Angkat Budaya Kalimantan Barat, UGM Residence Gelar Festival Budaya antar Mahasiswa Asrama

- 7 Juni 2024, 13:45 WIB
Cultural Festival UGM 2024 sukses dihelat pada 1-2 Juni 2024 lalu di Grha Sabha Pramana
Cultural Festival UGM 2024 sukses dihelat pada 1-2 Juni 2024 lalu di Grha Sabha Pramana /istimewa/

PORTAL JOGJA - UGM Residence kembali menggelar Cultural Festival 2024 untuk mempererat silaturahmi antar mahasiswa asrama UGM. Ajang ini dimeriahkan oleh hadirnya berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan komunitas mahasiswa lainnya. Cultural Festival UGM 2024 sukses dihelat pada 1-2 Juni 2024 lalu di Grha Sabha Pramana dengan mengusung tema kebudayaan Kalimantan Barat bertajuk “Selaraskan Ragam Budaya, Rangkai Ikatan dalam Keberagaman untuk Gemilang Indonesia”.

Koordinator Pelaksana Culture Festival Ando Fanda Belvian mengatakan festival antar warga asrama telah dilaksanakan mulai tahun 2011. Pada event kali ini yang menginjak tahun ke-13 mengangkat budaya Kalimantan Barat.

“Kebudayaan Kalimantan Barat sengaja dipilih untuk merepresentasikan tugu khatulistiwa,” kata Ando dalam rilis yang dikirim Kamis (6/6).

Direktur Kemahasiswaan UGM, Dr. Sindung Tjahyadi menjelaskan bahwa Cultural Festival UGM merupakan salah satu bentuk solidaritas mahasiswa UGM. Ia berharap kegiatan festival budaya semacam ini untuk terus dilaksanakan setiap tahunnya untuk memperkuat persaudaraan antar mahasiswa asrama dan menjadi wadah untukpengembangan kreativitas.

“Saya kira ini agenda semacam ini perlu untuk terus dilanjutkan dan dikembangkan. Sekaligus menjadi wadah bagi kreativitas mahasiswa,” ujarnya.

Baca Juga: Klub Yuso Yogyakarta Siap Menggelar Kejurnas Bola Voli U17

Kegiatan festival dilaksanakan cukup meriah dan inklusif. Di hari pertama diisi dengan orasi kebudayaan, unjuk seni kebudayaan, serta gelar karya. Pemaknaan kebudayaan Kalimantan Barat dalam tema kali ini tidak hanya diangkat dari segi seremonial saja, namun juga menilik kekayaan alam serta tantangan yang sedang dihadapi saat ini. Dalam pidato orasi kebudayaan yang disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM, Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A., menyampaikan pengalaman dan kegelisahannya ketika melakukan riset di Kalimantan Barat di era 1980 an.

“Introduksi sawit di Kalimantan sejak tahun 1980 telah meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat. Kemakmuran ini ternyata diikuti oleh kehilangan tanah di kalangan sejumlah petani,” paparnya.

Sumber kekayaan dan aset petani berupa tanah adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat tergantikan. Prof. Pujo menjelaskan bahwa deforestasi dan berkurangnya lahan tani menyebabkan munculnya gejala petani tanpa lahan.

Melimpahnya sumber daya di Kalimantan Barat tidak serta merta membuat masyarakat sejahtera. Dikatakan oleh Prof. Pujo, setidaknya terdapat dua proses yang menyebabkan petani kehilangan tanah. Pertama, proses eksternal yang berasal dari perusahaan atau kekuatan lainnya di luar Pulau Kalimantan.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah