Wakil Ketua LPSK: 27 Persen Laporan Kekerasan Seksual Terjadi di Kampus

- 24 November 2023, 06:05 WIB
Diskusi Publik Mewujudkan Kampus Ramah Perempuan dan Anak, Kamis (23/11) di Royal Ambarrukmo Hotel, Yogyakarta.
Diskusi Publik Mewujudkan Kampus Ramah Perempuan dan Anak, Kamis (23/11) di Royal Ambarrukmo Hotel, Yogyakarta. /Humas DIY/

PORTAL JOGJA - Kekerasan terhadap perempuan dan anak terutama pada ranah pendidikan menuntut perhatian serius. Dunia pendidikan selayaknya tempat untuk mempersiapkan pemimpin masa depan, sudah selayaknya menjadi lingkung yang aman dan adil bagi setiap individu.

Menurut Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat, Sugeng Purwanto, penting bagi setiap individu untuk bersama mencegah kekerasan, terutama terhadap perempuan dan anak dalam kerangka hukum perlindungan saksi dan korban. Hal ini disampaikan pada Diskusi Publik Mewujudkan Kampus Ramah Perempuan dan Anak, Kamis (23/11) di Royal Ambarrukmo Hotel, Yogyakarta.

Sugeng mengatakan, upaya mewujudkan kampus yang ramah perempuan dan anak di mulai dari komitmen kuat dari kampus untuk melindungi perempuan dan anak dari kekerasan. Komitmen ini harus direalisasikan dalam bentuk kebijakan program dan anggaran yang memadai. Kampus harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak.

“Lingkungan yang aman dan yang nyaman dibangun melalui berbagai upaya seperti, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender segala aspek, memberikan pendidikan dan pelatihan setara mengenai pencegahan kekerasan, serta menyediakan layanan pendampingan dan perlindungan bagi korban kekerasan,” jelas Sugeng.

Baca Juga: Komentar Presiden FIFA Lihat Unggahan Presiden Jokowi Main Sepakbola di Papua

Kampus menurut Sugeng harus melibatkan semua pihak termasuk mahasiswa, dosen, tenaga pendidikan dan masyarakat dalam upaya mewujudkan kampus ramah perempuan dan anak partisipasi. Semua pihak sangat penting untuk menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.

“Kami berharap hasil dari diskusi publik ini akan menjadi langkah awal yang signifikan untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujar Sugeng.

Anggota DPD RI sekaligus istri Gubernur DIY GKR Hemas mengatakan, kekerasan seksual di dunia pendidikan saat ini cukup marak. Para siswa dan mahasiswa terutama perempuan banyak menjadi korban. Namun, bagi korban, tidak mudah untuk berbicara memperjuangkan haknya. Karena ketika ada perempuan korban yang berani bicara, maka banyak tantangan harus dihadapi.

Para korban dianggap mencemarkan nama baik terlebih jika pelakunya adalah dosen atau pejabat kampus. Tantangan lain adalah korban justru disalahkan karena telah dianggap menggoda, sehingga terjadilah kekerasan seksual. Ketika Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) merespon laporan, seringkali ada pihak yang meminta agar penanganan kasusnya dihentikan.

Kampus adalah tempat yang seharusnya menjadi contoh hadirnya peradaban unggul. Hal ini karena kampus bukan saja tempat untuk mengembangkan dan mentransfer ilmu, melainkan tempat untuk membangun kebudayaan. Karena itu, GKR Hemas mengajak civitas akademika di semua perguruan tinggi di DIY untuk menjadi pelopor mewujudkan kampus tanpa kekerasan utamanya kekerasan seksual.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x