Bagaimana Puasa Umat Terdahulu, Apakah Persis Seperti Sekarang ?

- 30 Maret 2023, 04:21 WIB
Ilustrasi puasa
Ilustrasi puasa /Pixabay/Chiplanay.

Disebutkan, pada suatu malam, Sayyidina Umar Ibn al-Khathab berada di tempat Rasulullah Saw serta pulang ke rumah cukup malam dan mendapati istrinya sudah terlelap tidur. Rupanya saat itu, Sayyidina Umar ingin bergaul bersama istrinya. Namun, ditolak oleh istrinya, “Aku sudah tidur!” Ia berkata, “Kau sudah tidur?” Meski demikian, malam itu ia tetap bergaul dengan istrinya.

Keesokan paginya, Sayyidina Umar kembali menemui Rasulullah Saw dan mengabarkan kejadiannya semalam. Maka Allah Swt menurunkan ayat:

Artinya, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa (QS. al-Baqarah [2] 187).”

Baca Juga: FIFA Resmi Batalkan Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023

Riwayat lain menyebutkan menyebutkan bahwa Qais Ibn Shirmah al-Anshari berpuasa. Pada saat berbuka, ia bertanya kepada istrinya, “Apakah kau punya makanan?” Istrinya menjawab, “Tidak! Tapi aku akan mencarikannya untukmu.” Rupanya, karena siang hari itu Qais Ibn Shirmah lelah bekerja, matanya tak mampu menahan kantuk. Begitu pulang dan mendapati suaminya sudah tidur, istri Qais berkata, “Celakalah engkau!” Esoknya, Qais tetap berpuasa. Namun pada tengah hari, ia pingsan tak sadarkan diri. Kejadian itu pun disampaikan kepada Rasulullah Saw.

Sejak itu, ditetapkanlah pensyariatan puasa dengan tata cara seperti sekarang ini, yakni menjauhi segala yang membatalkan, baik makan, minum, maupun bergaul suami-istri, sejak terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari. Sedangkan pada malam hari, semua itu diperbolehkan, tanpa ada syarat: setelah atau sebelum tidur, setelah atau sebelum salat Isya.***

Halaman:

Editor: Chandra Adi N

Sumber: kemenag.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x