Bangsal Siti Hinggil Keraton Yogyakarta, Tempat Soekarno Dilantik Sebagai Presiden RIS

8 Maret 2023, 11:49 WIB
Bangsal Siti Hinggil Ler Keraton Yogyakarta. Tempat pelantikan Soekarno sebagai Presiden RIS. /FB /@Kraton Jogja/

 

PORTAL JOGJA- Kompleks bangunan yang sangat penting di antara sejumlah bangunan di kawasan Keraton Yogyakarta adalah Bangsal Siti Hinggil.

Secara harfiah, Siti Hinggil memiliki makna tanah yang tinggi. Keberadaannya memang lebih tinggi dibanding lokasi lainnya di keraton. Kompleks ini juga bisa dikatakan sebagai salah satu bangunan utama.

Untuk bisa mencapai Bangsal Siti Hinggil, terlebih dahulu melewati Bangsal Pagelaran yang letaknya berhadapan langsung dengan Alun-alun Utara. Di sisi selatan Pagelaran, terdapat anak tangga menuju pelataran Siti Hinggil.

Baca Juga: Panjat Tebing: Olahraga Mental Melawan Rasa Takut 

Bangsal Siti Hinggil sudah ada sejak Sultan Hamengku Buwono I. Namun, wujudnya tidak seperti saat ini. Siti Hinggil mengalami pemugaran pada masa kekuasaan Sultan Hamengku Buwono VIII pada 1925 Masehi.

Bangsal ini merupakan salah satu bangunan inti. Dari sisi fungsi, dipergunakan sebagai tempat penobatan para Raja Keraton Kesultanan Yogyakarta, dan calon Sultan atau Putra Mahkota. Di tempat ini, Sultan duduk di singgasananya untuk berbagai kepentingan, misalnya upacara Pisowanan Agung.

Pada bagian tengah Bangsal Siti Hinggil, terdapat bangsal yang disebut Bangsal Manguntur Tangkil. Di bangsal ini, terdapat batu persegi yang disebut Selo Gilang. Di atas batu ini, dipergunakan untuk upacara penobatan Sultan sekaligus meletakkan singgasananya. Keberadaannya sangat disakralkan.

Sedangkan di belakang Bangsal Manguntur Tangkil atau sisi selatan, terdapat Bangsal Winata. Bangsal ini letaknya lebih tinggi dari Manguntur Tangkil. Bangsal Witana merupakan bangsal yang sangat penting bagi keraton.

Nama Witana berarti wiwitana atau mulailah untuk mengawali kehidupan sebagai seorang pemimpin. Keberadaan bangsal ini menyimbolkan awal atau dimulainya eksistensi seorang Putra Mahkota dinobatkan sebagai raja.

Acara penobatan raja di Manguntur Tangkil sedangkan di Bangsal Witana untuk menempatkan berbagai atribut atau pusaka kerajaan sebagai lambang legitimasi raja yang akan naik tahta, antara lain tombak Kyai Ageng Plered, Kyai Baru, Kyai Gada Tapan, dan Kyai Gada Wahana.

Pusaka dalem biasanya dikeluarkan saat ada upacara sakral atau penobatan seorang Sultan ataupun Grebeg Maulud. Jadi, ketika seorang Sultan duduk di singgasananya menghadap ke utara, maka pusaka dalem berada di belakangnya.

Meskipun Bangsal Siti Hinggil diperuntukan khusus tempat penobatan raja atau acara besar Kesultanan Yogyakarta. Namun, pada kenyataannya tempat tersebut pernah dipergunakan untuk melantik seorang presiden di negara yang baru terbentuk.

Pada perjalanan sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Keberadaan Bangsal Siti Hinggil berperan penting bagi lahirnya pemerintahan negara baru tersebut. Siti Hinggil digunakan untuk pelantikan Ir Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS).

Baca Juga: Jokowi Soal Kebakaran Plumpang : Harus Diaudit Soal Tempat Berbahaya

Prosesi pelantikan Presiden RIS, digelar 17 Desember 1949. Sumpah jabatan dilakukan di bangsal Manguntur Tangkil dengan berdiri di atas batu Selo Gilang. Soekarno disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung Mr Kusumaatmadja. Turut menyaksikan, Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Di bangsal ini pula, pada 7 Maret 1989, BRM Herjuno Darpito yang telah bergelar KGPH Mangkubumi dinobatkan sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Di kompleks yang kini menjadi bangunan cagar budaya (BCB), juga pernah dipakai untuk peresmian berdirinya perguruan tinggi nasional pertama di Indonesia yakni Universitas Gadjah Mada pada 19 Desember 1949.

Bangsal ini merupakan lokasi yang paling terbuka untuk dikunjungi wisatawan. Berbeda dengan bangsal sakral lainnya, misalnya Bangsal kencono yang memang agak tertutup.

Pengunjung dapat melihat megahnya Bangsal Pagelaran, Bangsal Siti Hinggil dan berbagai benda koleksi keraton lainnya yang tersimpan di sekitaran bangsal tersebut.

Selain melihat benda dan bangunan yang menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa, pengunjung juga bisa memahami setiap sudut ruang yang memiliki arti filosofi budaya Jawa yang adiluhung.***

Editor: Chandra Adi N

Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler