Kasus Antraks di Gunungkidul, Pakar UGM Tegaskan Bahaya Menyembelih Hewan yang Sudah Mati

- 8 Juli 2023, 01:30 WIB
Guru besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof. Dr. drh. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, M.Si
Guru besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof. Dr. drh. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, M.Si /dok Humas UGM/

PORTAL JOGJA - Kasus merebaknya penyakit Antraks di Gunungkidul mengakibatkan seorang warga meninggal dunia. Kasus ini bermula saat warga diketahui menyembelih hewan yang sebelumnya sudah mati akibat sakit.

Guru besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni mengatakan bahwa menyembelih bangkai hewan yang mati karena penyakit bisa berbahaya. Hal tersebut menjadi pemicu penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk penyakit antraks yang tidak hanya dapat menjangkit hewan lainnya, namun juga manusia hingga menyebabkan kematian.

“Hewan yang terjangkit tidak boleh dibuka, maka kalau disembelih itu kesalahan fatal karena bakteri sebagian besar ada di darah. Ketika darah keluar dan berinteraksi dengan udara, terbentuklah spora yang menjadi momok,” kata Wahyuni di Yogyakarta, Jumat (7/7/23).

Baca Juga: Indra Sjafri Ditunjuk Jadi Pelatih U-20 dan Asian Games, Erick Thohir: Pelatih yang Tepat

Menurut Wahyuni kasus antraks telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1884, dan wilayah yang terserang antraks semakin lama semakin banyak dan meluas. Salah satu penyebabnya adalah karena antraks merupakan penyakit yang tidak mudah dimusnahkan. Spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun.

Penyakit antraks yang menyerang hewan, sebenarnya masih bisa ditangani dengan terapi pengobatan. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, hewan yang terjangkit bisa tetap hidup dan sembuh dari penyakit tersebut.

“Bisa diobati karena bakteri masih sensitif dengan antibiotik. Untuk pencegahan ada vaksinasi yang perlu diulang setiap enam bulan,” lanjutnya.

Antraks yang menyerang manusia sendiri bisa dibagi ke dalam empat jenis, yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks saluran pernafasan, serta antraks injeksi.

Sementara itu Epidemiolog UGM, dr. Citra Indriani, MPH, kasus antraks yang paling sering ditemukan di Yogyakarta adalah antraks kulit, sedangkan kasus antraks saluran pernafasan dan antraks injeksi hingga kini belum pernah ditemukan di Indonesia.

“Antraks kulit bisa muncul ketika seseorang menyembelih hewan yang terinfeksi, lalu darah yang keluar kontak dengan kulit yang terdapat luka. Gejala awalnya adalah gatal lalu berkembang cepat menjadi luka antraks dan pembengkakan,” terang Citra.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x