Marak Isu Perjokian, Dosen Harus Tingkatkan Kompetensi Penulisan Artikel di Jurnal Internasional

- 12 Februari 2023, 15:31 WIB
Dosen UMY Fajar Junaedi (jongkok memakai topi) bersama peserta workshop dan pendampingan penulisan artikel jurnal internasional di kampus UAD Yogyakarta
Dosen UMY Fajar Junaedi (jongkok memakai topi) bersama peserta workshop dan pendampingan penulisan artikel jurnal internasional di kampus UAD Yogyakarta /Istimewa/

PORTAL JOGJA - Isu perjokian dalam penulisan artikel di jurnal internasional oleh beberapa dosen menjadi wacana yang cukup panas akhir-akhir ini. Perjokian ini terjadi karena beberapa hal, seperti kurangnya kemampuan dosen dalam penulisan artikel ilmiah internasional, dan rendahnya etika dosen dalam disiplin akademis.

Praktek perjokian dalam penulisan artikel ilmiah ini dinilai telah mencoreng marwah pendidikan tinggi. Menghadapi fenomena tersebut, Fajar Junaedi dosen dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Dani Fadillah selaku Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Tiongkok berkolaborasi mengadakan workshop dan pendampingan penulisan artikel di jurnal internasional. 

“Program ini kami lakukan terutama untuk meningkatkan kompetensi dosen yang belum memiliki kepangkatan akademik,” ujar Fajar Junaedi di Bantul Minggu 12 Februari 2023.

Baca Juga: UII Menambah Guru Besar di Jurusan Kimia Fakultas MIPA

Fajar menambahkan bahwa program ini merupakan bagian dari catur darma perguruan tinggi Muhammadiyah yang difasilitasi Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Workshop dilaksanakan di Universitas Ahmad Dahlan dengan fasilitator dari Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Tiongkok.

Dani Fadillah menambahkan bahwa dalam penulisan artikel jurnal internasional yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. Pertama, kenali jurnalnya predator atau bukan. Ini bisa dilihat dari intensitas jumlah dokumen publikasi artikelnya yang stabil, bukan tiba-tiba berlipat jumlahnya.

“Dosen dan mahasiswa bisa melihat dokumennya di Scopus, jika tiba-tiba jumlah artikelnya melesat maka kita harus mulai memitigasi apakah jurnalnya predator atau bukan,” ujarnya.

Yang kedua menurut Dani adalah tidak semua jurnal menyukai kajian yang bersifat kritis.

“Ini saya sadari ketika saya ambil doktoral di Tiongkok. Ternyata, asal negara dari jurnal yang bersangkutan. Bahkan ada yang lebih suka artikel yang memberi solusi,” jelas Dani.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah