GIK UGM Siap Fasilitasi Kegiatan Festival Budaya di Kampus

- 8 Juni 2024, 07:00 WIB
Talkshow bertajuk “Innovation of Cultural Festivals in The Technological Era” yang berlangsung di ruang pertemuan Gedung GIK UGM, Kamis (6/6).
Talkshow bertajuk “Innovation of Cultural Festivals in The Technological Era” yang berlangsung di ruang pertemuan Gedung GIK UGM, Kamis (6/6). /ist/

PORTAL JOGJA - Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman budaya. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah melakukan pencatatan dan penetapan daftar warisan budaya takbenda. Berdasarkan data tahun 2022 lalu, terdapat 11.622 warisan budaya yang dicatat dan 1.728 diantaranya telah ditetapkan. Jumlah warisan budaya takbenda Indonesia pada tahun 2023 bertambah sejumlah 213 menjadi 1.941 warisan budaya yang telah ditetapkan.

Perayaan budaya merupakan jalan untuk memahami warisan budaya yang berasal dari sejarah dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat suatu daerah. Pada perkembangan festival budaya dalam era teknologi saat ini, anak muda mempunyai peran penting dalam mempromosikan dan menghidupkan festival budaya ini. Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM diharapkan menjadi ruang ekspresi budaya bagi anak muda.

Hal itu mengemuka dalam talkshow yang bertajuk “Innovation of Cultural Festivals in The Technological Era” yang berlangsung di ruang pertemuan Gedung GIK UGM, Kamis (6/6). Kegiatan yang diselenggarakan oleh GIK UGM berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Australia menghadirkan beberapa orang pembicara diantaranya Direktur YouSure UGM Dr. Oki Rahadianto dan Country Manager Indonesia di Megatixs, Cameron Frost yang dipandu oleh Head Office of International Affairs UGM, Alfatika Dini, Ph.D.

Oki mengatakan festival budaya yang menggabungkan unsur budaya dengan teknologi menjadi untuk menggabungkan budaya lokal kepada dunia global. Sebab menjadi menjadi ruang ekspresi bagi anak muda tidak hanya dengan diri mereka sendiri tetapi juga lingkungan sosial mereka.

“Generasi muda sekarang ini memang globally oriented tetapi tetap connect to the locals akibat dari kemajuan teknologi yang ada sehingga terlihat adanya re-innovate yang dilakukan,” ujar Oki.

Menurutnya keberadaan GIK UGM bisa menjembatani ruang kebutuhan ekspresi budaya dan inovasi anak muda dalam bentuk pertemuan, interlink antara kampus dan aktivitas di luar, serta mengembangkan pengetahuan melalui pertemuan dengan praktisi senior.

Dari sisi praktisi, Cameron mengatakan pihaknya melalui senantiasa hadir menjadi wadah untuk memberikan akses kepada masyarakat luar untuk melihat keindahan budaya dan seni yang ada di Indonesia. Megatrix merupakan perusahaan tiket yang membantu promotor menjual tiket untuk berbagai macam kegiatan atraksi, events, dan konser.

“Bali dan Jogja menjadi contoh bagaimana budaya menjadi bagian penting untuk turis internasional. Kami terus berupaya untuk mempromosikan aktivitas budaya di daerah lainnya di Indonesia,” ujar Cameron.

Perkembangan produk menjadi prioritas utama bagi Megatrix untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat baik lokal maupun luar negeri. Cameron menyebutkan bahwa ia dan tim menghabiskan banyak waktu untuk memanfaatkan teknologi. “Teknologi dapat memahami perilaku serta motivasi para pengunjung festival yang akan berdampak pada awareness sebuah budaya dan menjadi tempat pertemuan untuk masyarakat dengan nilai yang sama,” paparnya.

Seperti diketahui talkshow GIK Menyapa ini menjadi salah satu program yang bisa menginspirasi, menghubungkan, dan memberdayakan akademisi, praktisi, dan komunitas untuk berbagi. Program ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi yang mendorong pertumbuhan bersama dan memperkuat esensi potensi yang belum tergali di lingkungan universitas. Dengan mengadopsi budaya, inovasi, kreativitas, teknologi, kolaborasi, keberlanjutan, dan peluang, GIK menciptakan ruang dimana kreativitas dapat berkembang dan ide-ide baru dapat tumbuh.***

Editor: Chandra Adi N


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah