Survei tentang Sekularisme Laicite di Perancis, Ada Perubahan Signifikan pada Persepsi Siswa Dulu dan Sekarang

- 7 Maret 2021, 19:33 WIB
hasil survei Ifop
hasil survei Ifop /Tangkapan layar ifop./

PORTAL JOGJA - Sudah lebih dari 16 tahun sejak Pemerintah Perancis melarang pemakaian simbolisme agama ke sekolah. Mulai dari jilbab, salib, turban Sikh, kippah Yahudi dan simbol agama lainnya dilarang untuk dipakai siswa yang bersekolah di sekolah negeri Perancis.

Sekularisme di Perancis dipandang sebagai diskriminasi terhadap muslim, apalagi setelah adanya RUU Anti Separatisme yang dianggap membidik muslim namun juga menyeret kaum beragama lainnya.

Dalam survei yang dilakukan oleh Institute of Opinion (Ifop) atau Institut Opini Publik Perancis yang telah berdiri selama 80 tahun, 52 persen siswa sekolah menengah Perancis disebut menyukai simbol religius yang dipakai terang-terangan.

Survei ini menyasar 2.034 individu berusia di atas 15 tahun yang mengikuti survei pada 20-22 Oktober 2020 lalu.

Baca Juga: DPD Partai Demokrat Jabar Cari Kader Palsu yang Mengaku-ngaku Ikut KLB, DPD Dukung AHY

Hasil ini melebihi dua kali lipat populasi orang dewasa sebesar 25 persen. Artinya, kaum yang lebih muda terlihat menolak sekularisme kaku yang didorong dengan politik.

Temuan Ifop ini merupakan pukulan bagi upaya Presiden Emmanuel Macron untuk meyakinkan generasi muda tentang bentuk kaku sekularisme atau laicite Perancis.

Dimulai pada awal abad 20, laicite Perancis adalah salah satu pilar utama Republik Prancis.

Akarnya adalah hukum tahun 1905 yang melembagakan pemisahan gereja dan negara karena banyaknya campur tangan gereja pada pemerintahan sebelumnya yang menyebabkan kehancuran Perancis.

Baca Juga: Demokrat dan AHY Tak Tinggal Diam dan Melawan Hadapi Pihak Luar yang Goyang Partai Lewat KLB

Undang-undang tahun 1905 itu memastikan kebebasan ekspresi publik dari campur tangan agama apa pun. Kini, laicite semakin banyak digunakan oleh politisi Perancis untuk mendiskriminasi populasi Muslim yang berkembang di negara itu.

Jajak pendapat Ifop menemukan bahwa 49 persen siswa tidak keberatan pejabat publik menunjukkan keyakinan agamanya, dan 57 persen mendukung orang tua yang mengenakan barang-barang keagamaan saat menemani siswa dalam perjalanan sekolah.

Kedua masalah tersebut telah menjadi sumber kontroversi di Perancis karena beberapa politisi berusaha melarang perempuan Muslim yang mengenakan jilbab untuk menghadiri perjalanan sekolah bersama anak-anak mereka.

Lembaga survei yang ada di berbagai kota besar di dunia seperti Shanghai, Hong Kong dan New York ini juga menemukan bahwa kaum yang lebih muda semakin berpikiran terbuka dan berselisih dengan generasi yang lebih tua.

Baca Juga: Gawat! Chef Farah Quinn Bakal Punya Pesaing Berat, Penuh Bakat dan Percaya Diri

Melihat survey Ifop tahun 2009, masih ada 58 persen responden yang menentang pemakaian jilbab di sekolah, hal yang 11 tahun kemudian berubah.

Kini, anak muda Perancis cenderung lebih menerima untuk melihat perempuan muslim yang memakai baju renang yang menutupi seluruh tubuh dan hanya menyisakan wajah dan telapak tangan yang tidak tertutup.

Pada pertanyaan mengenai hak untuk mendiskreditkan bila orang tersebut terlihat berbeda dengan masyarakat, lebih dari 52 siswa persen tidak percaya adanya hak seperti ini.

Berbeda dengan Macron dan partai politiknya yang bahkan memperjuangkan hak seperti itu di bawah prinsip kebebasan berbicara.

Baca Juga: BMKG DIY Rilis Peringatan Dini Cuaca di DIY, Waspadai Hujan Intensitas Sedang Hingga Lebat Disertai Angin

TRT World seperti dikutip Portaljogja.com melihat masalah itu timbul ketika majalah Charlie Hebdo mencetak kartun ofensif terhadap Nabi Muhammad. Hal didukung oleh politisi Perancis. Charlie Hebdo juga mencetak kartun ofensif terhadap agama lain.

Hasil survei tersebut adalah bukti bahwa pelajar Prancis mungkin ingin keluar dari siklus kontroversial dan memiliki diskusi yang matang tentang peran agama dan sekularisme dalam masyarakat.

Salah satunya terlihat dari hasil pandangan siswa terhadap sekularisme. Hanya 11 persen siswa yang mendukung versi sekularisme negara Prancis, yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh agama pada masyarakat. Ini adalah kemenangan dari Anglo-Saxon dan visi Islamis.

Siswa kelas pekerja yang tinggal bersama Muslim di beberapa lingkungan paling miskin di negara itu, dengan mayoritas 55 persen, percaya bahwa sekularisme Perancis mendiskriminasi Muslim.

Kesimpulan besar dari hasil survei Ifop memperlihatkan ada perubahan signifikan mengenai penerimaan sekularisme di Perancis dulu dan sekarang.***

Editor: Andreas Desca Budi Gunawan

Sumber: TRT World


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah