka PA VIII merupakan pejuang pengisi kemerdekaan RI. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memajukan pendidikan bagi rakyat di Kadipaten Pakualaman dengan memberantas buta huruf.

Sri Paduka PA VIII bersama Sri Sultan HB IX juga mengabdikan diri pada bidang pendidikan yakni dengan mendukung penuh berlangsungnya pendidikan di Yogyakarta. Hal tersebut dibuktikan melalui berdirinya perguruan tinggi seperti UGM, UNY, dan UIN. Selain itu juga mendirikan sekolah SD dan SMP Puro Pakualaman Kota Yogyakarta.

Pada 20 Mei 1998, semasa pemerintahan Sri Paduka Paku Alam VII yakni saat menjabat sebagai Pj. Gubernur DIY. Sri Paduka PA VIII bersama Sri Sultan HB X mengeluarkan maklumat untuk mendukung reformasi damai untuk Indonesia.

Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang dikenal dengan nama Pisowanan Ageng. Beberapa bulan setelahnya, tepatnya September 1998, Sri Paduka PA VIII meninggal dunia karena sakit.

Sikap patriotisme HB IX dan PA VIII tersebut sebaiknya perlu dijadikan suri tauladan dan motivasi bagi generasi penerus bangsa. Diharapkan agar generasi muda memiliki sikap integritas dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dengan karya yang bermanfaat.***

Editor: Chandra Adi N

Sumber: jogjaprov.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x