Refleksi 2020, PWI Sesalkan Banyak Wartawan Masih Alami Kekerasan Fisik

- 28 Desember 2020, 19:15 WIB
Ketua Umum PWI Atal S Depari (kiri), didampingi Sekretaris Jenderal PWI Mirza Zulhadi. (Dok Humas PWI)
Ketua Umum PWI Atal S Depari (kiri), didampingi Sekretaris Jenderal PWI Mirza Zulhadi. (Dok Humas PWI) /

PORTAL JOGJA - Masih banyak kasus kekerasan dialami jurnalis sepanjang tahun 2020. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pun menyesalkan hal tersebut masih terjadi.

Ketua Umum PWI Atal S Depari menjelaskan sejumlah kekerasan fisik memang dialami wartawan baik secara fisik maupun dalam bentuk lainnya.

Seperti pemukulan, pengeroyokan, dan perampasan alat kerja serta penghapusan paksa hasil liputan. Hal itu dialami wartawan yang sedang melakukan liputan, baik dilakukan aparat penegak hukum maupun peserta demonstrasi.

Baca Juga: Siapkan Dokumen ini Saat Pencairan BST Kemensos Rp 300 ribu, Simak Penerima di dtks.kemensos.go.id

Baca Juga: Bocoran Lanjutan Episode 96 Ikatan Cinta Malam ini, Ancaman Elsa Buat Andin Gagal ?

"Kekerasan fisik lainnya dilakukan oleh mereka atau orang suruhan yang merasa tidak puas atas pemberitaan. Siapa pun yang melakukan kekerasan harus diajukan ke pengadilan secara terbuka, bukan hanya sekadar minta maaf. Penegakan hukum bisa menggunakan UU Pers, KUHP, atau UU lain," papar Atal S Depari sebagaimana dikutip dari laman Antara, Senin, 28 Desember 2020.

Tak hanya kekerasan fisik, kekerasan baru pada era digital saat ini adalah "doxing" atau "doxxing".

Menurut dia orang atau orang suruhan atau simpatisan dari orang yang merasa terganggu dengan karya jurnalistik, bukan melakukan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi membuka data pribadi dan keluarga wartawan di media sosial.

Baca Juga: Lirik Lagu Cinta yang Diam - Ariel Noah feat Difki Khalif

Baca Juga: Duh ! Deddy Corbuzier Genap Berusia 44 Tahun, Azka Kado Barang Ini ?

Dia menjelaskan, doxing" atau "doxxing" adalah praktik berbasis internet untuk meneliti dan menyiarkan informasi pribadi atau identifikasi pribadi tentang seseorang atau organisasi.

"Tindakan itu bertujuan untuk membunuh karakter wartawan dengan cara-cara yang tidak benar," imbuhnya.

Atal mengungkapkan, PWI juga menyesalkan terjadinya peretasan situs yang merupakan bentuk kekerasan lain pada era digital, yakni mereka yang tidak senang atas pemberitaan menggunakan "hacker" untuk membobol pertahanan website sebuah media atau meretas data pribadi wartawan.

Baca Juga: Bocoran Lanjutan Episode 96 Ikatan Cinta Malam ini, Ancaman Elsa Buat Andin Gagal ?

PWI pun berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut agar tidak terulang lagi.

Menurut PWI, papar Atal, tahun 2020 adalah tahun penuh keprihatinan dengan berbagai peristiwa besar di dunia secara umum maupun di Indonesia sangat berpengaruh terhadap kehidupan pers, khususnya wartawan.

Pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis berkepanjangan di semua negara di seluruh dunia, semakin memperparah kondisi perusahaan pers yang sebelumnya telah terdisrupsi dunia digital, khususnya perusahaan platform digital yang semakin masif melakukan ekspansi.

Baca Juga: Berikut 25 Jenis Jewel Orchid Tanaman Hias yang Sedang Populer dan Update Harganya

Sejumlah perusahaan media arus utama, khususnya media cetak, paling terkena dampak pandemi Covid-19 dan disrupsi digital sehingga berbagai upaya dilakukan media cetak agar bisa tetap bertahan.

Tetapi, ada juga yang tak sanggup lagi sehingga melakukan penutupan perusahaan dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan, termasuk wartawan.

Meski menghadapi situasi sangat sulit, Atal mengatakan media bisa tetap menjalankan salah satu tugas utama sebagai pilar demokrasi, yaitu mengawal proses demokratisasi, Pilkada Serentak 2020 secara sehat dan berbudaya.

Dalam catatan akhir tahun itu, PWI menyerukan pula kepada semua pihak untuk terus berupaya menjaga keberlangsungan kehidupan pers yang merupakan pilar demokrasi.

Baca Juga: Sabrina Tuliskan Pesan Mengharukan di Ultah Deddy Corbuzier

Keberadaan pers sebagai "fourth estate" atau kekuatan keempat pada era demokrasi ini sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, bersih, transparan, dan terhindar dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

"Menyelamatkan kehidupan pers berarti ikut menyelamatkan kehidupan demokrasi di Indonesia demi masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik dan demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Demikianlah catatan akhir tahun 2020 PWI Pusat," tutup Atal. ***

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah