Pakar UGM: Fenomena Letusan Gunung Lumpur di Blora Bisa Terjadi Berulang-ulang

- 30 Agustus 2020, 18:48 WIB
Letusan gunung lumpur di Blora
Letusan gunung lumpur di Blora /(Dok. UGM/portaljogja.com_

Baca Juga: Kebakaran di Surabaya, 5 Orang Tewas Akibat Tak Bisa Keluar

Karena banyaknya perlapisan batu gamping/batu kapur di kawasan tersebut. Zona Rembang ini dibagi dua, Perbukitan Rembang Utara dan Perbukitan Rembang Selatan, dan permukaan keduanya dipisahkan oleh lembah Sungai Lusi, sedangkan di bawah permukaan keduanya dibangun oleh beberapa patahan anjak yang mengangkat perlapisan batuan lebih tinggi daripada sekitarnya.

Gunung Lumpur Kesongo sendiri terletak di Zona Perbukitan Rembang Selatan, pada puncak struktur antiklin Gabus. Tekanan kompresif dari patahan-patahan anjak tersebut memengaruhi kekuatan batuan di sekitarnya.

"Terlebih bagi lapisan-lapisan lumpur yang masih lunak dan belum membatu di Formasi Tawun," paparnya.

Salahuddin menjelaskan munculnya lumpur ke permukaan, menyebabkan kekosongan pada rongga yang semula dilaluinya, sehingga permukaan di sekitar kemunculan gunung lumpur tersebut akan amblas, turun membentuk depresi melingkar (depresi kaldera). Semakin besar volume lumpur yang keluar, semakin besar pula area amblasannya.

"Gunung Lumpur Kesongo memiliki depresi amblasan yang paling besar dibandingkan gunung-gunung lumpur lain di Kompleks Kradenan, dengan diameter 1,3 km dan menempati area 135 hektare. Aktifitas semburan lumpur menyebabkan tidak ada pepohon yang mampu tumbuh di dalam depresi kaldera Kesongo, hanya rerumputan dan semak belukar saja yang mendominasi sehingga masyarakat setempat lebih mengenalnya sebagai Oro-oro Kesongo, tempat yang banyak rumput untuk menggembalakan ternak," terangnya.

Tidak diketahui sejak kapan salsa tersebut aktif, namun dinamikanya dapat dicermati. Dari serangkaian citra satelit dalam 20 tahun terakhir, tampak dinamika grifon di dalam salsa tersebut, yang mengindikasikan dinamika erupsi lumpur dan diapir di bawahnya.

"Awalnya grifon berada di sisi barat laut salsa, dimana setelah letusan besar 2009 semakin membesar, dan ketika letusan besar 2013 grifon aktif pindah ke sisi timur salsa. Kemudian semenjak 2016 titik grifon menempati letaknya saat ini, yaitu di sisi selatan salsa," ucapnya.

Fenomena ini, menurutnya, bisa berulang di masa akan datang. Sebab, jika melihat proses alam selalu akan berulang, bila material masih tersedia dan perpindahan energinya masih sama. Apalagi mengingat jumlah lumpur di Formasi Tawun di bawah sana masih berlimpah, dengan kondisi tektonik yang sama, tentu letusan besar berikutnya akan terjadi.

"Yang terpenting adalah mitigasi bencana bisa diterapkan, mengingat fenomena gunung lumpur adalah kesamaan dengan proses vulkanisme gunung berapi, yang berbeda hanyalah material dan energinya," tuturnya.

Halaman:

Editor: Bagus Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah