Pentagon Amerika Serikat Sebut Kasus Invasi Rusia ke Ukraina Contoh untuk Taiwan dan China

- 12 Maret 2022, 15:48 WIB
Ilustrasi bendera Taiwan (kiri) dan bendera China (kanan).
Ilustrasi bendera Taiwan (kiri) dan bendera China (kanan). /Kolase foto Pixabay/Chickenonline/

PORTAL JOGJA - Antara negara Taiwan dan Republik Rakyat China (RRC) masih sering muncul konflik.

Taiwan selama ini lebih dekat dengan Amerika Serikat (AS) dalam memenuhi kebutuhan persenjataan militer.

Selama Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Washington menjual senjata ke Taipei senilai 18,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp262,2 triliun.

Senjata tersebut meliputi torpedo, rudal jelajah, hingga jet tempur F-16V Viper yang canggih.

Seorang pejabat senior Pentagon yang mengepalai perencanaan Strategi Pertahanan Nasional Presiden AS mengatakan kepada anggota parlemen AS bahwa ke depan Taiwan harus belajar dari kasus Ukraina soal bagaimana menghadapi operasi militer.

Baca Juga: Gelombang Pengungsi Terbesar Setelah Perang Dunia 2 Saat Invasi Rusia ke Ukraina

“Saya pikir situasi yang kita lihat di Ukraina saat ini adalah studi kasus yang sangat berharga bagi mereka tentang mengapa Taiwan perlu melakukan semua yang dapat dilakukan untuk membangun kemampuan asimetris, untuk menyiapkan populasinya, sehingga dapat mempersiapkan diri," kata Asisten Menteri Pertahanan untuk Strategi, Rencana dan Kemampuan, Mara Karlin.

Perang asimetris atau perang tidak teratur mengacu pada taktik pemberontak atau gerilya, di mana kekuatan yang lebih kecil, tersebar, dan mobile, bergerak menyebar untuk mempertahankan wilayah melawan kekuatan yang lebih besar.

Artikel ini sebelumnya tayang di Pikiran-rakyat.com pada 12 Maret 2022 dengan judul "Pentagon Sebut Ukraina Contoh untuk Taiwan Melawan China".

Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,3 Guncang Pantai Selatan Lebak Banten Terasa Hingga Jawa Barat

Dalam Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional 2022 (NDAA), Kongres mendefinisikan kemampuan asimetris defensif sebagai kemampuan yang diperlukan untuk mempertahankan Taiwan dari ancaman eksternal konvensional, termasuk rudal pertahanan pantai, rudal angkatan laut ranjau, kemampuan anti-pesawat, pertahanan dunia maya, dan pasukan operasi khusus.

Juru Bicara Kedutaan Besar China di Washington, Liu Pengyu mengatakan, proposal Karlin tidak hanya akan mendorong Taiwan ke dalam situasi genting, tetapi juga membawa konsekuensi yang tak tertahankan bagi pihak AS.

Dalam rentang tahun 2017 hingga 2021, AS menjual persenjataan kepada Taiwan senilai 18,3 miliar dolar AS dan trennya meningkat. Tren itu terus berlanjut saat Joe Biden menjabat pada Januari 2021.

Baca Juga: Presiden Jokowi Rencananya akan Hadiri dan Berikan Hadiah untuk Juara MotoGP Mandalika

Pada November 2021, sekelompok senator Republik mengusulkan Undang-Undang Pencegahan Taiwan untuk membuat corong senjata senilai 2 miliar dolar AS per tahun ke Thailand.

Pemerintah Taiwan pernah menyebut dirinya bagian dari China sehingga Taiwan aman dari ancaman invasi.

Kini, ancaman invasi China ke Taiwan meningkat. Washington telah menjanjikan dukungannya untuk Taiwan dalam mempertahankan otonominya.

Dukungan AS, termasuk kunjungan politisi dan personel militer, ditentang keras oleh China yang menganggap AS terlalu ikut campur dengan urusan internal negara mereka.***(Rizki Laelani/Pikiran-Rakyat.com)

 

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x