10 Film Perjuangan yang Layak Ditonton untuk Peringatan 17 Agustus

- 16 Agustus 2020, 12:47 WIB
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 dibuat untuk mengenang jasa para TNI dan rakyat yang berjuang untuk melawan Belanda yang menyatakan TNI sudah tidak ada dan Indonesia lemah.*
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 dibuat untuk mengenang jasa para TNI dan rakyat yang berjuang untuk melawan Belanda yang menyatakan TNI sudah tidak ada dan Indonesia lemah.* /Kemendikbud

PORTAL JOGJA - Satu hari lagi, Indonesia akan merayakan kemerdekaan. Pada hari Senin, 17 Agustus 2020, tepat 75 tahun kemerdekaan Indonesia.

Salah satu cara mengenang perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan adalah dengan menuangkannya dalam karya seni.

Ada sejumlah film yang legendaris bertema perjuangan yang pernah dibuat para seniman film Indonesia. Film-film ini dulu juga diputar di bioskop-bioskop.

Film-film ini dibuat antara tahun 1970-an hingga 1990-an. Dikutip dari PORTAL JEMBER ada 10 film bertema perjuangan yang cukup legendaris bagi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: WhatsApp Disadap, Ini Car a Mengetahuinya


1. Perawan Di Sektor Selatan (1971)

Film ini disutradarai Alam Surawidjaya. Durasinya 137 menit. Penyajian cerita dalam film ini seperti reportase.

Laura jadi titik sentral cerita film ini. Karena sakit hati akan perlakuan gerilyawan republik hingga ibunya meninggal, Laura memihak Belanda dan diselundupkan sebagai mata-mata ke pasukan Kapten Wira (Kusno Sudjarwadi) di sektor selatan, suatu daerah pedalaman terpencil.

Laura menyamar sebagai Fatimah dan mengaku kakak anggota laskar yang ditawan Belanda. Dia berhasil mengadu domba antara Wira dan Kobar (Lahardo).

Konflik ini memuncak dengan pengepungan Kobar atas markas Wira. Melihat situasi ini, lewat penghubungnya Laura mengundang pesawat Belanda menyerbu dan membebaskan ahli perang urat syaraf yang di tawan Wira.

Baca Juga: Ditinggal Marc Marquez, Peforma Tim Repsol Honda Jeblok

2. Janur Kuning (1979)

Film ini juga sangat melegenda terutama bagi warga Yogyakarta. Janur Kuning diproduksi pada 1979. Film ini disutradarai oleh Alam Rengga Surawidjaja dan dibintangi, antara lain Kaharudin Syah, Deddy Sutomo, Dicky Zulkarnaen, Amak Baldjun, dan Sutopo H.S.

Film kolosal ini merupakan film kedua tentang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Sebelumnya ada film berjudul Enam Jam di Jogja yang diproduksi 1951) dengan produksi termaal waktu itu.

Biaya produksi film menghabiskan Rp375 juta dan sempat tidak syuting sebulan karena kehabisan biaya.

Biaya sebanyak ini digunakan untuk membuat 300 seragam tentara dan seragam untuk sekitar 8.000 orang pemain figuran.

Janur Kuning menceritakan perjuangan pejuang Indonesia, saat Yogyakara menjadi ibu kota Republik Indonesia. Kota Yogyakarta pada tanggal 18 Desember 1948 didudki kembali oleh Belanda atau dikenal peristiwa Agresi Militer Belanda kedua.

Baca Juga: Mobil Ferrari Klasik Usia 50 Tahun Lebih Laku Rp45,8 Miliar

Film menceritakan tokoh Letkol Soeharto yang memimpin penyerangan Belanda di Kota Yogyakarta 1 Maret 1949. Selama 6 jam Kota Yogyakarta diduduki tentara Indonesia yang menyerangn Benteng Vredeburg sebagai markas Belanda waktu itu.

Soeharto mendapat restu Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melakukan serangan mendadak dengan tujuan untuk menunjukkan bila Republik Indonesia masih ada karena tidak lama akan ada perundingan antara Indonesia dengan Belanda.

Saat agresi Belanda, Panglma Besar Sudirman melanjutkan perjuangan dengan bergerilya. Sementara itu Soekarno-Hatta sudah ditawan Belanda. Indonesia kemudian mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera.

Judul Janur kuning adalah lambang yang dipakai para pejuang sebagai tanda saata melakukan serangan umum.

Baca Juga: Peringatan Dini BMKG: Hujan Disertai Petir dan Angin Kencang Diprediksi Landa Indonesia

3. Serangan Fajar (1981)

Sutradara Arifin C. Noer berhasil meramu dengan apik fakta sejarah yang terjadi di Yogyakarta.

Peristiwa-peristiwa itu, diantaranya penaikkan bendera Merah Putih di Gedung Agung, penyerbuan markas Jepang di Kota Baru, penyerbuan lapangan terbang Maguwo, dan seranagn beruntun di waktu fajar yang dilakukan Adisutjipto dengan mengebom sekitar Salatiga, Semarang.

Ada juga cerita Temon (Dani Marsuni), anak laki-laki kecil yang masih lugu ini tampil di sela-sela perang bersama neneknya (Suparmi).

Romo (Amoroso Katamsi) dari keluarga bangsawan ikut gigih membantu pejuang. Sementara istrinya selalu takut kehilangan kasta sebagai bangsawan, karena salah satu anaknya menjalin cinta dengan seorang pemuda pejuang dari rakyat jelata.

4. Kereta Api Terakhir (1981)

Film ini mengambil plot sekiyar peristiwa Perjanjian Linggar Jati. Tidak hanya menampil kisah kepahlawanan, namun juga ada kisah romatis di dalamnya.

Baca Juga: Start di Grid ke 4, Peluang Rossi Raih Podium di GP Austria Menipis

Pasca Perjanjian Linggarjati tahun 1947, markas besar tentara di Yogya memutuskan menarik semua kereta api dari Yogya. Letnan Sudadi (Rizawan Gayo), Letnan Firman (Pupung Haris), dan Sersan Tobing (Gito Rollies) ditugaskan mengawal kereta yang diberangkatkan dari Stasiun Purwokerto.

Sudadi mengawal kereta pertama. Firman dan Tobing mengawal kereta terakhir. Perjalanan kereta terakhir yang penuh hambatan menjadi inti cerita. Selama perjalanan itu kereta api banyak mengalami serangan hingga akhirnya bisa masuk terowongan Ijo di Gombong Kebumen untuk sembunyi dari serangan udara. Film ini diselipkan juga kisah cerita antara Firman dan dua Retno yang ternyata gadis kembar.

Film ini juga menjadi film Indonesia pertama yang masuk dalam seleksi film berbahasa asing di ajang Academy Award. Belakangan film ini dibuat skuelnya dengan judul Nagabonar Jadi 2.

5. Pasukan Berani Mati (1982)

Kisah dari film ini menampilkan bagaimana kegigihan para pejuang melawan Belanda. Sebuah kota kecil telah direbut oleh tentara Belanda setelah menjatuhkan bom-bom dan menyerang kota dengan kendaraan-kendaraan Panser.

Kapten Bondan sebagai komandan pasukan di kota itu memerintahkan pasukannya untuk mundur bersama penduduk guna menyusun kekuatan untuk mengadakan serangan gerilya.

Baca Juga: Hasil Liga Champions: Lyon Tekuk hkan Manchester City 3-1

6. Lebak Membara (1982)

Setting film ini mengambil tempat di daerah Lebak, dekat Cirebon, Jawa Barat, di masa penjajahan Jepang.

Seorang pemuda perkasa bernama Herman (George Rudy) ditahan di markas tentara Jepang. Ia ditahan karena membela gurunya yang dianggap bersalah.

Tapi kemudian dia dibebaskan oleh Letnan Izumi (Usman Effendy) dan Kapten Nakamura (El Manik).

Tanpa setahu komandannya, serdadu Jepang memperkosa Marni (Minati Atmanegara), kekasih Herman. Kejadian ini membuat Herman marah dan kemudian bergabung dengan kelompok pejuang lalu menyerang markas Jepang.

Film garapan Imam Tantowi ini menjadi film unggulan di FFI 1984 untuk skenario terbaik dan Pameran Pembantu Wanita Terbaik (Dana Chistina).

Baca Juga: Jadwal Acara Trans 7 dan Trans TV Hari Ini Minggu 16 Agustus 2020. Ada MotoGP 2020 di Trans 7

7. Komando Samber Nyawa

Film perjuangan berdurasi 86 menit dibintangi oleh sejumlah aktor yang dikenal dalam film-film laga.

Disutradarai oleh Eddy G. Bakker, bintang utama film ini antara lain Barry Prima, Yenny Farida, Advent Bangun; Anton Samiat, Didier Hammel, Harry Capri.

8. Nagabonar (1987)

Generasi 1970 sampai 1980 pasti kenal dan pernah menonton film berdurasi 95 menit ini. Film ini digarap oleh sutradara M.T. Risyaf pada 1987.

Nagabonar (Deddy Mizwar) adalah seorang copet yang mendapatkan kesempatan menyebut dirinya seorang jenderal di pasukan kemerdekaan Indonesia di Sumatera Utara.

Pada awalnya Nagabonar melakukan ini hanya sekedar untuk mendapatkan kemewahan hidup sebagai seorang jenderal. Namun, pada akhirnya dia menjadi seorang tentara yang sesungguhnya, dan memimpin Indonesia dalam peperangan bersama pasukannya, termasuk Kirana (Nurul Arifin), Bujang (Afrizal Anoda), dan Mak (Roldyah Matulessy).

9. Tjoet Nyak Dhien (1988)

Film ini menceritakan tentang pejuang wanita asal Aceh, Tjoet Nyak Dhien. Film ini diproduksi 1988 dengan disutradarai Eros Djarot.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca DIY Minggu 16 Agustus 2020, Cuaca Berawan Masih Mewarnai Yogyakarta

Syutingnya memakan waktu sekitar 2,5 tahun dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 1,5 miliar waktu itu. Film ini memenangkan Piala Citra sebagai film terbaik. Dibintangi Christine Hakim sebagai Tjoet Nyak Dhien, lalu Piet Burnama sebagai Panglima Laot, Rudy Wowor sebagai Snouck Hurgronje, dan Slamet Raharjo sebagai Teuku Umar.

Di tahun pemutarannya, film ini menjadi yang terlaris di Jakarta dengan ditonton 214.458 orang (data dari Perfin). Film ini juga merupakan film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes pada tahun 1989.

10. Soerabaja 45 (1990)

Film ini berdasarkan kisah nyata perjuangan warga Surabaya mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajah. Setting film ini sekitar penyerahan diri Jepang kepada sekutu dan peristiwa 10 November 1945.

Film garapan Imam Tantowi ini cukup unik karena ada lima bahasa yang digunakan dalam dialog para pemain, yakni Indonesia, Inggris, Jepang, Belanda, dan Bahasa Jawa.

Film yang menghabiskan biaya sekitar Rp1,8 miliar ini dibintangi Usman Effendy, Leo Kristi, Tuty Koesnender dan Juari Sanjaya. (*) PORTAL JEMBER/Hari Setiawan

Editor: Bagus Kurniawan

Sumber: Portal Jember


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah